Ia berusaha menjawab semantap mungkin. Meski hatinya mulai resah. Jangan-jangan Tuan Calvin akan meminta apa yang ditakutkannya. Tidak, sungguh ia tidak siap sampai kapan pun.
Lama Tuan Calvin terdiam. Menatap lekat seraut wajah cantik di depannya. Menyelami isi hatinya. Melihat kesungguhannya.
"Apa pun yang kuminta, kan?" ulang Tuan Calvin sekali lagi.
"Iya, Calvin." sahut
Nyonya Calisa tegang.
"Baiklah. Aku ingin membaca diarymu."
Betapa leganya Nyonya Calisa mendengar permintaan itu. Tuan Calvin sungguh pengertian. Ia tidak meminta hal yang ditakuti Nyonya Calisa. Seakan bisa membaca pikirannya, Tuan Calvin berkata menenangkan.
"Aku paham, Calisa. Aku tidak akan 'menyentuhmu'. Dan aku ingin tetap konsisten pada janji itu."
"Syukurlah. Thanks a lot, Dear. Kamu mengerti kondisiku."
"Cinta itu saling mengerti, menerima, dan menguatkan. Cinta sejati tidak akan menuntut dan menakut-nakuti."
Nyonya Calisa setuju. Ia senang Tuan Calvin tetap konsisten. Hal yang paling disukai Nyonya Calisa dari Tuan Calvin adalah konsistensinya.