Mohon tunggu...
Lanika sari
Lanika sari Mohon Tunggu... Lainnya - Pelajar

Memiliki ketertarikan yang besar dalam membaca buku dan mengeksplor dunia luar

Selanjutnya

Tutup

Politik

Fenomena Peringatan Darurat : Studi Psikologi Komunikasi Tentang Komunikasi Verbal dan Non Verbal

17 Desember 2024   11:03 Diperbarui: 17 Desember 2024   11:03 23
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Analisis komparatif menunjukkan bahwa strategi komunikasi yang mengintegrasikan elemen simbolik, argumen rasional, dan trigger emosional memiliki potensi transformatif yang signifikan. Fenomena ini tidak sekadar menjadi ekspresi ketidakpuasan, melainkan juga membentuk ruang diskursif baru di mana warganegara dapat berpartisipasi dalam proses demokratis.

Implikasi teoritis dari temuan penelitian ini sangat substansial. Penelitian mengonfirmasi bahwa dalam konteks komunikasi digital kontemporer, batas antara komunikasi verbal dan non-verbal menjadi semakin cair. Simbol, warna, dan komposisi visual tidak lagi sekadar elemen estetis, melainkan telah menjadi bahasa komunikasi yang otonom dengan kapasitas persuasif yang tinggi.

Secara fundamental, "Peringatan Darurat Garuda Biru" mengejawantahkan transformasi partisipasi demokratis di era digital, di mana teknologi komunikasi memungkinkan ekspresi kolektif yang cepat, masif, dan berpotensi mempengaruhi narasi publik. Fenomena ini menandakan era baru di mana warga negara tidak sekadar penerima informasi, melainkan produsen aktif makna sosial-politik.

 

KESIMPULAN

Fenomena "Peringatan Darurat Garuda Biru" mewakili titik kulminasi kompleksitas komunikasi digital dalam konteks demokrasi kontemporer Indonesia. Penelitian ini mengungkap mekanisme intrinsik bagaimana komunikasi verbal dan non-verbal berinteraksi secara dialektis untuk membentuk opini publik, mentransformasi kesadaran sosial, dan menciptakan ruang partisipasi demokratis yang dinamis. Temuan utama penelitian menunjukkan bahwa efektivitas komunikasi tidak lagi terbatas pada kualitas argumen verbal semata, melainkan pada kemampuan untuk menciptakan ekosistem makna yang terintegrasi. Simbol visual, dalam hal ini Garuda Pancasila berlatar belakang biru, telah menunjukkan kapasitas transformatif yang melampaui representasi tradisional. Simbol tidak sekadar menjadi medium representasi, melainkan telah menjadi instrumen aktif pembentuk narasi kolektif.

Secara teoretis, integrasi Model Elaboration Likelihood (ELM) dan Teori Penilaian Sosial memberikan perspektif multidimensional dalam memahami proses komunikasi. Penelitian mengonfirmasi bahwa individu tidak hanya menerima informasi secara pasif, melainkan terlibat dalam proses negosiasi makna yang kompleks. Jalur sentral dan perifer tidak bersifat dikotomis, melainkan saling berinteraksi membentuk spektrum respons kognitif-afektif yang kaya akan nuansa. Kontribusi signifikan penelitian terletak pada pengungkapan mekanisme psikologis di balik mobilisasi opini publik melalui media digital. "Peringatan Darurat Garuda Biru" bukan sekadar fenomena komunikasi, melainkan manifestasi dari transformasi partisipasi demokratis di era digital. Masyarakat tidak lagi dipandang sebagai konsumen pasif informasi, melainkan sebagai agen aktif yang mampu menciptakan, memodifikasi, dan menyebarkan narasi sosial-politik.

Implikasi praktis dari penelitian ini sangat substantif. Pertama, penelitian memberikan wawasan tentang strategi komunikasi yang efektif dalam konteks isu-isu sensitif. Kedua, hasil studi ini menawarkan perspektif baru tentang bagaimana teknologi komunikasi dapat dimanfaatkan untuk memperkuat partisipasi demokratis. Ketiga, penelitian menggarisbawahi pentingnya literasi digital yang komprehensif, yang tidak hanya melibatkan kemampuan teknis, melainkan juga kesadaran kritis tentang produksi dan konsumsi informasi. Meskipun demikian, penelitian ini tidak terlepas dari keterbatasan. Generalisasi temuan membutuhkan kajian komparatif dengan fenomena komunikasi digital lainnya. Selain itu, dimensi kuantitatif seperti analisis jejaring sosial dan pemetaan penyebaran informasi dapat memperkaya perspektif yang dihasilkan. Ke depan, penelitian serupa perlu mengembangkan kerangka analisis yang lebih komprehensif. Fokus pada interaksi antara ruang digital dan ruang fisik, dinamika konstruksi identitas kolektif, serta implikasi jangka panjang komunikasi digital terhadap praktik demokrasi menjadi area riset yang menjanjikan.

Pada akhirnya, "Peringatan Darurat Garuda Biru" tidak sekadar menjadi catatan sejarah komunikasi politik Indonesia. Fenomena ini menandakan transformasi fundamental dalam cara masyarakat berinteraksi, bernegosiasi, dan membentuk makna bersama di ruang publik digital. Ia menjadi potret hidup dari demokrasi yang senantiasa bergerak, berkembang, dan beradaptasi dengan dinamika teknologi dan kesadaran sosial.

REFERENSI:

Cacioppo, J. T., & Petty, R. E. (1983). Social Psychophysiology: A Sourcebook. Guilford Press.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun