Satu per satu anak tangga marmer itu ia naiki. Sesekali ia melirik arloji yang melingkar manis di pergelangan tangannya. Melihat penunjuk waktu itu, seulas senyum merekah di bibirnya.
Tak sabar wanita bergaun burgundi itu menanti. Dipercepatnya langkah, disusurinya koridor panjang berlantai marmer. Pintu berpernis mengilap di ujung koridor itulah tujuannya.
Cepat-cepat pintu dibuka. Nampaklah sebuah kamar bernuansa broken white yang tertata rapi. Senyum wanita itu makin menawan. Puas dengan hasil kerjanya sendiri. Dekorasi ulang, pikirnya senang. Lengkap dengan rangkaian bunga hidup yang masih baru dan pigura-pigura foto yang telah diganti.
Deru mobil terdengar dari halaman depan. Sudah waktunya. Si wanita melepas ikatan rambutnya. Merapikannya di depan cermin, memastikan polesan make up di wajahnya sudah cukup bagus. Ia bergegas turun ke lantai bawah.
** Â Â Â
Pria tampan berwajah oriental itu membalas senyum hangat istrinya. Mengamati penampilan sang istri dari ujung kaki sampai ujung rambut. Getaran halus merayapi hatinya.
"Calvin, kamu pasti lelah. Sudah kusiapkan coklat hangat kesukaanmu."
"Terima kasih, Luna."
Luna berusaha menjadi istri yang sempurna untuk Calvin. Ia belajar memasak dan mengurus rumah demi pria pendamping hidupnya. Demi Calvin pula ia rela mundur dari dunia modeling yang telah membesarkan namanya. Luna terlalu cantik untuk berhenti sebagai model. Calvin pun tak melarang. Keputusannya meninggalkan karier di dunia modeling murni dari hatinya sendiri.
Kecantikan Luna kini hanya milik Calvin. Ia takkan menampakkan kecantikannya lagi di depan semua orang. Fashion show, catwalk, dan pemotretan tinggal kenangan.
Secara total, Luna memberikan diri dan waktu untuk suami tercintanya. Ia bermake up hanya untuk Calvin, tidak menerima tamu saat Calvin berada di luar rumah, menjaga kehormatan diri serta pendamping hidupnya. Selingkuh? Jangan harap Luna akan melakukannya. Wanita blasteran Melayu-Italia itu sangat setia.