Mohon tunggu...
latifa andriani
latifa andriani Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswi

mahasiswi UIN Raden Mas Said Surakarta

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Review Buku " Hukum Keluarga Islam di Indonesia" Karya Dr. Mardi

11 Maret 2024   14:27 Diperbarui: 11 Maret 2024   14:32 194
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Hukum Keluarga Islam di Indonesia

Karya Dr. Mardi

 

Latifa Andriani 

 

Universitas Islam Negeri Raden Mas Said Surakarta, Indonesia

Abstract: 

            Hukum keluarga merupakan ilmu dalam hukum perdata yang memuat mengenai perkawinan yang terjadi antara laki laki dan perempuan yang dapat menimbulkan ikatan darah atau pernikahan. Hukum keluarga di Indonesia juga memuat proses diperadilan agama sebagai salah satu Lembaga islam yang mengatur mengenai berbagai sengketa rumah tangga. Dalam perkawinan yang membentuk keluarga segalanya diatur dalam Undang -- Undang  No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan, PP No. 9 tahun 1975 dan Kompilasi Hukum Islam. Riview ini bertujuan untuk menganalisis perkembangan hukum keluarga serta untuk mengenal lebih lanjut hal apa saja yang diatur dalam hukum islam baik dilihat dari segi Undang Undang dan Kompilasi Hukum Islam. Hasil dari mengalisis menunjukan bahwa Hukum Keluarga Islam berfokus terhadap perkawinan, perceraian, hak hak serta kewajiban suami dan istri, dan pemeliharaan anak yang dilihat dari segi agama dan hukum. Tulisan ini memuat mengenai landasan hukum islam serta undang undang dalam me  ngatur berbagai aspek yang ada dalam Upaya membentuk sebuah keluarga Bahagia.

Keywords: Perkawinan, Undang Undang, Keluarga

Pendahuluan 

            Keluarga dalam islam merupakan unit terkecil dalam Masyarakat yang terbentuk karena adanya ikatan perkawinan antara laki laki dan Perempuan sehingga bisa membentuk keluarga Bahagia. Hukum keluarga islam pada dasarnya menggunakan prinsip prinsip utama dalam ajaran agama islam seperti persyaratan , prosedur dan hukum hukum yang mengatur mengenai hubungan suami istri baik dalam pemenuhan hak serta kewajiban , warisan, pemeliharaan anak dan masalah masalah yang terkait didalamnya.

            Indonesia mengatur perkawinan dalam Undang Undang No. 1 tahun 1974 mengenai Perkawinan yang bertujuan untuk memberikan kepastian hukum, kesejahteraan serta perlindungan bagi keluarga. Dalam undang undang tersebut juga mengatur mengenai prosedur pencatatan perkawinan, persyaratan melaangsungkan perkawinan serta memberikan ketentuan mengenai hak dan kewajiban suami istri. UU Perkawinan merupakan undang undang yang secara khusus mengatur mengenai perkawinan dalam hukum positif dalam suatu negara yang mengacu pada ajaran agama islam dan hukum positif lainnya yang berlaku di Indonesia, yang dimana harus konsisten dengan KHI sehingga tidak bertentangan dengan ajaran islam. Aturan hukum ini berlaku untuk seluruh wilayah serta rakyat Indonesia tanpa memandang suku, agama, ras ataupun golongan. Kompilasi Hukum Islam juga mengatur mengenai hal ini dimana dalam membentuk keluarga yang bahagia mengcakup berbagai aspek, prinsip serta aturan yang berpedoman pada sumber sumber hukum dalam islam, yang bertujuan untuk memberikan pedoman dan aturan yang jelas bagi umat islam dalam menjalankan kehidupan keluarga sesuai dengan ajaran islam serta dapat membangun keluarga yang harmonis dan Bahagia. KHI merupakan suatu kitab yang mengatur mengenai berbagai aspek dalam hukum islam yang bersumber pada Al quran, hadist, qiyas dan ijtihad ulama, yang dimana penyempurnaan atau penjelasan lebih lanjut termuat dalam UU Perkawinan sehingga dapat mengikuti zaman dan kebutuhan hukum yang ada. KHI dan UU Perkawinan merupakan pedoman dalam setiap pelaksaan perkawinan dimasyarakat sehingga menjadi sumber dasar hukum kuat untuk setiap tindakan yang dilakukan dalam lingkup perkawinan, keduanya saling melengkapi serta mendukung untuk menciptakan tatanan hukum yang sesuai dengan ajaran agama serta kebutuhan masyarakat.

            Buku "Hukum Keluarga Islam di Indonesia karya" Dr. Mardi ini memberikan pemahaman mengenai perkawinan di Indonesia yang lebih baik mengenai prinsip prinsip hukum keluarga islam, serta bagaimana mengimplementasikan dalam segi sosial dan hukum Indonesia. Dengan latar belakang diatas, review buku ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran umum mengenai keseluruhan isi buku tersebut serta memberikan masukan atau evaluasi mengenai isi, kualitas serta nilai dari buku tersebut.

Hasil Diskusi 

Review buku Hukum Keluarga Islam di Indonesia 

  • Karya : Dr. Mardani
  • Cet ke 2 februari
  • Tahun : 2017
  • Penerbit : Kencana
  • Hal : 310 halaman
  • Tempat : Jakarta
  • ISBN : 978-602-0895.52.9

Ada 19 bab :

1. Tinjauan Umum Tentang Hukum Keluarga Islam

2. Pendahuluan Dalam Pernikahan

3. Dasar Dasar Pernikahan

4. Rukun dan Syarat Perkawinan

5. Pencatatan Perkawinan dan Tatacara Perkawinan Serta Akta Perkawinan

6. Larangan Perkawinan

7. Perjanjian Perkawinan

8. Kawin Hamil

9. Poligami

10.Pencegahan Perkawinan

11. Pembatalan Perkawinan

12. Hak dan Kewajiban Suami dan Istri

13. Harta Kekayaan dalam Perkawinan

14. Pemeliharaan Anak

15. Perwalian

16. Asal Usul Anak

17. Putusnya Hubungan Perkawinan

18. Rujuk

19. Waktu Tunggu ( Masa Iddah)

Review buku :

Dalam buku ini yang berjudul Hukum Keluarga Islam di Indonesia lebih menonjolkan pada aspek perkawinan menurut islam, secara garis besar perkawinan dalam buku ini sudah sangat lengkap mulai dari pernikahan, poligami, pembatalan perkawinan, perwalian, putus, rujuknya perkawinan, pemeliharaan anak serta masa iddah. Dalam buku ini penulis menggunakan gaya bahasa yang beragam mulai bahasa indonesia, inggris dan arab, dibuku ini juga dicantumkan beberapa arti ayat dan undang undang mengenai hal yang berkenaan dengan perkawinan.

Dalam bab 1 mengenai tinjauan umum tentang hukum keluarga dalam bab ini lebih banyak mengenalkan istilah istilah hukum dalam bahasa asing. Dalam bab ini dituliskan mengenai hal hal dasar hukum keluarga yang dimana ada 9 sub bab yaitu istilah menyebut HKI, pengertian hukum keluarga, urgensi, ruang lingkup, sifat dan hakikat hukum keluarga, kompetensi absolut peradilan agama, manfaat mempelajari, perkembangan regulasi hukum keluarga islam di indonesia. Dalam bab ini terdapat beberapa pengertian hukum keluarga menurut para ahli. Hukum keluarga dalam berbagai Bahasa memiliki perbedaan tetapi dalam islam hukum keluarga dikenal dengan sebutan al ahwal al syakhsyiyah. Hukum keluarga adalah suatu struktur ikatan melalui hubungan darah atau ikatan perkawinan dengan tujuan membentuk suatu keluarga yang Bahagia lahir dan batin. Dalam hukum kelurga menakup ruang lingkup seperti perkawinan, hak dan kewajiban suami, pemeliharaan anak, masa berkabung, pemeliharaan anak dan waris, hukum islam memiliki sifat bidimensional dimana bermakna ibadah dan kemasyarakatan atau muamalah, selain sifat diatas juga memiliki sifat adil yang tercermin dalam persamaan kedudukan antara suami dan istri dimana hukum islam kembali mengangkat derajat kaum wanita dan sifat yang terakhir adalah indivdualistik dan kemasyarakatan.

Bab 2 mengenai Pendahuluan dalam Pernikahan, dalam bab ini hanya ada 2 sub bab yaitu pertimbangan dalam pemilihan jodoh dan peminangan ( khitbah) . Pertimbangan pemilihan jodoh dalam buku disebutkan beberapa pertimbangan yang perlu di perhatikan baik dari pihak wanita atau pihak laki laki serta disertai dengan pendapat dari beberapa ulama. Peminangan atau dalam islam disebut khitbah yaitu penyampaian kehendak untuk melakukan ikatan perkawinan, dari pihak laki laki kepada pihak Perempuan yang akan dipinang menjadi istri. Tujuan diadakannya peminangan agar antara calon kedua belah pihak dapat mengenal, serta hikmah yang bisa didapat adalah untuk lebih menguatkan ikatan perkawinan yang diadakan sesudah itu. Menurut ulama hukum peminangan ini adalah tidak wajib serta terdapat beberapa ketentuan pemingangan, dalam peminangan laki laki yang meminang bisa melihatnya untuk mengetahui identitas wanita yang akan dikawinkannya.

Pada bab 3 membahas mengenai Dasar Dasar Hukum Perkawinan, dimana menurut pandangan ulama nikah muta'akhirin nikah adalah akad yang memberikan faedah hukum kebolehan mengadakan hubungan keluarga suami istri dan mengadakan tolong menolong serta memberikan hak bagi pemilik dan pemenuhan kewajiban masing -- masing. Perkawinan dapat dilihat dari berbagai aspek seperti hukum, segi social, dan segi agama, perkawinan dianjurkan dalam al quran dan hadist seperti dalam surah adz dzariyat 49, an nahl ayat 72, ar- ruum ayat 21. Asas asas dalam perkawinan menurut Arso Sastriatmodjo asas hukum perkawjnan dibagi menjadi :

1 . Asas Sukarela

2. Asas Partisipasi Keluarga

3. Asas Perceraian Dipersulit

4. Asas Poligami dibatasi dengan ketat

5. Asas kematangan sosial

6. Memperbaiki Derajat Kaum Wanita

Sedangkan hukum melangsungkan perkawinan menurut ulama adalah sunnah tetapi juga ada yang mengatakan wajib seperti pendapat Abu Daud az - Zahiri. Tetapi pernikahan bisa menjadi sunnah apabila dengan pernikahan menjadikan dia mendapatkan pahala. Menjadi wajib apabila dari segi biaya dan jasmaniahnya sudah sangat mendesak untuk melakukan perkawinan sehingga apabila dia tidak kawin maka akan menjerumuskan kepada hal hal yang tidak diinginkan. Hukumnya menjadi makruh apabila seseorang dipandang dari pertumbuham jasmaninya telah memungkinkan untuk kawin tetapi tidak dalam keadaan mendesak dan belum ada biaya untuk hidup. Hukumnya menjadi haram apabila seorang laki laki telah mengawini seoramg wanita dengan maksud mengolok olok dan menganiayanya. Maka dari itu hikmah dilakukan perkawinan sangat banyak seperti menghindari perzinaan, menghindari penyakit kelamin, pernikahan merupakan setengah dari agama dan mengeratkan tali silahturahmi

Bab 4 memuat mengenai Rukun dan Syarat Perkawinan, adapun rukun dari perkawinan adalah

1. Adanya calon laki laki

2. Adanya calon perempuan

3. Wali

4. 2 orang saksi

5. Ijab dan qabul

Sedangkan syarat pernikahan bagi laki laki adalah :

1. Bukan mahrom dari laki laki

2. Tidak terpaksa

3. Jelas orangnya

4. Sedang tidak ihram

 Sedangkan untuk pihak perempuan adalah :

1. Tidak ada halangan hukum

2. Atas kemauan sendiri

Wali memiliki kedudukan dalam perkawinan yang harus ada dan tidak akan sah akad perkawinan apabila tidak dilakukan oleh wali. Sedangkan syarat wali adalah :

  • laki laki,
  • baligh,
  • berakal,
  • tidak terpaksa,
  • adil dan
  • tidak sedang ihram.

Wali dibagi menjadi 2 yaitu wali nasab dan hakim. Dalam pernikahan juga terdapat saksi dengan syarat laki laki, baligh, berakal, dapat melihat dan mendengar, tidak dipaksa, tidak sedang melaksanakan ihram, memahami apa itu ijab dan qabul . Pelaksanaan ijab dan qabul juga terdapat syaratnya, menurut KHI yaitu ijab dan qabil antar wali dan calon harus jelas dan tidak berselang waktu, akad nikah dilaksanakan sendiri secara pribadi oleh wali nikah dan dapat diwakilkan kepada orang lain, dan yang berhak mengucapkan kabul adalah calon mempelai pribadi kecuali hal hal tertentu . Mahar atau maskawin adalah pemberian seorang suami kepada calon istri sebelum, sesudah atau pada waktu berlangsungnya akad nikah sebagai pemberian wajib. Tujuan adanya mahar adalah jalan menjadikan istri berhati senang dan ridha, memperkuat hubungan dan menumbuhkan tali kasih sayang serta memperhatikan dan menghargai kedudukan wanita. Mahar sendiri memiliki beberapa jenis baik dari segi kualifikasi atau klasifikasi, dilihat dari segi kualifikasi dibagi menjadi dua yaitu berupa barang dan jasa sedangkan dari segi klasifikasi ada mahar musamma ( mahar yang disepakati kedua belah pihak ) dan mitsil ( mahar yang tidak disebutkan nilainya ). Mahar sendiri memiliki ketentuan dan tujuan yang yang termuat dalam KHI yang bertujuan menertibkan masalah mahar, kepastian hukum, etik mahar dan ketertiban.

Pada bab 5 mengenai pencatatan dan tata cara perkawinan serta akta perkawinan yang dimana dijelaskan bahwa pencatatan perkawinan merupakan pengadministrasian dati perkawinan yang dilakukan oleh Pegawai Pencatat Nikah (PPN) yang berada di KUA diwilayah calon pengantin melaksanakan perkawinan secara islam dan dikantor KCS bagi non muslim. Hal ini tercantum dalam UU No. 1 tahun 1974 pasal 2 ayat 2 serta Peraturan Pemerintah ( PP) No. 9 tahun 1975 mengenai peraturan pelaksanaan UU No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan pasal 2 sampai dengan 9. Pencatatan perkawinan memiliki tujuan dan manfaat didalamnya, Adapun tujuannya adalah memberikan kepastian hukum dan perlindungan bagi pihak yang melangsungkan perkawinan. Manfaat adanya pencatatan perkaiwnan adalah alat bukti yang sah bahwa kedua belah pihak telah melaksanakan perkawinan serta kepastian hukum, tetapi masih banyak perkawinan yang belum dicatatatkan yang dapat memiliki dampak negative seperti perkawinan tersebut tidak memiliki kekuatan hukum dan apabila dikemudian hari terjadi pelanggaran maka tidak dapat menuntut secara hukum. Tata cara perkawinan diatur dalam Peraturan Pemerintah ( PP) No 9 tahun 1975 pasal 10 dan 11 sedangkan akta perkawinan diatur dalam Pasal 12 dan 13.

Bab 6 mengenai Larangan Perkawinan atau yang disebut juga dengan Mahram, larangan ini ada 2 kategori yaitu larangan abadi ( muabbad ) yang haram dilakukan pernikahan untuk selamanya seperti ibu, anak, saudara, saudara ayah, saudara ibu anak dari saudara laki laki dan perempuan serta larangan tertentu ( muaqqat'  atau ghairu muaqqat ' ) yaitu perkawinan yang dilarang sementara yang disebabkan oleh hal tertentu, larangan ini berlaku untuk

1. Mengawini 2 saudara salam 1 masa

2. Poligami diluar batas

3. Larangan karena ikatan perkawinan

4. Karena talak 3

5. Karena ihram

6. Karena perzinahan

7. Beda agama

Adapun jenis jenis perkawinan yang dilarang yaitu nikah mut'ah yaitu  nikah yang dibatasi oleh waktu atau nikah kontrak, hukumnikah ini menurut para ulama berbeda pendapat ada yang mengharamkan dan ada yang memperbolehkan. Dampak negatif dari perkawinan ini adalah pelecehan bagi martabat kaum wanita dan bertentangan dengan UU. Nikah yang dilarang selanjutnya adalah Nikah Muhail ( Tahlil) yaitu menghalalkan sesuatu yang haram menjadi halal, hukum dari adanya pernikahan ini adalah haram. Selanjutnya Nikah Syighar yaitu seorang laki laki mengawinkan anak perempuannya dengan ketentuan laki laki lain itu mengawinkan pula anak perempuannya dan tidak ada mahar diantara keduanya serta hukumnya adalah haram.

Bab 7 mengenai Perjanjian perkawinan merupakan akad yang dibuat oleh pasangan calon pengantin sebelum perkawinan dilangsungkan yang bersifat mengikat hubungan perkaiwnan kedua belah pihak. Hukum dari perjanjian ini adalah mubah atau boleh, perjanjian ini diatur dalam UU perkawinan No 1 tahun 1974 pada pasal 29 UU No 1 tahun 1974. Sedangkan dalam KHI ketentuan dalam UU Perkawinan dianggap kurang memadai sesuai ketentuan zaman, apabila dibuat maka perlu menjabarkan lebih lanjut mengenai aturan perjanjian perkawinan dengan bentuk taklik dan perjanjian lain asal tidak bertentangan dengan hukum islam.

Bab 8 mengenai Kawin Hamil ( at tazawuz bi al hamil) yaitu perkawinan yang terjadi oleh seorang pria dengan seseorang yang sedang hamil yaitu hamil terlebih dahulu atau dihamili oleh orang lain baru dikawini oleh orang yang bukan yang menghamilinya. Ulama berpendapat bahwa hukumnya adalah boleh serta dalam KHI diatur dalam pasal 53.

Bab 9 membahas mengenai Poligami ( ta' addud al zawaj)  atau seorang suami memiliki istri lebih dari satu orang. Dalam UU Perkawinan dan PP No 9 Tahun 1975 Tentang Pengaturan Pelaksana UU No 1 tahun 1974 tentang perkawinan dijelaskan bahwa UU Perkawinan Menganut Asas Monogami , Alasan Poligami , Syarat Poligami , Prosedur Poligami.

Sedangkan dalam KHI poligami diatur ketentuannya seperti

1. Maksimal istri 4

2. Suami mampu berlaku adil

3. Mendapatkan izin dari Pengadilan Agama

4. Pengadilan memberikan izin dengan syarat

5. Izin harus dipenuhi seperti termuat dalam pasal 5 UU No 1 tahun 1974

6. Persetujuan tidak diperlukan apabila istri tidak mungkin diminta persetujuan

7. Apabila istri tidak memberikan izin maka pengadilan menetapkan pemberian izin setelah memeriksa dan mendengar istri.

Bab 10 mengenai Pencegahan Perkawinan yang merupakan upaya menghalamgi berlangsungmua perkawinan yang akan dilaksanakan yang disebabkan oleh adanya larangan perkawinan dalam perudang undangan maupun hukum islam. Tujuan dari hal ini adalah menghindari suatu perkawinan yang dilarang hukum islam dan peraturan perundang undangan, serta dapat dicegah apabila tidak memenuhi persyaratan. Adapun orang yang dapat mencegah perkawinan diatir dalam pasal 14 UU Perkawinan serta dalam KHI pada pasal 62 sampai 64.

Bab 11 mengenai Pembatalan Perkawinan yang dimana Nikah Fasid yaitu nikah yang tidak memenuhi salah satu syarat  dan Batil  yaitu nikah tidak memenuhi rukun dapat dibatalkan. Jenis jenis perkawinan yang dapat dibatalkan diatur dalam Pasal 24 sampai 27 UU No 1 tahun 1974 mengenai perkawinan dan Pasal 23 UU No 1 tahun 1974 mengenai Pihak pibak yang berhak mengajukan pembatalan perkawinan yang diajukan ke Pengadilan Agama.

Bab 12 mengenai Hak dan Kewajiban Suami dan Istri  yang dimana hak merupakan apa apa yang diterima lleh seseorang dari orang lain sedangkan kewajiban adalah apa yang mesti dilakukan seseorang terhadap orang lain yang dimana dalam hal ini adalah suami istri . Dalam UU diatur dalam Pasal 30 sampai 34 UU No 1 tahun 1974 Perkawinan  dan dalam KHI  diatur dalam Pasal 77 sampau 84.

Bab 13 mengenai Harta Kekayaan Dalam Perkawinan atau syirkah adalah harta yang diperoleh baik sendiri atau bersama suami istri selama ada ikatan perkawinan. Harta Perkawinan diatur dalam UU No 1 tahun 1974 pada pasal 35 sampai 37 sedangkan dalam KHI pada pasal 97.

Pada bab 14 membahas mengenai Pemeliharaan Anak atau Hadanah yaitu merawat dan mendidik seseorang yang belum mumayiz atau yang kehilangan kecerdasannya karena tidak mampu memenuhi keperluannya sendiri dan menurut ulama sepakat bahwa hukumnya adalah wajib yang dimana dasar dari hal ini adalah QS Al Baqarah ayat 233. Adapun rukun serta syarat yang harus ada dalam pemeliharaan anak yaitu rukun Hadnih ( orang tua yang memelihara atau mengasuh) dan Mahdhun ( anak yang diasuh), mengenai Hadnih terdapat syarat syarat didalamnya seperti sudah dewasa, berpikir sehat, beragama islam, adil serta syarat mahdhun adalah masih usia kanak kanak dan belum dapat berdiri sendiri dalam mengurus hidupnya dan berada dalam keadaan tidak sempurna akalnya meskipun telah dewasa. Pemeliharaan Anak dalam UU diatur dalam pasal 41 UU Perkawinan serta dalam pasal 44 - 47 , sedangkan dalam KHI diatur dalam pasal 98, 104, 105 dan 106.

Bab 15 membahas megenai Perwalian yaitu kewenangan yang diberikan kepada seseorang untuk melakukan sesuatu perbuatan hukum sebagai wakil untuk kepentingan dan atas mama anak yang tidak mempunyai kedua orang tua atau keduanya masih hidup tetapi tidak cakap melakukan perbuatan hukum. Perwalian ini dalam islam diatur salam quran surah al baqarah ayat 282, An Nisa ayat 5 dan 6, sedangkan dalam UU Perkawinan diatur dalam pasal 50 - 54 dan dalam KHI diatur dalam pasal 107 - 112 .

Bab 16 mengenai Asal Usul Anak yang diatur dalam UU Perkawinan pasal 42 sampai 44 serta diatur dalam KHI yang dimana lebih diperinci ketentuannya daripada dalam UU perkawinan, dimana diatur dalam pasal 99 s/d pasal 103.

Pada bab 17 berisi mengenai Putusnya Hubungan Perkawinan baik Talak atau cerai. Talak adalah melepaskan ikatan atau mengurangi pelepasan ikatan dengan menggunakan kata kata yang ditentukan, dasar hukum talak sendiri adalah Al Quran surah Al Baqarah ayat 229, hadist, ijma dan qiyas. Hukum talak sendiri adalah mengalami perbedaan pendapat menurut Hanafi dan Hambali adalah dilarang ( makruh) kecuali darurat. Hukumnya bisa menjadi wajib apabila terjadi perselisihan terua menerus yang tidak bisa didamaikan, menjadi haram apabila talak tidak mempunyai alasan, dan bisa menjadi mubah apabila ada kebutuhan misalnya istrinya berkarakter buruk yang tidak bisa disembuhkan. Apapun alasan perceraian menurut kitab fiqh adalah terjadinya nusyuz dari pihak istri, nusyuz suami terhadap istri, terjadinya syikak, dan salah satunya melakukan perbuatan zina. Dalam UU perkawinan diatur dalam pasal 38 sampai 40 sedangkan dalam KHI pada pasal 113 sampai 128 serta tata cara perceraian menurut PP No 9 tahun 1975 dimuat dalam pasal 14 sampai 36. Berbeda dengan KHI yang dimana tata cara perceraian dimuat dalam pasal 129 sampai 148.

Bab 18 mengenai Rujuk yang artinya kembali sedangkan menurut istilah adalah kembalinya suami kepada hubungan nimah dengan istri yang telah dicerai raj'i dan dilaksanakan selama istri dalam masa iddah. Dalam KHI hal ini atur dalam pasal 163 sampai 166 dan tata cara rujuk diatur dalam pasal 167 sampai 169.

Bab 19 mengenai Masa Idaah atau Waktu Tunggu  yang dimana merupakan masa menunggu bagi wanita dengan jangka waktu tertentu menurut ketentuan syariat dan menahan diri untuk tidak kawin setelah bercerai dengan suaminya. Ketentuan masa tunggu dalam UU Perkawinan diatur dalam pasal 11 dan PP No 9 tahun 1975 pasal 39. Sedangkan dalam KHI diatur dalam pasal 153 sampai 155 yang bersumber dari al quran pada surat al Ahzab ayat 49, al Baqarah ayat 234, at Thalaq ayat 4 dan al Baqarah ayat 228.

" Hukum Keluarga Islam di Indonesia " karya Dr Mardi merupakan buku yang membahas mengenai hukum kelaurga islam dalam konteks di Indonesia dan memberikan pemahaman mengenai norma norma tentang hukum islam dalam kehidupan sehari hari. Adapun kelebihan serta kekurangan dari buku ini seperti :

Kelebihan :

  • Menurut saya buku ini memberikan pemahaman mengenai hukum keluarga islam yang dimulai dari konsep dasar sehingga dengan muda dapat memahami hukum secara jelas.
  • Menurut saya buku ini juga memberikan referensi yang kuat mengenai argumennya melalui penambahan undang undang yang dicantumkan dibagian akhir buku yang dimasukkan dalam lampiran lampiran yang berada di halaman 183 hingga 306.
  • Beberapa istilah menggunakan kata asing yaitu Bahasa arab yang memberikan point tambahan agar kita dapat juga mengetahui istilah istilah asing, kata kata tersebut seperti :

  • Kawin hamil ( At tazawuz bi al- hamil )
  • Persyaratan dalam perkawinan ( asy- syuruth fi al nikah )
  • Poligami ( ta' addud al zawaj)

  • Dalam buku ini juga menyajikan mengenai hal hal dalam perkawinan yang dilihat dari segi agama islam, Undang undang serta dalam kompilasi hukum islam ( KHI).
  • Buku ini memberikan sudut pandang hukum keluarga islam dari sudut pandang agama seperti mrngutip dari ayatvayat al quran dan hadist.

Kekurangan :

  • Menurut saya buku ini masih memiliki kekurangan dari segi Bahasa yang terlalu teknis sehingga dapat membuat pembaca merasa sedikit kesulitan dalam memahaminya
  • Menurut saya juga buku ini kurang dalam menjelaskan tentang penerapan hukum tersebut di Indonesia, serta pembahasan hanya terbatas terhadap undang - undang dan KHI.
  • Menurut saya dalam beberapa bab pembahasannya sangat sedikit sehingga hanya sedikit info yang di dapat, seperti dalam bab 9 mengenai Poligami, bab 16 mengenai Asal Usul Anak lalu bab 19 mengenai Masa Iddah.

Kesimpulan

            Dalam buku ini dapat memberikan kita gambaran mengenai hal hal dalam perkawinan yang dapat dilihat dari segi agama, Undang Undang serta KHI ( kompilasi hukum islam ). Buku ini memberikan sudut pandang hukum keluarga islam dari sudut pandang agama seperti mengutip dari ayat- ayat al quran dan hadist. Pemahaman serta konsep dasar perkawinan ditonjolkan dalam buku ini tetapi tidak begitu memberikan penjelasan mendalam. Buku ini sangat direkomendasikan bagi mahasiswa yang dapat memberikan referensi agar menambah pengetahuan mendalam mengenai hukum di Indonesia.   

Disusun oleh : Latifa Andriani ( 222121054) HKI 4B

 

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun