Mohon tunggu...
Tugu Lasara
Tugu Lasara Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Petani Nomaden

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Melahirkan Generasi Bangsa dari Keluarga Cemara

31 Juli 2015   13:05 Diperbarui: 12 Agustus 2015   04:55 366
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 

[                                                                          ["Sumber : print.kompas.com"]

Harta yang paling berharga

Adalah keluarga

Istana yang paling indah adalah

keluarga

Puisi yang paling bermakna

Adalah keluarga

Mutiara tiada tara adalah keluarga

 

Itulah sebait lirik lagu Harta Berharga. Sebuah lagu dari soundtrack film televisi Keluarga Cemara yang terkenal di era tahun 90’an. Sebuah film yang menceritakan kesederhanaan, kesabaran, dan ketabahan suatu keluarga, meski dalam keadaan ekonomi yang sulit. Sosok Emak dan Abah dengan tekun dan sabar mendidik anak-anaknya: Euis, Ara, dan Agil.  Mereka mengedepankan nilai-nilai agama, akhlak yang baik, dan kesederhanaan dalam menjalani kehidupan.

 

Keluarga memiliki banyak arti dan makna. Banyak orang secara sendiri-sendiri mengartikan keluarga. Keluarga merupakan tempat pertama kita hidup. Segala sesuatu tentang kehidupan: belajar bicara, berjalan, tata krama, agama, akhlak, tenggang rasa, silaturahmi, dan tanggung jawab, dimulai dari keluarga. Keluarga adalah landasan pacu terbaik untuk manusia sebelum mengarungi kehidupan di luar.

 

Di Indonesia, keluarga memang mempunyai tempat tersendiri. Bahkan, tiap tahun kita merayakan Hari Keluarga Nasional (Harganas). Tahun ini, Kota Tangerang Selatan menjadi tuan rumah Harganas ke XXII (1 Agustus). Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) mencanangkan pembangunan keluarga yang kuat. Sealiran dengan visi dan misi Pemerintahan Jokowi-JK yang ingin merevolusi mental sumber daya manusia (SDM) bangsa ini.

 

Keluarga bukan hanya sekedar kumpulan manusia: Bapak, Ibu, dan anak-anaknya. Cikal bakal pendidikan manusia sesungguhnya dimulai dari keluarga. Sebagian orang memaknai keluarga sebagai rumah-menyamaikan dengan sebuah bangunan tempat tinggal manusia. Di dalam keluarga, segala sendi kehidupan dari yang terkecil dan paling sederhana: tata cara berbicara, makan, tidur, beribadah, dan berdoa, hingga aturan umum yang ada di masyarakat: saling menghormati antarsesama manusia, saling tolong-menolong dalam kebaikan, dan larangan berbuat jahat kepada orang lain, diajarkan oleh kedua orang tua. Satu jawaban dari semua itu, untuk kebaikan anak. Dan,  doa yang selalu menyertai anak-anak Indonesia dari orang tua: semoga menjadi anak yang sukses, berbakti dan bermanfaat untuk nusa dan bangsa.

 

Putaran waktu bergulir mengikuti perubahan zaman. Pada masa sekarang, bumi disesaki oleh generasi Y (kelahiran 1980-1994) dan Z (1995-2010), serta siap menyusul untuk meramaikan kolong jagat adalah generasi Alpha (2011-2025). Dua generasi Y dan Z merupakan generasi yang atraktif dan gandrung terhadap teknologi. Generasi ini menuntut kecepatan dan serba instan. Kelemahannya, generasi ini sangat pembosan. Tantangan kedepan adalah banjirnya generasi Alpha. Generasi Alpha ini diprediksi akan berpendidikan tinggi, tapi materialistis dan berfokus pada gaya hidup serba teknologi. Tentu akan mengurangi pergaulan sosialnya.

 

Pada tataran kehidupan bernegara, Keluarga menjadi sumber utama membangun bangsa. Secara teori, dari keluarga yang baik akan lahir bibit alias generasi bangsa yang unggul. Namun, realitasnya tak semudah teori dan bayangan. Sekarang, tak ada yang bisa menjamin bergaulan yang bebas di luar rumah. Pergaulan yang unborder (tanpa batas) sangat besar pengaruhnya pada karakter generasi bangsa.

 

Maka, pendidikan di keluarga dan rumah menjadi kuncinya. Tidak lupa harus disinkronkan dengan dinamika kehidupan di luar, pendidikan di sekolah atau lembaga formal, dan program pemerintah. Keluarga tak bisa berjalan sendiri membangun generasi bangsa yang kuat apalagi untuk menopang pembangunan bangsa.

 

Memanfaatkan Kelebihan Generasi Y, Z, dan Alpha

 

Setiap manusia punya plus-minus, begitu pula sebuah generasi. Tiga generasi terakhir: Y, Z, dan Alpha memiliki kelebihan dalam karakter atraktif, cepat, dan komunikatif. Tinggal dari keluarga, mereduksi karakter individual dan segala sesuatu yang bergerak sendiri baik di ruang terbuka dan tertutup dengan kemajuan teknologi. Tentu dengan cara-cara bijak dan memberikan pemahaman bahwa bekerja sama dan saling tolong-menolong itu baik dan akan mempercepat suatu pekerjaan. Intinya, kebersamaan itu indah.

 

Keluarga juga harus kembali mengedepankan pendidikan yang seimbang antara agama atau akhlak dengan kemampuan akademik. Agama dan akhlak menjadi pegangan kepribadian dan karakter dalam bertindak antara yang baik dan buruk. Ini membuat seorang anak/generasi bangsa berpikiran jauh kedepan. Sedangkan kemampuan akademik penting sebagai bekal mengarungi masa depan, seperti pekerjaan dan lebih dari itu, turut andil membangun bangsa.

 

Keluarga adalah rumah pertama. Sekolah adalah rumah kedua. Tidak akan ada generasi terbaik jika kedua rumah itu tidak dibangun dan memiliki metode pendidikan yang baik dan modern. Dalam keluarga, keharmonisan menjadi kunci kesuksesan dalam mendidik anak. Di sekolah, anak-anak mendapatkan beragam ilmu pengetahuan, tapi jangan mengurangi ilmu-ilmu mengenai agama dan akhlak. Jika bangsa ini digambarkan sebagai bangunan yang besar, keluarga adalah pondasi-pondasinya. Maka, bangsa yang kokoh adalah yang diisi dan dibangun oleh keluarga-keluarga yang baik dan harmonis.

 

Saat ini, keluarga lebih banyak menuntut anaknya untuk berlomba-lomba mengejar prestasi tanpa memberikan pendidikan agama dan akhlak yang cukup. Cara ini membuat pola pikir anak tidak seimbang dan cenderung untuk berbuat diluar batas kewajaran ketika terkena masalah atau dalam tekanan. Agama dan akhlak adalah tembok atau benteng yang kuat bagi jiwa seseorang dalam menghadapi masalah. Mengejar prestasi akan sesuai dengan rel jika mempunyai benteng jiwa dan karakter yang kuat. Juga membuat seseorang tidak mudah goyah dan tergoda hal-hal negatif, seperti narkoba.

 

Keluarga dan pemerintah merupakan simbiosis mutualisme. Telur yang baik dilahirkan dari ayam dan proses pembibitan yang baik dan benar. Sama halnya dengan generasi bangsa yang baik dilahirkan dari keluarga dan pendidikan formal yang baik dan  diselenggarakan oleh negara atau swasta dibawah pengawasan negara. Membangun bangsa yang kuat bukan hanya menuntut keluarga untuk melahirkan generasi yang unggul, tapi juga menentukan visi dan misi untuk pendayagunaan generasi tersebut.

 

Bangsa ini sudah lama terstigma sebagai bangsa yang malas. Maka, saatnya merevolusi mental generasi Y, Z, dan Alpha yang atraktif untuk terus menjalankan karekaternya itu. karakater atraktif bisa dimanfaatkan untuk inovasi dalam menciptakan sesuatu yang baru atau yang dibutuhkan dalam pembangunan bangsa ini. Kreatifitas dan inovasi dalam bingkai atraktif hanya bisa terwujud jika pemerintah menyediakan pendidikan formal sebagai wadah menyerap semua teori/ilmu modern yang berguna dalam kehidupan.

 

Revolusi mental tak akan beranjak kemana-mana jika hanya sebuah slogan. Mental, karakter, dan kepribadian akan terbentuk jika diberikan pendidikan dan contoh perbuatan langsung dan berulang-ulang. Dan itu, hanya bisa dilakukan didalam keluarga. Setiap manusia sudah pasti selalu pulang dan kembali ke keluarga dalam keadaan apapun. Negara pun jangan hanya mau memetik buahnya saja. Negara harus mau turun tangan memberikan segala kebutuhan dalam membangun generasi bangsa yang unggul. Bukan hanya pendidikan tetapi penyaluran/tempat pengabdian bagi generasi bangsa terbaik sehingga tidak lari ke luar negeri.

 

Revolusi mental yang dicanangkan harus mengikuti dan dapat menyaring kemajuan zaman. Saat ini teknologi menjadi episentrum utama perkembangan zaman. Pemerintah dan keluarga sebagai elemen bangsa, harus menetapkan tujuan yang jelas untuk masa depan generasinya. Jangan menjadi bangsa yang konsumtif. Hal ini terkait dengan generasi saat ini dan kedepannya (Y, Z, dan Alpha) yang sangat bergantung pada gadget dan serba instan. Revolusi mental sebaiknya ditujukan pada celah yang bisa digarap pada kemajuan zaman itu sendiri. Atraktifnya generasi baru ini harus diarahkan menjadi generasi pelopor. pelopor dan pencipta.  Juga mengedepankan kesederhanaan sehingga tak menjadi generasi yang konsumtif. Jadilah yang dilahirkan keluarga dan bangsa adalah leader bukan follower.

 

 

 

 

 

 

 

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun