Mohon tunggu...
Latifah Maurinta
Latifah Maurinta Mohon Tunggu... Novelis - Penulis Novel

Nominee best fiction Kompasiana Awards 2019. 9 September 1997. Novel, modeling, music, medical, and psychology. Penyuka green tea dan white lily. Contact: l.maurinta.wigati@gmail.com Twitter: @Maurinta

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

[Bukan Blog Competition] 9 Tahun Kompasiana, Menulis dengan Cantik dan Tebar Pesona

26 Oktober 2017   06:24 Diperbarui: 26 Oktober 2017   08:14 1340
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Happy birthday to you, happy birthday to you...happy birthday, happy birthday. Happy birthday to you."

Kompasianer, ada yang berulang tahun. Siapa coba? Siapa lagi kalau bukan Kompasiana, media citizen journalism kesayangan kita semua. Kompasiana berulang tahun yang ke9. Sembilan, angka favorit saya. Angka yang cantik menurut saya. Mudah-mudahan secantik Kompasianer yang menulis artikel ini. Ups...

Bagi saya, Kompasiana tak ubahnya rumah kedua. Rumah identik dengan tempat untuk pulang. Tempat berkumpulnya orang-orang yang dicintai. Seperti itu pulalah Kompasiana di mata saya.

Ketika terbangun di pagi hari, setelah melakukan ibadah tertentu, hal pertama yang saya lakukan adalah membuka Kompasiana. Mengecek artikel dan membalas komentar terakhir yang belum sempat terbalas di hari sebelumnya. Pukul enam pagi saya jadikan waktu pilihan untuk posting. Kecuali bila situasi mendesak, saya tidak akan memposting artikel sepagi itu. Tapi selebihnya, saya tetap memilih waktu pagi untuk publish tulisan di Kompasiana.

Setiap tindakan harus disertai alasan. Alasan saya posting artikel di pagi hari karena saya menganggap waktu pagi sebagai waktu semangat dan gairah beraktivitas sedang tinggi-tingginya. Bukankah waktu pagi hari sering digunakan untuk mulai beraktivitas? So, saya menghadirkan artikel di saat semangat beraktivitas sedang berada di puncak dan pikiran masih fresh.

Well, sampai sekarang saya tidak pernah tertarik mengikuti event, blog competition, atau content afiliation di Kompasiana. Entah, mungkin ke depannya saya berubah pikiran. Yang jelas, saya pernah berjanji pada diri sendiri bahwa saya tidak akan mengikuti blog competition dan content afiliation di Kompasiana. Silakan saja saya mau dinilai idealis atau apa, I don't care. Bahkan tulisan ini tidak saya maksudkan untuk diikutkan di 9th Kompasiana. Kalau pun saya masukkan ke label 9th Kompasiana, niatnya murni sebagai tulisan cantik ucapan selamat ulang tahun untuk Kompasiana, bukan untuk blog competition. Saya pun tidak mengizinkan tulisan ini diikutkan dalam 9th Kompasiana. Lihat saja nanti. Alasannya sederhana saja: saya tidak mencari profit di Kompasiana. Tujuan saya menulis di Kompasiana semata karena hobi, melampiaskan perasaan, ajang mencari kepuasan pribadi, dan charity. Di Kompasiana, saya bisa berbagi. Berbagi apa saja yang saya suka. Entah itu lirik lagu, pengetahuan tentang dunia medis, dunia modeling, broadcasting, psikologi, hypnotherapy, nilai-nilai kehidupan, dan kisah-kisah romance. Dua rubrik yang menjadi fokus saya di Kompasiana adalah fiksi dan humaniora. Bukannya saya tak mau mengisi rubrik lain. Tapi hanya dua rubrik itulah yang paling saya sukai. Ingat, yang disukai bukan yang dikuasai. Saya tidak expert di bidang fiksi, tidak juga humaniora. Hanya sekadar membagikan pemikiran yang terlintas di hati. Bila pun tulisan saya di-highlight atau headline, itu hanya bonus. Bukan tujuan utama. Label pilihan dan headline adalah hak prerogatif admin.

Actually, saya bahagia di Kompasiana. Saya betah dan ingin tetap di sini selagi masih bisa. Banyak hal yang saya dapatkan dari Kompasiana. Ilmu yang bermanfaat, perkembangan berita terbaru, teman, keluarga, kakak, bahkan cinta. Ingat ya, cinta banyak jenisnya. Ruang lingkupnya luas. Ada cinta di Kompasiana. Saya yakin, pasti Kompasianer yang lain pernah merasakan hal yang sama.

Meski demikian, bukan berarti saya bisa senang terus di Kompasiana. Beberapa bulan lalu, ada dua kejadian yang menyebabkan saya ingin angkat kaki dari rumah kedua ini. Pertama, saya kehilangan potongan hati saya. Ada seseorang yang melarikannya dengan keterlaluan dan tak mau mengembalikannya pada saya. Intinya, pria tampan itu membawa lari potongan hati saya dengan cara yang tidak cantik dan tidak elegan. Nah lho...apa ini? Saya nulis apa sebenarnya? Ok, back to focus. Kedua, bergantinya versi Kompasiana lama ke Kompasiana baru yang tidak support dengan program screen reader yang saya pakai. Hal ini membuat saya kesulitan menggunakan Kompasiana.

Frustasi dan patah hati, saya memutuskan untuk mundur dari Kompasiana. Beruntung ada seorang Kompasianer charming dan baik hati dengan kekhasannya one day one article, meski baru sembilan bulan bergabung tapi sangat produktif, yang mengulurkan tangannya. Dengan lembut, dia memotivasi saya untuk kembali ke Kompasiana. Sampai-sampai dia menulis artikel tekno yang sangat humanis tentang screen reader. Kompasianer yang satu itu bahkan membantu saya mencarikan program screen reader yang support dengan Kompasiana versi baru. Itu menunjukkan bahwa dia benar-benar peduli dan menginginkan saya kembali. Bukan sekadar melempar kata-kata penyemangat di grup atau komentar artikel yang buat saya tak ada gunanya. Melihat apa yang dilakukannya, saya salut. Hati saya tersentuh. Terlebih dia selalu ada ketika saya terluka. Karena dialah saya bangkit dan mau kembali lagi ke Kompasiana. Hati saya melembut dan luluh karena dirinya. Bukan hanya karena usahanya, melainkan karena ketulusan dan kepeduliannya. Terus terang saja, saya lebih menghargai orang yang konsisten dan tulus dibandingkan dengan orang yang tidak konsisten dan tidak tulus. Itulah sebabnya saya sulit mempercayai orang lain. Prinsip saya, lebih baik sedikit teman tapi tulus dibandingkan banyak teman tapi tidak tulus.

Soal kepercayaan dan keterbukaan ini pun saya rasakan sendiri saat menghadiri Kompasianival 2017 di Lipo Mall, Kemang. Saya hanya bersalaman dan berkenalan singkat dengan beberapa Kompasianer di sana. Setelah itu, apa yang saya lakukan? Memfokuskan perhatian dengan satu Kompasianer saja. Menutup diri dari Kompasianer yang lain. Hanya membuka diri pada satu orang. Karena apa? Karena saya tidak suka terbuka pada banyak Kompasianer lainnya. Saya pun tidak mempercayai mereka. Cukup satu Kompasianer saja yang saya percayai di ajang Kompasianival itu. Maaf bila kejujuran saya tidak dapat diterima. Saya hanya ingin mengungkapkan pendapat dan perasaan saya. Tentang apa yang terjadi di Kompasianival 2017, saya sudah ceritakan di

Mata Pengganti, Pembuka Hati (8) https://www.kompasiana.com/latifahmaurintawigati/59ebd17a28d54e3f285ed892/mata-pengganti-pembuka-hati-8

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun