Mohon tunggu...
Latifah Maurinta
Latifah Maurinta Mohon Tunggu... Novelis - Penulis Novel

Nominee best fiction Kompasiana Awards 2019. 9 September 1997. Novel, modeling, music, medical, and psychology. Penyuka green tea dan white lily. Contact: l.maurinta.wigati@gmail.com Twitter: @Maurinta

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Tetaplah Setia dan Konsisten

25 Agustus 2017   06:59 Diperbarui: 26 Agustus 2017   05:38 1344
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sedikit demi sedikit, dua pengurus panti mulai bercerita. Ternyata panti asuhan ini milik sepasang suami-istri non-Muslim. Meski demikian, anak-anak yang dirawat di sini berasal dari berbagai suku dan agama. Mereka bisa berbaur dan bersosialisasi dengan baik. Perbedaan etnis dan agama bukanlah masalah.

Sebagian anak di panti asuhan ini dititipkan orang tuanya. Tak mampu membiayai anak, para orang tua menitipkan anaknya di sini. Ada orang tua yang mengambil kembali anaknya setelah mereka mampu merawat anak itu. Ada pula yang meninggalkan anaknya begitu saja tanpa pernah dikunjungi.

Tentang Alicia, lain lagi kisahnya. Alicia sudah tinggal di panti asuhan sejak ia masih bayi. Ibunya melahirkan Alicia di panti asuhan dan meninggal beberapa jam kemudian. Tak ada satu pun anggota keluarga yang pernah datang mengunjungi Alicia. Praktis Alicia tak pernah melihat siapa orang tuanya.

Satu setengah jam mereka berada di panti asuhan. Mereka menyerahkan bingkisan dan uang pada pengurus panti. Berharap bantuan kecil yang mereka berikan bisa berguna. Sewaktu akan pergi, Alicia kembali memeluk Tuan Calvin, Clara, dan Reinhart. Sepertinya ia tak rela berpisah dengan mereka.

"Papa...Papa kapan ke sini lagi?" tanya Alicia. Menyentuh sekali mendengar nada penuh harap dalam suaranya.

"Secepatnya, Sayang." kata Tuan Calvin. Memberikan pelukan terakhirnya untuk Alicia.

Pengurus panti mengantar mereka ke halaman depan. Tuan Calvin masih memikirkan Alicia. Alicia, satu dari jutaan anak terlantar. Potret pembiaran dari orang tua. Satu lagi potret yang sangat ironis. Ada yang merindukan anak, melakukan apa pun agar bisa memiliki anak. Ada pula yang telah dikaruniai anak, lalu membuangnya. Anak disia-siakan. Tumbuh tanpa kasih sayang dan penjagaan orang tua.

Bertahun-tahun lamanya Tuan Calvin belajar menerima kenyataan. Kenyataan bahwa dirinya mandul. Secara medis, ia tak mungkin meneruskan keturunan. Sebuah pukulan berat baginya.

Berbagai tindakan medis sudah dilakukan untuk mendapatkan anak. Waktu, biaya, dan energi terkuras demi hadirnya seorang anak. Semuanya nihil. Tuan Calvin tak bisa sembuh. Ia selalu sedih dan marah tiap kali membaca, mendengar, dan menyaksikan oraang tua yang membuang atau menyia-nyiakan anaknya. Mereka tak pernah tahu betapa susahnya memiliki anak. Mereka tidak mensyukuri pemberian Tuhan. Anak adalah amanah. Tidak semua orang dipercaya untuk memiliki anak. Tuan Calvin tak pernah rela bila ada orang tua yang tega menyia-nyiakan anaknya dengan alasan apa pun.

**      

Surat resmi berlogo rumah sakit itu nyaris terjatuh. Deretan kata itu kembali dibacanya dengan hati-hati. Berharap tidak ada makna yang keliru.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun