Mohon tunggu...
Larasati Latifa
Larasati Latifa Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa/UIN Raden Mas Said Surakarta

Membaca

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Review Skripsi "Relevansi Fatwa DSN-MUI Tentang Asuransi Syariah Dengan Konsep Takaful Muhammad Abu Zahrah" oleh Attaufiqul Haq

25 Mei 2024   12:56 Diperbarui: 27 Mei 2024   19:49 192
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Ketiga, konsep takaful Muhammad Abu Zahrah tentang premi. Dalam pembayaran premi, konsep beliau menggunakan teori induksi. Teori induksi adalah sebuah penalaran yang menggunakan proposisi-proposisi partikular yang berakhir pada proses generalisasi. Sebagai contoh, salah satu instrumen konsepnya adalah pengelolaan nafkah pada sebuah keluarga dan pemberian nafkah atau sumbangan pada sanak keluarganya yang membutuhkan bantuan. Upaya tersebut serupa dengan asal usul asuransi syariah yang sifatnya adalah tolong menolong dalam tatanan sosial yaitu 'a>qilah, dimana pihak keluarga saling bergotong royong untuk mengumpulkan dana sebagai diyat atas saudaranya yang terkena kafarat membunuh. Maka, hasil akhir dari proses induksi adalah premi-premi yang ada dalam pertanggungan sosial, ada dalam asuransi sosial.

BAB III

Pada bab III ini, fokus yang dibahas adalah mengenai fatwa DSN-MUI tentang asuransi syariah di Indonesia. Perkembangan asuransi syariah tidak bisa lepas dari perkembangan asuransi konvensional yang sudah berkembang sejak lama. Dengan pertumbuhan ekonomi dan banyaknya warga Indonesia yang beragama Islam, maka permintaan asuransi juga ikut meningkat. Asuransi syariah merupakan praktek tanggung menanggung diantara sesama peserta. Ketika salah satu peserta mengalami resiko yang dipertanggungkan, maka akan mendapat klaim yang berasal dari para peserta itu sendiri.

Secara umum, berdasar fatwa No.21/DSN-MUI/X/2001 tentang pedoman umum asuransi syariah, ketika peserta asuransi ikut dalam program perusahaan asuransi syariah akan diberikan akad, Akad yang diberikan harus sesuai dengan prinsip syariah yang tidak mengandung unsur gharar, maisir, riba, dzalim, suap, barang haram dan maksiat. Dalam asuransi syariah terdapat beberapa akad, antara lain:

  • Akad tijarah adalah akad yang dilakukan dengan tujuan komersial dengan bentuk akadnya menggunakan mudarabah atau bagi hasil. Jenis akad tijarah ii dapat diubah menjadi jenis akad tabarru' apabila mendapat persetujuan kedua belah pihak. Akad tijarah ini adalah untuk mengelola uang premi yang telah diberikan kepada perusahaan asuransi syariah yang berkedudukan sebagai pengelola (Mudorib), sedangkan nasabahnya berkedudukan sebagai pemilik uang (shohibul mal). Ketika masa perjanjian habis, maka uang premi yang diakadkan dengan akad tijaroh akan dikembalikan Akad-Akad di dalam Asuransi Syariah beserta bagi hasilnya.
  • Akad tabarru' adalah semua bentuk akad yang dilkukan dengan tujuan kebajikan dan tolong-menolong, bukan semata untuk tujuan komersial. Bentuk akad tabarru'adalah hibah, dalam akad tabarru' tidak bisa dirubah menjadi akad tijarah. Dalam akad tabarru' (hibah), peserta memberikan hibah yang akan digunakan untuk menolong peserta lain yang terkena musibah. Sedangkan perusahaan bertindak sebagai pengelola dana hibah. Menurut fatwa Dewan Syari'ah Nasional No:53/DSN-MUI/III/2006 Tentang Akad Tabarru' Pada Asuransi Syari'ah menyatakan, bahwa kedudukan para Pihak dalam akad tabarru' adalah: (1) Dalam akad tabarru' (hibah), peserta memberikan dana hibah yang akan digunakan untuk menolong peserta atau peserta lain yang tertimpa musibah. (2) Peserta secara individu merupakan pihak yang berhak menerima dana tabarru' (mu'amman/mutabarra' lahu, dan secara kolektif selaku penanggung (mu'ammin/mutabarri'). (3) Perusahaan asuransi bertindak sebagai pengelola dana hibah, atas dasar akad wakalah dari para peserta selain pengelolaan investasi.  Dalam akad tabarru' wajib memuat sekurang-kurangnya:
    • kesepakatan para peserta untuk saling tolong menolong (ta'awuni
    • hak dan kewajiban masing-masing peserta secara individu:
    • hak dan kewajiban peserta secara kolektif dalam kelompok
    • cara dan waktu pembayaran kontribusi dan santunan/ klaim
    • ketentuan mengenai boleh atau tidaknya kontribusi ditarik kcmbai oleh peserta dalam hal terjadi pembatalan oleh peserta
    • ketentuan mengenai alternatif dan persentase pembagian Surplus Underwriting;
    • ketentuan lain yang disepakati (Peraturan Menteri Keuangan Nomor 18/PMK.010/2010 Tentang Penerapan Prinsip Dasar Penyelenggaraan Usaha Asuransi Dan Usaha Reasuransi dengan Prinsip Syariah)

Berdasarkan Fatwa DSN-MUI No. 21/DSN-MUI/X/2001, premi adalah kewajiban peserta untuk memberikan sejumlah dana kepada perusahaan sesuai dengan kesepakatan dalam akad.70 Premi pada asuransi syariah adalah sejumlah dana yang dibayarkan oleh peserta yang terdiri atas dana tabungan dan tabarru'.  Dana tabungan adalah dana titipan dari peserta asuransi dan akan mendapatkan alokasi bagi hasil (mud}arabah) dari pendapatan investasi bersih yang diperoleh setiap tahun. Sedangkan dana tabarru' adalah derma atau dana kebajikan yang diberikan dan diikhlaskan oleh peserta asuransi jika sewaktu-waktu akan dipergunakan untuk membayar klaim atau manfaat asuransi. Dana tabungan beserta alokasi bagi hasil akan dikembalikan kepada peserta apabila peserta yang bersangkutan mengajukan klaim, baik berupa klaim tunai maupun klaim manfaat asuransi.

Pada asuransi syariah sumber pembayaran klaim diperoleh dari rekening tabarru'. Yaitu rekening dana tolong menolong dari seluruh peserta, yang sejak awal sudah diakadkan dengan ikhlas oleh peserta untuk keperluan saudara-saudaranya apabila ada yang ditakdirkan Allah SWT meninggal dunia atau mendapat musibah kerugian materi, kecelakaan dan sebagainya. Jadi bertaka>ful adalah saling menolong dengan landasan dan sistem asuransi yang berdasarkan syariat Islam. Maka pengeluaran tabarru' benar-benar dihayati dalam konteks ibadah yaitu semata-mata hanya mengharapkan pahala dan ridha Allah SWT

BAB IV

Pada bab IV ini penulis lebih fokus pada analisis relevansi fatwa DSN-MUI tentang asuransi syariah dengan konsep takaful Muhammad Abu Zahrah. Praktik asuransi syariah tidaklah disebutkan seecara tegas dalam Al-Quran. Namun ada beberapa ayat yang mempunyai muatan nilai-nilai dasar yang ada dalam praktik asuransi, seperti nilai dasar tolong-menolong. Maka, Muhmmad Abu Zahrah lebih memilah dan memilih beberapa asuransi dengan melihat ari nilai-nilai syariah yang terkandung di dalamnya terutama asas saling tolong-menolong. Alasan yang dikemukakan beliau adalah asuransi tersebut tidak mengandung unsur yang dilarang dalam islam, sebab didalamnya terdapat madharat dan maslahat. Oleh karena itu, beliau menyatakan asuransi dibolehkan atau halal apabila bertujuan sosial dalam pengertian mampu menutupi dan memenuhi kebutuhan bagi yang tidak mampu.

Konsep takaful selaras dengan ketentuan fatwa DSN-MUI tentang asuransi syariah di Indonesia yang terus mengalami peningkatan. Dapat dikatakan selaras, karena pada konsep takaful Muhammad Abu Zahrah lebih mengutamakan nilai-nilai syariah yang terkandung didalamnya, terutama asas saling tolong-menolong (ta'awun), sehingga sesuai dengan mekanismen penerapan kontrak asuransi yang berprinnsip syariah di Indonesia, yang menggunakan akad tabarru'.

Selanjutnya, fokus pembahasan dalam bab ini juga terdapat analisis relevansi fatwa DSN-MUI tentang asuransi syariah dengan konsep pembayaran premi takaful Muhammad Abu Zahrah. Dalam pembayaran premi, Muhammad Abu Zahrah menggunakan premi-premi atas proposisi partikular yang berhubungan dengan konsepnya dalam pertanggungan atau jaminan sosial. Di dalam hadits juga dijelaskan bahwa adanya anjuran agar melaksanakan pebayaran premi asuransi dalam bentuk pembayaran dana sosial (tabarru') yang akan digunakan untuk membantu dan mempermudah urusan bagi orang atau anggota yang terkena musibah.

Upaya tersebut serupa dengan asal usul asuransi syariah yang sifatnya adalh tolong-menolong dalam tatanan sosial yaitu aqilh, dimana pihak keluarga saling bergotong royong untuk mengumpulkan dana sebagai diyat atas saudaranya yang terkena kafarat membunuh. Oleh karena itu, kebolehan asuransi itu tergantung pada sifatnya yaitu tolong-menolong, karena hal tersebut yang dikehendaki Islam. Sesuai fatwa DSN-MUI No. 21/DSN-MUI/X/2001, premi adalah kewajiban peserta untuk memberikan sejumlah dana kepada perusahaan sesuai dengan kesepakatan dalam akad.84 Selain itu, premi pada asuransi syariah merupakan sejumlah dana yang dibayarkan oleh peserta yang terdiri atas dana tabungan dan tabarru'.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun