Mohon tunggu...
Trie Yas
Trie Yas Mohon Tunggu... Jurnalis - Sehari-hari bekerja sebagai Graphic design, editing foto, editing video (motion graphic). Namun tetap menulis buat menyeimbangkan hidup.

Sehari-hari bekerja sebagai Graphic design, editing foto, editing video (motion graphic). Namun tetap menulis buat menyeimbangkan hidup.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Ayo ke Jakarta Biennale! Besok Hari Terakhir

16 Januari 2016   13:17 Diperbarui: 16 Januari 2016   20:31 276
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Isu gender bukan hanya bicara soal seksualitas maupun kekerasan dalam rumah tangga. Tapi juga menyuarakan suara dan aspirasi dari seniman perempuan. Selain mural ke-5 seniman perempuan, Jakarta Biennale juga mengisi ruang-ruang kota melalui proses kerja bareng komunitas di beberapa wilayah ibukota. Seperti Condet, Penjaringan, Pejagalan, Petamburan, Marunda, Jatiwangi di Jawa Barat, dan area pinggir Kali Surabaya, Jawa Timur.

[caption caption="Karya Arahmaiani (Yogyakarta), instalasi pakaian-pakaian yang setiap helainya menyimpan jejak kekearasan dari beberapa generasi."]

[/caption]Jakarta Biennale adalah wujud dari pengamatan tajam akan fenomena dalam bidang sosial budaya dan tahun ini hadir berbeda dari sebelumnya, salah satunya karena untuk pertama kali bekerjasama dengan kurator internasional, Charles Esche, Seorang kurator dan penulis asal Skotlandia. Charles telah berpengalaman sebagai kurator pada beberapa biennale seni rupa internasional seperti Gwangju, Istanbul, dan Sao Paulo.

“Jakarta Biennale sejak tahun 2009 lalu telah mampu bertransformasi dengan melibatkan publik dan ruang-ruang kota sebagai bagian dari praktek serta strategi artistiknya. Mendukung praktik-pratik seni rupa yang kritis terhadap publik dan ruang kotanya,”jelas Ade Darmawan, Direktur Eksekutif Jakarta Biennale yang berpendapat Charles Esche sosok tepat menjadi kurator Jakarta Biennale tahun ini. Selain pengalaman mumpuin juga visi artistik, sosial, dan politik. Menjadikan Jakarta Biennale sebagai platform yang memiliki peran edukasi baik secara umum yakni public dan secara khusus di wilayah praktik pengetahuan seni rupa.

Beberapa program seperti akademi, lokakarya, edukasi publik, simposium, tur biennale, dan bazar seni pun akan mewarnai perhelatan seni rupa kontemporer ini. 

 ***

[caption caption="Evelya Pritt, yang akrab disapa Epel, membuat portraiture tentang air."]

[/caption]

[caption caption="Konferensi Air Melalui karya lukis Iswadi mencoba berbicara tentang komersialisasi air."]

[/caption]

[caption caption="Pengunjung tidak hanya datang dari masyakarat sekitar tetapi para turis juga sangat antusias dengan pameran seni rupa kontemporer dua tahuanan, Jakarta Biennale."]

[/caption]Foto-foto koleksi pribadi (Trie yas) 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun