Mohon tunggu...
Latifah Maurinta
Latifah Maurinta Mohon Tunggu... Novelis - Penulis Novel

Nominee best fiction Kompasiana Awards 2019. 9 September 1997. Novel, modeling, music, medical, and psychology. Penyuka green tea dan white lily. Contact: l.maurinta.wigati@gmail.com Twitter: @Maurinta

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Dapatkah Menebus Rasa Bersalah? (2)

1 November 2017   05:57 Diperbarui: 1 November 2017   05:59 1121
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Ngapain kamu ke sini, Calvin? Istirahat sana di rumah, nggak usah banyak aktivitas dulu!" sergah Adica.

Sesaat Calvin mengedarkan pandang ke sekitarnya. Normal, semuanya baik-baik saja. Syifa buru-buru mendekat. Merangkulnya hangat.

"Kak Calvin harusnya istirahat di rumah," kata gadis itu lembut.

"Terlalu lama di rumah malah membuatku tambah sakit, Syifa." Calvin tak kalah lembut saat menjelaskan alasannya. Begitulah Calvin Wan. Kakak yang lembut dan penyabar, pebisnis handal, blogger konsisten, anak yang berbakti, dan ayah idaman. Apa yang kurang darinya?

"I see. Tapi...gimana mau sembuh kalau nggak banyak istirahat?" bujuk Syifa.

Adica melempar pandang tajam ke arah mereka. "Sudahlah, Syifa. Kakak kita memang keras kepala."

Bukannya tersinggung, Calvin tertawa kecil. Sudah biasa disebut keras kepala. Meski keras kepala, ada sisi lembut di hatinya. Semua orang yang mengenalnya tahu itu.

Ketiga kakak-beradik itu mulai memperhatikan cara kerja para pelayan cafe. Mengamati interaksi pengunjung cafe dengan waiters, mengecek keramahan serta kesopanan mereka. Puas atas hasil kerja mereka. Pelayanan yang memuaskan dan kesan positif sukses membuat para pengunjung cafe jatuh hati. Mereka tak segan mengunggah status di sosial media, secara tak langsung mempromosikan cafe ini pada followers mereka. Strategi merebut hati para pengunjung cafe telah lama berhasil dijalankan.

"Mereka ramah dan profesional ya. Tak salah aku mempekerjakan mereka," ungkap Calvin puas.

"Syukurlah kalau kamu puas." timpal Adica.

Baru saja mereka akan beranjak ke ruang kerja di lantai atas, kehadiran sekelompok pria mengalihkan perhatian. Sekumpulan pria dengan setelan formal dan wajah datar tanpa ekspresi. Bukan pakaiannya yang menyita perhatian, tapi sosok mereka yang terasa familiar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun