Mohon tunggu...
Laras Setya
Laras Setya Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Pencemaran di Malang Awal Abad 21

3 Desember 2018   21:08 Diperbarui: 3 Desember 2018   21:13 1084
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Suatu pembangunan dapat dijadikan kegiatan yang berkesinambungan dan selalu berjalan seiring dengan kebutuhan masyarakat umum. Hal itu akan beriringan dengan risiko pencemaran dan perusakan yang disebabkan oleh karena pembangunan terutama terhadap lingkungan dan sumber daya alam. Terlebih hal tersebut diperparah dengan perkembangan zaman yang semakin tidak ramah lingkungan. Perusakan lingkungan dapat dilakukan karena kurang memperhatikan ekosistem.[3] Kemudian untuk mengukur dan menentukan dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup dai antaranya dapat digunakan kriteria sebagai berikut:

Pembangunan pariwisata menghasilkan perubahan cepat di Kota Batu. Kebijakan walikota untuk membuka tempat-tempat pariwisata yang baru, seiring target Kota Batu sebagai tujuan pariwisata internasional, telah melahirkan konflik. Dalam perspektif pemerintah, pembangunan Kota Wisata menuntut dibangunnya infrastruktur-infrastruktur pendukung pariwisata, seperti: Hotel, cottage, resort, tukang pijat, karaoke, pusat oleh-oleh dan lain-lain. Berbagai fasilitas penginapan beraneka ragam berdiri, sekalipun ketersediaan hotel yang sudah cukup memadahi, tetapi bangunan hotel selalu bertambah.

Jika pada masa sebelumnya, bangunan-bangunan itu tersentral pada satu kecamatan, tetapi kini mulai tersebar merata pada tiga kecamatan. Bisa disimpulkan, mulai maraknya perubahan fungsi lahan baik sebagai tempat wisata maupun pembangunan hotel, lahan pertanian-perkebunan "disulap" menjadi bangunan pendukung infrastruktur pariwisata. Perkembangan daerah Malang Raya yang menjadi kota wisata juga berdampak pada lingkungan daerah tersebut. Salah satuya pada tahun 2013 pembangunan Hotel The Rayja yang menimbulkan polemik. HAl tersebut dikarenakan dibangun pada salah satu sumber air Gemulo di Bumiaji, Kota Batu. Rencana pemerintah Kota Batu untuk memberikan izin berdirinya hotel dikawasan sumber air Umbulan Gemulo memicu ketidaksetujuan masyarakat lokal. Dengan tergabung dalam Forum Masyarakat Peduli Sumbermata air (FMPMA), masyarakat mengorganisir diri untuk menentang kebijakan pemerintah tersebut. Ketidakpuasan atas daya dukung alam/lingkungan yang kian mengkuatirkan masyarakat.

 Persoalan konflik ini dipicu oleh rencana pembangunan Hotel The Rayja di Dusun Cangar, Desa Bulukerto, Kecamatan Bumiaji, Kota Batu. Keadaan yang dipersoalkan antara pemerintah, pihak hotel maupun masyarakat lokal mengingat lokasi Hotel yang berdekatan dengan  sumber mata air. Bahkan, jaraknya cukup dekat yakni 150 m dari sumber air yang besar di Kota Batu, yakni Sumber Umbulan Gemulo. 

Dimana sumber air ini digunakan oleh lebih dari satu pihak seperti untuk kebutuhan air minum, yakni Dusun Cangar, Desa Bulukerto, Desa Bumiaji dan PDAM Kota Batu. Sementara itu, untuk kebutuhan pertanian, untuk Desa Sidomulyo dan Desa Pandanrejo. Perbedaan persepsi tentang ruang inilah yang kemudian memicu konflik sumber daya alam. Masing-masing pihak juga memiliki klaim kebenaran atas fakta rencana pembangunan hotel.  

Bagi masyarakat sekitar, pembangunan hotel ditolak, sebab ia akan memicu terjadinya kelangkaan sumber mata air. Bagi masyarakat, desa-desa di Kecamatan Bumiaji sudah mengalami kelangkaan air, hal ini yang nantinya akan diperparah dengan pembangunan hotel yang tidak sesuai dengan aturan. Disinilah masyarakat mempertanyakan perijinan yang dibuat Hotel dan dikeluarkan oleh pemerintah. Kemudian lewat gerakan penolakan yang diinisiasi FMPMA, masyarakat di sekitar hotel dan pengguna sumber Umbulan Gemulo mempertanyakan status perijinan hotel seperti yang diatur Undang-Undang, baik per-UUan daerah maupun pusat. Keterlibatan Pemerintah Kota Batu sebab pemberi ijin Pembangunan Hotel, lebih khusus Dinas-Dinas yang mengeluarkan ijin pembangunan hotel, seperti KPPT (Kantor Pelayanan & Perijinan Terpadu (KPPT) dan BAPPEDA (Badan Perencanaan Pembangunan Daerah).

 Dalam kondisi seperti ini resolusi konflik atau perdamaian bisa dilakukan dengan terlebih dahulu menghormati hak-hak masyarakat dalam mengelola sumber daya air. Bukankah, masyarakat adalah pihak sah sebagai pengelola sumber daya air di sekitar mereka? Kemudian, pada masyarakat lokal terdapat kearifan lokal dimana didalamnya memuat kebijakan lokal, pengetahuan lokal dan kecerdasan lokal.[5]

  

Dampak Pencemaran Sungai

 

Berdasarkan pemaparan beberapa kasus dan pelanggaran terkait pencemaran sungai di Malang yang dipaparkan secara rinci dalam pembahasan sebelumnya, maka pada bagian ini akan mengupas dampak dari terjadinya pencemaran sungai. Pencemaran sungai yang kerap dilakukan oleh masyarakat, baik secara sadar atau tidak tentu berimplikasi terhadap lingkungan. Pada dasarnya, pencemaran sungai di Malang terjadi bukan hanya dari Limbah Berbahaya dan Beracun (B3), namun sampah industri dan rumah tangga juga menjadi faktor penentu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun