Mohon tunggu...
Trie Yas
Trie Yas Mohon Tunggu... Jurnalis - Sehari-hari bekerja sebagai Graphic design, editing foto, editing video (motion graphic). Namun tetap menulis buat menyeimbangkan hidup.

Sehari-hari bekerja sebagai Graphic design, editing foto, editing video (motion graphic). Namun tetap menulis buat menyeimbangkan hidup.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Dua Kisah Berseberangan

18 Desember 2018   20:08 Diperbarui: 18 Desember 2018   20:18 347
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

*

Pagi itu, suasana masih sama. Lelaki itu pulang ke rumah ibunya tiap akhir tahun. Rumah itu masih sama. Bau harum dan warna dindingnya masih putih meski tampak sedikit kusam. Sejak ia tahu Ibu selalu berpura-pura. Sepenuhnya ia tak membenci Ibunya, karena Ia telah memutuskan berteman dengan kegelapan, mengikuti jejak wanita yang membesarkannya.

Namun pagi  ini Ia mencoba memulai obrolan. Menceritakan perihal seorang laki-laki yang dilihatnya lewat gambar. Meski belum pernah bertemu langsung, tetapi lelaki itu mendeteksi kemiripan gambar wajah itu dengan dirinya. Jangan salahkan jika ia mengira itu saudaranya.

Lelaki itu menyodorkan selembar kertas, gambar yang ia simpan hampir tiga tahun. Ibunya tidak menunjukkan ekspresi dan hanya berujar lirik. "Setiap orang Ia tentu memiliki tujuh rupa yang sama di dunia, kemiripan adalah hal yang biasa."

Lelaki itu memilih pindah duduk di depan, di teras yang tumbuh pohon-pohon besar, matahari masih malu-malu dan terdengar suara burung. Ia teringat perempuan yang sudah hampir tiga tahun tak bertemu. Perempuan yang pertama kali ia ajak bicara diatas perahu yang mengantar mereka (rombongan kantor) ke Pulau Seribu.

Sejak pertemuan pertama di kantor, lelaki itu merasakan sesuatu, rasa penasaran sebab perempuan itu terlalu pemalu, atau mungkin pendiam atau tipe orang yang lebih asyik dengan dunianya sendiri.

Meski di lingkungan kantor tak saling bertegur sapa ngobrol layaknya teman yang makan siang bareng, tapi lelaki itu sering memperhatikan gerak-geriknya, jam berapa biasanya dia datang dan pulang. Kebiasannya membaca, ia yang tak pernah membeli makan ke luar dan menghabiskan jam istirahat dengan membaca buku, pembawaannya yang tenang dan irit bicara membuat orang di sekitanya menganggapnya sombong.

Sampai akhirnya kesempatan ngobrol itu datang saat kantor mengadakan hunting tahunan ke Pulau Seribu. Meski ia lebih banyak berbicara dan perempuan itu hanya diam, tetapi setidaknya tampak tertarik mendengarkan.

Usaha lelaki itu tak sepenuhnya sia-sia. Ia beberapa kali berhasil mengajak perempuan itu makan dan ikut pergi ke toko buku bekas, meski perempuan itu terlalu hati hati menceritakan tentang perjalanan hidupnya.

"Aku sering mendengar orang berbicara tentang perpisahan, jika aku diberi kesempatan memilih, aku ingin sepertimu, perpisahan tanpa disengaja daripada perpisahan yang harus berusaha melahirkan lupa." ujarnya perempuan itu dengaan suara lirik saat mereka makan mie instan di pinggir jalan.

Pagi ini, lelaki itu tahu kenapa perempuan itu sering tampak sendu dan cara bicara dan sikapnya mirip ibunya. Dan mungkin benar, ia lebih beruntung daripada perempuan misterius itu. Mantan teman kerja yang dulu membuatnya penasaran.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun