Mohon tunggu...
Latifah Maurinta
Latifah Maurinta Mohon Tunggu... Novelis - Penulis Novel

Nominee best fiction Kompasiana Awards 2019. 9 September 1997. Novel, modeling, music, medical, and psychology. Penyuka green tea dan white lily. Contact: l.maurinta.wigati@gmail.com Twitter: @Maurinta

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Telah Terikat Janji

14 Januari 2017   07:28 Diperbarui: 14 Januari 2017   08:10 1018
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Mereka terpana menyaksikan Chika mengekspresikan isi hatinya. Isi hati mereka semua.

Andini menggenggam tangan Albert Fast. Tiwi dan Ikbal menundukkan wajah. Renna dan Rafly tanpa sadar berangkulan. Nico memandang sendu wajah Chika. Sedangkan si gadis bermata biru dan bergaun putih mempererat pegangannya pada gelas kaca. Hati mereka serapuh gelas kaca itu. Hati mereka rapuh lantaran cinta terlarang. Cinta yang tak mungkin bersatu kecuali Tuhan berkata lain. Sama terlarangnya seperti cinta Romeo dari Keluarga Montague dan Juliet dari Keluarga Capulet.

Beberapa orang menganggap mereka masih kecil. Faktanya, mereka sudah mengerti arti cinta. Mereka mencintai satu orang, dan tetap setia mencintainya meski tak mungkin untuk memiliki. Sekali pun kelak mereka akan berjodoh dengan orang lain, hati dan cinta mereka tetap untuk satu orang yang mustahil untuk dimiliki. Satu hati untuk satu cinta. Itulah prinsip mereka.

“Sudah, sudah. Kita ke sini buat rayain ultahnya Kang Ikbal. Jangan rusak kebahagiaan yang ulang tahun ya?” Albert Fast menengahi.

“Betul. Lupakan dulu soal asmara, itu bisa nanti. Iya kan, Teteh Bule Jadi-Jadian? Bule beneran kan tinggi, masa yang ini Cuma matanya aja yang mirip. Tuh kayak mereka...” Rafly berkata mencairkan suasana. Menunjuk Albert Fast, Renna, dan Chika.

“Itu baru yang asli ya? Bukan KW?”

Mereka kembali tertawa. Kebekuan berganti kehangatan. Atmosfer sedih bertransformasi menjadi bahagia.

Sadar atau tidak, momen ini menguatkan hati mereka. Hati mereka rapuh dan butuh penguatan. Di sinilah mereka saling menguatkan. Cinta membuat mereka rapuh. Cinta pulalah yang membuat mereka kembali kuat.

**    

Tengah malam, gadis itu kembali sendirian di kamarnya. Berteman kesunyian dan boneka cantiknya. Hanya kepada Allah Azza Wa Jala ia mengadu. Mencurahkan segala perih di hatinya.

Perih ini membuat hatinya rapuh. Sakit ini menggerogoti jiwanya. Tak sadarkah pemuda di dalam tembok biara itu jika ada perbuatannya yang telah melukai hati?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
  16. 16
  17. 17
  18. 18
  19. 19
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun