Mohon tunggu...
Lanjar Wahyudi
Lanjar Wahyudi Mohon Tunggu... Human Resources - Pemerhati SDM

Menulis itu mengalirkan gagasan untuk berbagi, itu saja. Email: lanjar.w77@gmail.com 081328214756

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Belajar dari Ilham "Bocah Ngapa(k)" agar Lugu Tidak Berubah Menjadi Bebal

26 Desember 2021   00:15 Diperbarui: 26 Desember 2021   17:03 909
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bebal itu berbeda dengan masa bodoh. Masa bodoh adalah sikap sengaja untuk tidak peduli, acuh tak acuh, bahkan melanggar aturan, norma, kebiasaan, yang sudah diketahui, dipahami, dan semestinya ditaati. 

Misalnya sudah tahu ada tulisan dilarang merokok di ruangan ber-AC, namun tetap saja merokok dengan santai dan cuek seolah tidak ada pihak-pihak lain yang terganggu.

Contoh lain misalnya orang tua yang tahu betul bahwa anak-anak membutuhkan pendidikan untuk meningkatkan harkat-martabat, dan kehidupan yang lebih baik di masa depan. 

Namun orang tua tidak mau bekerja untuk mendapatkan penghasilan demi menyekolahkan anak-anak ke jenjang pendidikan yang lebih baik. Tahu tetapi masa bodoh.

Apakah lugu, naif, bebal, dan masa bodoh ada kaitannya dengan intelegensi?

Edward Lee Thorndike seorang tokoh psikologi mengatakan bahwa intelegensi adalah kemampuan dalam memberikan respon yang baik dari pandangan kebenaran atau fakta.

Sedangkan Robert J. Stenberg mengungkapkan konsepsi orang awam mengenai intelegensi mencakup 3 faktor yaitu:

  1. Kemampuan memecahkan masalah-masalah praktis yang berciri utama adanya kemampuan berfikir logis,
  2. Kemampuan verbal atau lisan yang berciri utama adanya kecakapan berbicara dengan jelas dan lancar, dan 
  3. Kompetensi sosial yang berciri utama adanya kemampuan untuk menerima orang lain sebagaimana adanya

Gardner mengidentifikasi 7 macam intelegensi, dan salah satunya adalah intelegensi interpersonal. Yaitu intelegensi yang dipergunakan dalam berkomunikasi, saling memahami, dan berinteraksi dengan orang lain. 

Orang yang tinggi intelegensi interpersonalnya adalah mereka yang memperhatikan perbedaan diantara orang lain, dan dengan cermat dapat mengamati temperamen, suasana hati, motif, dan niat mereka. 

Intelegensi ini sangat penting pada pekerjaan-pekerjaan yang melibatkan orang lain seperti ahli psikoterapi, guru, polisi, dan profesi semacam itu.

Salah satu cara untuk menyatakan tinggi rendahnya tingkat intelegensi seseorang adalah dengan tes IQ (Intelegence Quotient) yang menampilkan angka normatif atas kecerdasan seseorang ketika dibandingkan secara relatif terhadap norma test tersebut.

Itu sebabnya kemudian kita mengenal IQ 30-69 adalah lemah mental, 70-79: lemah, 80-89: rendah, 90-109: normal, 110-119: tinggi, 120-139: superior, dan 140-169: sangat superior. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun