Mohon tunggu...
Latifah Kurniawati
Latifah Kurniawati Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Suka membaca buku

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Hukum Perdata Islam di Indonesia

21 Maret 2023   21:20 Diperbarui: 21 Maret 2023   22:21 84
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

1.Hukum Perdata Islam di Indonesia

  Hukum perdata Islam di Indonesia adalah hukum yang mengatur hak dan kewajiban perseorangan dengan menggabungkan antara hukum Islam dan hukum negara. HPII merupakan hukum positiv di Indonesia atau peraturan perundang-undangan. Dan juga hukum perdata Islam di Indonesia merupakan hukum yang mengatur sebagian urusan umat islam di Indonesia.

2 . Prinsip Perkawinan menurut UU No. 1 Tahun 1974 dan KHI

   Menurut UU no. 1 tahun 1974 prinsip-prinsip perkawinan diantaranya (1) Tujuan perkawinan adalah membentuk keluarga yang bahagia dan kekal; (2) Sahnya perkawinan sangat tergantung pada ketentuan hukum agama dan kepercayaan masing-masing; (3) Asas monogami; (4) Calon suami dan istri harus telah dewasa jiwa dan raganya;

(5) Mempersulit terjadinya perceraian; (6) Hak dan kedudukan suami istri adalah seimbang.Sedangkan prinsip perkawinan menurut KHI adalah sebagai berikut : a. Perkawinan berdasar dan untuk menegakkan hukum Allah b. Ikatan perkawinan adalah untuk selamanya c. Suami sebagai kepala rumah tangga, isteri sebagai ibu rumah tangga, masing masing bertanggung jawab. d. Monogami sebagai prinsip, poligami sebagai pengecualian.

3. Akibat perkawinan tidak dicatatkan secara sosiologis, religius dan yuridis

   SOSIOLOGIS. perkawinan yang tidak dicatatkan akan berakibat merugikan baik secara individu ataupun masyarakat. secara sosiologis akibat dari tidak dicatatnya perkawinan adalah masyarakat tidak menegtahui bahwa telah menikah, akan menimbulkan fitnah, banyak pandangan yang tidak baik dari masyarakat, karena pada dasarnya perkawinan harus diumumkan supaya tidak menimbulkan hal-hal yang tidak diinginkan. RELIGIUS. selain sosiologis akibat lainnya yang ditimbulkan dari tidak dicatatnya perkawinan adalah secara religius(agama). 

Pencatatn perkawinan bertujuan untuk menghindari segala macam hal-hal yang tidak diinginkan. Agama mengatur kegiatan manusia dengan sebaik-baiknya, maka jika perkawinan tidak dicatatkan menurut agama hal itu akan berakibat, tidak ada kekuatan hukum, dalam pengurusan hak-hak anak akan mendapat kesulitan, tidak dianjurkan menurut agama. YURIDIS.

Secara hukum akibat perkawinan tidak dicatatkan hampir sama dengan akibat secara religius, akan tetapi ada beberapa yang berbeda diantaranya, tidak terdaftar dalam pengadilan agama(negara), jika mengajukan suatu perceraian atau pembagian warisan akan mendapat kesulitan, tidak mendapat kekuatan hukum, hak-hak anak dan istri tidak bisa diperjuangkan(susah).

 

4. Perkawinan wanita hamil menurut ulama dan KHI

  Perkawinan wanita hamil menurut ulama diantaranya ulama 4 madzhab.

Menurut hanafiyyah pernikahan wanita hamil tetap sah meskipun menikahnya dengan laki-laki yang menghamilinya ataupun tidak. Sedangkan menurut malikiyyah pernikahan sah jika dilakukan hanya dengan laki-laki yang menghamilinya dalam kategori sudah bertaubat dan tidak boleh melakukan jima' sampai melahirkan. Sedangkan menurut imam syafi'i adalah pernikahan tetap sah meskipun menikah dengan laki-laki yang bukan menghamilinya. 

Dalam pendapat madzhab imam syafi'I ini bahwa wanita yang berzina tidak memiliki masa iddah dan tetap sah bila menikahinya. Ada juga yang berpendapat bahwa boleh menikah setelah melewati masa haid dan suci, dan tidak boleh dikumpuli sebelum melewati masa istibra'. Sedangkan menurut KHI perkawinan wanita hamil disebutkan pada Bab VIII Pasal 53 ayat 1, 2 dan 3 yaitu : pasal 1. Seorang wanita hamil diluar nikah dapat dikawinkan dengan pria menghamilinya; pasal 2. 

Perkawinan dengan wanita hamil yang disebutkan pada ayat (1) dapat dilangsungkan tanpa menunggu lebih dahulu kelahiran anaknya. Pasal 3. Dengan dilangsungkannya perkawinan pada saat wanita hamil tidak diperlukan perkawinan ulang setelah anak yang dikandung lahir. Dalam hal ini tidak ada larangan atu kebolehan wanita hamil(diluar nikah) untuk menikah. 

5. Upaya untuk menghindari perceraian

   Ada beberapa konsekuensi yang harus diterima jika sesorang hendak melakukan perkawinan, salah satunya yaitu perceraian. Seringkali kita menemukan beberapa perkara perceraian dan alsannya juga berbeda-beda. Ada yang bercerai karena merasa tidak cocok, ada yang bercerai karena menikah pada usia dini, ada yang bercerai karena ekonomi dan masih banyak lagi alasan-alasan orang melakukan perceraian. Adapun upaya-upaya untuk menghindarinya adalah sebagai berikut: 

Menjaga keharmonisan keluarga

Saling memahami antar pasangan

Tidak memikirkan diri sendiri (egois)

Mengikuti kajian-kajian pra nikah

Usia nikah yang sudah dewasa dan mampu

Mampu melengkapi satu sama lain

Menghargai dan menghormati kekurangan dan kelebihan pasangan

Sering konsultasi kepada mediator

Tidak membicarkan perihal rumah tangga kepada orang lain

Menghindari kekerasan dalam rumah tangga

Berserah diri kepada Allah

6. Hukum perkawinan Islam di Indonesia (review buku)

Judul: Hukum Perkawinan Islam di Indonesia, Penulis: Prof. DR. Amir Syarifuddin

Buku yang ditulis oleh Prof.Dr. Amir Syarifudin ini menjelaskan bahwa perkawinan di Indonesia diatur dalam 2 hukum, hukum Indonesia(UU no 1 tahun 1974)dan hukum islam(fiqh munakakhat). Dalam setiap hukum menjelaskan hal-hal yang berkaitan dengan perkawinan. Mulai dari proses perkawinan, jenis-jenis nya, dan juga membahas tentang perceraian dan ruju'. Buku ini sangat komplit dan menjelaskan dengan jelas apa saja informasi tentang perkawinan dan yang lainnya

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun