hadirmu hanya sekilas di hidupku
namum meninggalkan luka
tak terhapus oleh waktu (Maudy Ayunda-Bayangkan Rasakan).
**
Seharusnya ini waktu silentium. Sayangnya, pemuda satu itu justru mengancam keheningan dalam biara dengan memainkan piano.
Usai completorium atau ibadat penutup, pikirannya kembali resah. Resah yang berpadu dengan sedih. Mengapa anak cantik itu tidak mencari soulmate yang lain saja? Mengapa jiwa anak itu harus terpaut dengan jiwanya?
Pemuda tampan itu mengingat awal perkenalan mereka. Ia tahu, gadis itu awalnya tertarik karena namanya. Namanya sama seperti nama kepingan masa lalunya. Albert Fast dan Albert Arif telah memasuki kehidupan si gadis. Gadis itu banyak bercerita tentang sosok Albert Fast. Sebaliknya, ia banyak bercerita tentang kehidupan membiara dan relasi dengan Tuhan. Sampai akhirnya, gadis itu tahu satu hal dan bertekad membantunya.
Ketika gadis itu pernah dizhalimi mantan kaum berjubah, ia mengerti. Memahami bagaimana sakitnya. Rupanya ia juga memiliki rasa yang sama. Ia tak ingin gadis itu disakiti siapa-siapa lagi.
Meski rasa itu tumbuh di dua hati yang sama, mereka tak bisa bersatu. Kaul kemurnian yang menghalangi. Ia sudah punya janji dengan Tuhan untuk melayani-Nya seumur hidup. Ia sudah berjanji untuk tidak menduakan Tuhan dengan yang lainnya.
Bukan hanya itu...
“Ya Tuhan, sakit sekali...”