Mohon tunggu...
Latifah Maurinta
Latifah Maurinta Mohon Tunggu... Novelis - Penulis Novel

Nominee best fiction Kompasiana Awards 2019. 9 September 1997. Novel, modeling, music, medical, and psychology. Penyuka green tea dan white lily. Contact: l.maurinta.wigati@gmail.com Twitter: @Maurinta

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Takdir Akan Menjawabnya

14 Desember 2016   05:08 Diperbarui: 14 Desember 2016   07:00 579
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pria tampan itu mengelus rambutku. Lembut meraih tubuhku ke pelukannya. Dalam hati aku menyesal. Ya Allah, sebenarnya Albert juga sedang sakit. Bahkan jauh lebih parah. Dalam catatan yang kukirimkan pada pembimbingku, kondisi Albert yang paling parah dan dia satu-satunya klien yang kasusnya belum tuntas sampai hari ini. Bukankah seharusnya aku yang membantunya?

Namun yang terjadi justru sebaliknya. Itu semua bukan tanpa alasan. Pria bermata teduh kelahiran 29 Maret 28 tahun silam itu yang paling mengerti diriku luar-dalam. Di depannya, bisa kutunjukkan sisi lain diriku yang tak pernah kuperlihatkan pada orang lain.

“Aku tidak mau merusak hubungan siapa pun. Aku memang wanita kesepian dan eccedentesiast, tapi aku bukan wanita perusak hubungan orang lain. Lelah rasanya disakiti terus. Kepercayaanku ternyata disalahgunakan. Aku berharap apa yang terjadi padaku, tidak terjadi pada orang lain. Cukup aku yang mengalaminya.” Eccedentesiast, istilah psikologis pada orang yang menyembunyikan rasa sakit, kesedihan, kekecewaan, dan kesepian di balik senyum.

Di depan Albert, aku bisa menampakkan kerapuhan dan rasa sakit. Kuminta agar dia tidak memberi tahu Mami tentang kejadian itu. Aku tahu, beberapa kali Albert dan Mami berkirim e-mail. Mami tidak boleh tahu masalah ini. Entah apa jadinya jika Mami sampai tahu.

“Aku sayang Albert. Albert sayang aku juga, kan?”

“Iya, Maurin. Aku juga sayang kamu.” Albert akhirnya bicara, tulus dan dalam.

Hangat menyelimuti hatiku. Albert tidak pernah mengatakan ‘tidak’ padaku. Ia pria yang paling baik kepadaku selama ini. Pria pertama di luar keluargaku yang pernah mengulurkan tangannya untuk memelukku. Kuharap ia akan menjadi pria pertama dan terakhir di keluargaku yang memberiku dekapan hangatnya, dan yang kuberikan pelukanku. Pria yang tidak hanya melihat kelebihanku, namun melihat pula kekurangan dan kelemahanku. Mencintai tanpa syarat, itulah legitimasi seorang Arif Albert.

“Aku harap tidak ada lagi yang menyakitimu...ya?” Albert kembali berkata, nada suaranya semakin lembut.

“Albertus Arif...” bisikku. Kelembutan dan ketulusan hatinya sangat kurasakan.

“I love you. Dicintai pria setampan dan sebaik dirimu adalah kebahagiaan tersendiri bagi wanita kesepian dan eccedentesiast sepertiku. Aku tahu, kamu tulus dan lembut hati. Jika tidak tulus dan lembut hati, sudah sejak lama kamu meninggalkanku setelah tahu seperti apa diriku yang sebenarnya. Sosok sepertimu yang kubutuhkan.”

Diakah malaikat cintaku? Bisakah suatu saat nanti dia yang akan menjadi malaikat cintaku dan mendampingi hidupku? Jika Allah menetapkan dia sebagai pendamping hidupku, hal pertama yang akan kulakukan adalah bersyukur. Aku takkan menyesal bila dia yang kelak menjadi pendamping hidupku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun