Mohon tunggu...
Latifah Maurinta
Latifah Maurinta Mohon Tunggu... Novelis - Penulis Novel

Nominee best fiction Kompasiana Awards 2019. 9 September 1997. Novel, modeling, music, medical, and psychology. Penyuka green tea dan white lily. Contact: l.maurinta.wigati@gmail.com Twitter: @Maurinta

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Dapatkah Menebus Rasa Bersalah?

31 Oktober 2017   05:58 Diperbarui: 31 Oktober 2017   06:00 1641
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Calvin kehilangan setengah kesadarannya akibat rasa sakit. Ia masih bisa melihat raut wajah Adica dan Tuan Rio yang diliputi kepanikan, air mata Nyonya Lola, tangisan Goldy, dan embun bening di mata Syifa. Mereka semua mengkhawatirkannya, bersedih karenanya. Beban penyesalan itu semakin berat.

**      

Paviliun mewah di rumah sakit berkelas internasional. Lagi-lagi, perasaan eksklusif dan terisolasi itu menyeruak. Calvin membenci paviliun ini. Tak bisakah ia memilih ruangan lain saja?

"Daddy harus sembuh..." isak Goldy, memegang erat tangan kirinya.

"Iya, Sayang." lirih Calvin, sekuat mungkin menggenggam tangan mungil putranya.

Tubuh Goldy sedikit gemetar. Syifa dan Adica bergantian memeluknya. Nyonya Lola dan Tuan Rio masih menemui dokter spesialis Onkologi. Berkonsultasi, berdiskusi, mempertimbangkan langkah selanjutnya. Calvin sebenarnya sudah tak peduli lagi dengan kesembuhan. Yang dikhawatirkannya justru Goldy.

"Goldy mau jagain Daddy di sini." ujar si anak lima tahun tampan nan cerdas itu.

"Jangan, Sayang. Goldy harus pulang ke rumah. Harus belajar dan istirahat." cegah Calvin halus.

Goldy menggelengkan kepalanya. Satu tangannya mengangkat tas berisi notebook dan buku-buku pelajaran. Dalam tas itu, terdapat pula kantong tidur.

"Goldy bisa belajar di sini, bisa tidur di sini sama Daddy. Nggak masalah."

Tiga pasang mata menatap Goldy keheranan. Anak cerdas. Masih kecil, tapi pemikirannya sistematis. Ia selangkah lebih maju.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun