**
Sendirian di balkon kamar rawatnya, Albert kembali frustasi. Ia dipaksa Nico dan Tiwi kembali ke kamar rawatnya. Kamar rawat VVIP yang disiapkan khusus untuknya. Nico dan Tiwi pun membawa beberapa barang pribadinya dan mendekor ulang kamar rawat itu demi kenyamanan sang adik bungsu.
Albert terus saja dibayangi keresahan dan kesedihan. Masih pantaskah ia bersama gadis itu? Kondisinya sudah jauh berbeda, waktunya mungkin tak lama lagi. Akankah ia membuat gadis itu terluka?
Dikuasai rasa furstasi, Albert melangkah ke dekat upright piano putihnya. Menggerakkan jemari di atas tuts piano. Mengadukan gundah dan penatnya lewat lagu. Baru setengah jalan memainkan intro, sepasang tangan halus menepuk punggungnya.
“Hei...” ucap sebuah suara sopran.
Pemuda tampan itu membalikkan tubuh. Mendapati Renna berdiri di belakangnya. Wajah cantiknya dihiasi senyuman.
“Aku baru selesai tugas,” katanya.
“Kamu mau nyanyi ya? Lanjutkan...aku juga mau.”
Intro berlanjut. Kemudian mengalirlah suara sopran dan barithon itu membawakan lagu.
ku tatap dua bola matamu
tersirat apa yang kan terjadi