FENOMENA PERINGATAN DARURAT : STUDI PSIKOLOGI KOMUNIKASI TENTANG KOMUNIKASI VERBAL DAN NON VERBAL
Lanika Sari Fatimah Adawiyah 2310411073, Adhenda Khansa Maulida 2310411044, Fathan Akmal Firdaus 2310411070, Luthfi Rizal 2310411068, Muhammad Rafa Leggy Putra Effendi 2310411317
Â
ABSTRAK
Penelitian ini mengkaji fenomena "Peringatan Darurat Garuda Biru" yang viral di media sosial, dengan fokus pada dinamika komunikasi verbal dan non-verbal dalam konteks polemik politik terkait Pilkada 2024. Menggunakan Model Elaboration Likelihood (ELM) dan Teori Penilaian Sosial, studi ini menganalisis bagaimana pesan komunikasi memengaruhi persepsi dan respons masyarakat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kombinasi elemen visual yang kuat dan argumen verbal yang tajam berhasil menciptakan respons kognitif-afektif yang signifikan dalam penyebaran informasi politik.
Kata Kunci: Peringatan darurat, Komunikasi verbal, non-verbal
ABSTRACT
This study examines the phenomenon of the "Garuda Biru Emergency Warning" that went viral on social media, focusing on the dynamics of verbal and non-verbal communication in the context of political polemics related to the 2024 regional elections. Using the Elaboration Likelihood Model (ELM) and Social Appraisal Theory, this study analyses how communication messages influence public perception and response. The results showed that the combination of strong visual elements and sharp verbal arguments successfully created a significant cognitive-affective response in the dissemination of political information.
Keywords: Emergency alert, Verbal, non-verbal communication
Â
Â
PENDAHULUAN
Komunikasi dalam ruang publik telah mengalami transformasi signifikan dengan munculnya platform media sosial, menciptakan ruang baru bagi ekspresi kolektif dan partisipasi politik masyarakat. Fenomena "Peringatan Darurat Garuda Biru" yang muncul pada penghujung 2024 menjadi representasi kompleks dari dinamika komunikasi digital dalam konteks perpolitikan Indonesia.
Latar belakang munculnya fenomena ini bermula dari polemik politik yang melibatkan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait revisi aturan ambang batas pencalonan kepala daerah. Badan Legislasi (Baleg) DPR sedang mempertimbangkan langkah yang dinilai inkonstitusional, yaitu:
- Upaya mengembalikan aturan ambang batas pencalonan kepala daerah menjadi 20% kursi DPRD atau 25% perolehan suara sah dalam pemilu legislatif, yang sebelumnya telah dibatalkan MK.
- Usulan penghitungan batas usia minimal calon kepala daerah yang berbeda dari putusan MK sebelumnya.
Kondisi ini memicu respons massif dari masyarakat, yang kemudian mengekspresikan ketidaksetujuan melalui media sosial dengan menggunakan simbol Garuda Pancasila berlatar belakang biru bertuliskan "Peringatan Darurat". Gambar tersebut berasal dari tangkapan layar tayangan analog horor buatan EAS Indonesia Concept, yang secara simbolis mengkomunikasikan kondisi darurat demokrasi.
Penelitian ini bermaksud mengeksplorasi kompleksitas komunikasi dalam fenomena tersebut, dengan fokus utama pada bagaimana strategi komunikasi verbal dan non-verbal dapat membentuk persepsi publik dan menciptakan gerakan sosial digital. Pertanyaan kunci yang akan dijawab meliputi:
- Bagaimana kombinasi elemen verbal dan non-verbal mempengaruhi pemaknaan masyarakat?
- Sejauh mana simbol-simbol visual dapat mentransformasi pesan politik?
- Apa mekanisme psikologis yang terlibat dalam penyebaran pesan melalui media sosial?
Signifikansi penelitian terletak pada pemahaman mendalam tentang mekanisme komunikasi dalam ruang digital, khususnya dalam konteks mobilisasi opini publik dan ekspresi demokratis. Dengan menggunakan pendekatan psikologi komunikasi, penelitian ini tidak sekadar mendeskripsikan fenomena, melainkan menganalisis struktur dan dinamika komunikasi yang membentuk respons kolektif masyarakat.
Originalitas penelitian tercermin dari penggunaan Model Elaboration Likelihood (ELM) dan Teori Penilaian Sosial sebagai pisau analisis, yang memungkinkan pembedahan kompleks terhadap proses komunikasi di balik fenomena "Peringatan Darurat Garuda Biru". Dengan demikian, penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi teoritis dalam memahami evolusi komunikasi politik di era digital Indonesia.
KERANGKA TEORI
Kajian psikologi komunikasi membutuhkan landasan teoretis yang komprehensif untuk memahami kompleksitas proses persuasi dan respons sosial. Dalam konteks penelitian ini, dua teori utama menjadi fondasi analisis: Model Elaboration Likelihood (ELM) dan Teori Penilaian Sosial, yang secara bersinergi memberikan perspektif mendalam tentang mekanisme komunikasi dalam fenomena "Peringatan Darurat Garuda Biru".
Model Elaboration Likelihood (ELM), dikembangkan oleh Richard E. Petty dan John T. Cacioppo pada tahun 1980-an, merupakan kerangka teoritis yang revolusioner dalam memahami proses persuasi. Teori ini menjelaskan bahwa individu dapat memproses informasi melalui dua jalur berbeda: jalur sentral (central route) dan jalur perifer (peripheral route). Jalur sentral melibatkan pemrosesan informasi secara kognitif mendalam, di mana audiens menganalisis argumen dengan kritis, mempertimbangkan kualitas dan relevansi bukti yang disajikan. Dalam konteks "Peringatan Darurat", audiens yang berada di jalur sentral akan mendalam mempertimbangkan argumen konstitusional terkait putusan Mahkamah Konstitusi dan tindakan DPR.
Sebaliknya, jalur perifer berfokus pada aspek eksternal pesan yang kurang melibatkan proses kognitif mendalam. Pada jalur ini, individu lebih terpengaruh oleh isyarat peripheral seperti daya tarik visual, simbol, warna, atau kredibilitas sumber. Dalam fenomena "Peringatan Darurat", penggunaan simbol Garuda Pancasila dengan latar belakang biru merupakan contoh sempurna dari strategi komunikasi jalur perifer. Simbol nasional yang kuat secara emosional mampu menarik perhatian dan menciptakan kesan urgensi tanpa memerlukan pemahaman mendalam tentang kompleksitas isu politik yang mendasarinya.
Teori Penilaian Sosial, yang dikembangkan oleh psikolog sosial Muzafer Sherif, memberikan perspektif komplementer dalam memahami respons individu terhadap pesan. Teori ini mengajukan konsep zona penerimaan, penolakan, dan netralitas yang sangat relevan dalam konteks komunikasi political. Setiap individu memiliki rentang penerimaan (latitude of acceptance) yang berbeda-beda terkait suatu isu, dipengaruhi oleh latar belakang personal, ideologi, dan pengalaman sosial-politiknya.
Dalam zona penerimaan, individu cenderung menerima pesan yang selaras dengan keyakinan dan sikapnya. Mereka yang mendukung putusan Mahkamah Konstitusi akan dengan mudah menerima dan menyebarkan narasi "Peringatan Darurat". Zona penolakan sebaliknya mencakup individu yang memiliki sikap bertentangan, yang cenderung menolak atau bahkan melawan pesan yang disampaikan. Zona netral menjadi ruang paling menarik, di mana individu belum memiliki sikap definitif dan dapat dipengaruhi oleh kualitas komunikasi dan daya tarik simbolik pesan.
Integrasi antara Model ELM dan Teori Penilaian Sosial memungkinkan pemahaman multidimensional tentang proses komunikasi. Kedua teori ini tidak sekadar menjelaskan bagaimana pesan diserap, melainkan juga mengungkap mekanisme psikologis yang kompleks dalam pembentukan sikap dan opini publik. Dalam konteks "Peringatan Darurat Garuda Biru", kombinasi elemen visual yang kuat, argumen verbal yang tajam, dan simbol nasional yang bermakna menciptakan strategi komunikasi yang mampu menjangkau berbagai segmen masyarakat dengan cara yang berbeda.
Secara metodologis, kedua teori ini memungkinkan peneliti untuk tidak sekadar mendeskripsikan fenomena komunikasi, melainkan menganalisis struktur psikologis yang membentuk respons sosial. Penelitian ini akan mengeksplorasi bagaimana jalur sentral dan perifer berinteraksi, serta bagaimana zona penerimaan individu dapat dipengaruhi melalui strategi komunikasi yang cerdas dan sensitif terhadap konteks sosial-politik.
PEMBAHASAN
Fenomena "Peringatan Darurat Garuda Biru" mengungkap kompleksitas komunikasi digital dalam ranah perpolitikan Indonesia, di mana komunikasi verbal dan non-verbal berinteraksi secara dinamis untuk membentuk narasi kolektif. Analisis mendalam terhadap berbagai aspek komunikasi memberikan wawasan signifikan tentang mekanisme penyebaran informasi dan pembentukan opini publik.
Dimensi komunikasi verbal dalam fenomena ini menunjukkan struktur argumen yang kompleks dan strategis. Narasi utama yang dikembangkan masyarakat berfokus pada kritik terhadap tindakan DPR yang dianggap inkonstitusional. Argumen kunci seperti "DPR melanggar keputusan Mahkamah Konstitusi" dan "revisi Undang-Undang Pilkada bertentangan dengan UUD 1945" menjadi penanda penting dalam konstruksi wacana publik. Secara linguistik, penggunaan terminologi hukum dan konstitusional menciptakan kerangka rasional yang memungkinkan audiens memahami substansi persoalan di luar sekadar emosi.
Komunikasi non-verbal, terutama melalui visual simbol Garuda Pancasila berlatar belakang biru, menunjukkan efektivitas tinggi dalam mentransformasi pesan politis. Desain visual yang dipilih tidak sekadar estetis, melainkan memuat muatan simbolik yang kaya. Warna biru dengan konotasi darurat dan simbol Garuda Pancasila yang memiliki signifikansi nasional menciptakan medan komunikasi yang mampu melampaui batas-batas ideologis dan demografis.
Ditinjau dari perspektif Model Elaboration Likelihood (ELM), fenomena ini menampilkan interaksi kompleks antara jalur sentral dan perifer. Jalur perifer ditandai dengan penyebaran cepat gambar visual yang mampu menciptakan kesan emosional instan. Masyarakat yang tidak memiliki kapasitas atau motivasi untuk memproses informasi secara mendalam dapat langsung terpengaruh oleh elemen visual yang kuat. Sebaliknya, jalur sentral melibatkan kelompok masyarakat yang lebih kritis, yang melakukan pengolahan informasi secara mendalam dengan menganalisis argumen konstitusional dan implikasi politis dari tindakan DPR.
Teori Penilaian Sosial memberikan perspektif tambahan dalam memahami variasirespons masyarakat. Zona penerimaan didominasi oleh kelompok yang sudah memiliki sikap kritis terhadap lembaga legislatif, mereka dengan cepat mengadopsi dan menyebarkan narasi "Peringatan Darurat". Zona netral menunjukkan dinamika menarik, di mana simbol Garuda Pancasila berperan signifikan dalam menarik perhatian dan potensial mengubah sikap individu yang sebelumnya tidak memiliki posisi politis yang jelas.
Aspek psikologis penyebaran informasi melalui media sosial menjadi temuan kritis dalam penelitian ini. Mekanisme viralitas tidak sekadar bergantung pada kualitas pesan, melainkan juga pada kapasitas pesan untuk membangkitkan respons emosional. "Peringatan Darurat Garuda Biru" berhasil menciptakan apa yang dapat disebut sebagai "respons kognitif-afektif", di mana stimulus visual dan verbal menciptakan kesan mendalam yang secara simultan memengaruhi struktur kognitif dan emosional penerima pesan.
Analisis komparatif menunjukkan bahwa strategi komunikasi yang mengintegrasikan elemen simbolik, argumen rasional, dan trigger emosional memiliki potensi transformatif yang signifikan. Fenomena ini tidak sekadar menjadi ekspresi ketidakpuasan, melainkan juga membentuk ruang diskursif baru di mana warganegara dapat berpartisipasi dalam proses demokratis.
Implikasi teoritis dari temuan penelitian ini sangat substansial. Penelitian mengonfirmasi bahwa dalam konteks komunikasi digital kontemporer, batas antara komunikasi verbal dan non-verbal menjadi semakin cair. Simbol, warna, dan komposisi visual tidak lagi sekadar elemen estetis, melainkan telah menjadi bahasa komunikasi yang otonom dengan kapasitas persuasif yang tinggi.
Secara fundamental, "Peringatan Darurat Garuda Biru" mengejawantahkan transformasi partisipasi demokratis di era digital, di mana teknologi komunikasi memungkinkan ekspresi kolektif yang cepat, masif, dan berpotensi mempengaruhi narasi publik. Fenomena ini menandakan era baru di mana warga negara tidak sekadar penerima informasi, melainkan produsen aktif makna sosial-politik.
Â
KESIMPULAN
Fenomena "Peringatan Darurat Garuda Biru" mewakili titik kulminasi kompleksitas komunikasi digital dalam konteks demokrasi kontemporer Indonesia. Penelitian ini mengungkap mekanisme intrinsik bagaimana komunikasi verbal dan non-verbal berinteraksi secara dialektis untuk membentuk opini publik, mentransformasi kesadaran sosial, dan menciptakan ruang partisipasi demokratis yang dinamis. Temuan utama penelitian menunjukkan bahwa efektivitas komunikasi tidak lagi terbatas pada kualitas argumen verbal semata, melainkan pada kemampuan untuk menciptakan ekosistem makna yang terintegrasi. Simbol visual, dalam hal ini Garuda Pancasila berlatar belakang biru, telah menunjukkan kapasitas transformatif yang melampaui representasi tradisional. Simbol tidak sekadar menjadi medium representasi, melainkan telah menjadi instrumen aktif pembentuk narasi kolektif.
Secara teoretis, integrasi Model Elaboration Likelihood (ELM) dan Teori Penilaian Sosial memberikan perspektif multidimensional dalam memahami proses komunikasi. Penelitian mengonfirmasi bahwa individu tidak hanya menerima informasi secara pasif, melainkan terlibat dalam proses negosiasi makna yang kompleks. Jalur sentral dan perifer tidak bersifat dikotomis, melainkan saling berinteraksi membentuk spektrum respons kognitif-afektif yang kaya akan nuansa. Kontribusi signifikan penelitian terletak pada pengungkapan mekanisme psikologis di balik mobilisasi opini publik melalui media digital. "Peringatan Darurat Garuda Biru" bukan sekadar fenomena komunikasi, melainkan manifestasi dari transformasi partisipasi demokratis di era digital. Masyarakat tidak lagi dipandang sebagai konsumen pasif informasi, melainkan sebagai agen aktif yang mampu menciptakan, memodifikasi, dan menyebarkan narasi sosial-politik.
Implikasi praktis dari penelitian ini sangat substantif. Pertama, penelitian memberikan wawasan tentang strategi komunikasi yang efektif dalam konteks isu-isu sensitif. Kedua, hasil studi ini menawarkan perspektif baru tentang bagaimana teknologi komunikasi dapat dimanfaatkan untuk memperkuat partisipasi demokratis. Ketiga, penelitian menggarisbawahi pentingnya literasi digital yang komprehensif, yang tidak hanya melibatkan kemampuan teknis, melainkan juga kesadaran kritis tentang produksi dan konsumsi informasi. Meskipun demikian, penelitian ini tidak terlepas dari keterbatasan. Generalisasi temuan membutuhkan kajian komparatif dengan fenomena komunikasi digital lainnya. Selain itu, dimensi kuantitatif seperti analisis jejaring sosial dan pemetaan penyebaran informasi dapat memperkaya perspektif yang dihasilkan. Ke depan, penelitian serupa perlu mengembangkan kerangka analisis yang lebih komprehensif. Fokus pada interaksi antara ruang digital dan ruang fisik, dinamika konstruksi identitas kolektif, serta implikasi jangka panjang komunikasi digital terhadap praktik demokrasi menjadi area riset yang menjanjikan.
Pada akhirnya, "Peringatan Darurat Garuda Biru" tidak sekadar menjadi catatan sejarah komunikasi politik Indonesia. Fenomena ini menandakan transformasi fundamental dalam cara masyarakat berinteraksi, bernegosiasi, dan membentuk makna bersama di ruang publik digital. Ia menjadi potret hidup dari demokrasi yang senantiasa bergerak, berkembang, dan beradaptasi dengan dinamika teknologi dan kesadaran sosial.
REFERENSI:
Cacioppo, J. T., & Petty, R. E. (1983). Social Psychophysiology: A Sourcebook. Guilford Press.
Griffin, E. (2012). A First Look at Communication Theory. McGraw-Hill Education.
Sherif, M., & Sherif, C. W. (1969). Social Psychology. Harper & Row.
West, R., & Turner, L. H. (2018). Introducing Communication Theory: Analysis and Application. McGraw-Hill Education.
Petty, R. E., & Cacioppo, J. T. (1986). The Elaboration Likelihood Model of Persuasion. Advances in Experimental Social Psychology, 19, 123-205.
Ajzen, I. (1991). The Theory of Planned Behavior. Organizational Behavior and Human Decision Processes, 50(2), 179-211.
Carpentier, N. (2011). Media and Participation: A Site of Ideological-Democratic Struggle. Intellect Books.
Hermawan, B. (2020). Digital Political Communication in Indonesia: Trends and Challenges. Journal of Political Communication, 15(2), 45-62.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H