Mohon tunggu...
Lanika sari
Lanika sari Mohon Tunggu... Lainnya - Pelajar

Memiliki ketertarikan yang besar dalam membaca buku dan mengeksplor dunia luar

Selanjutnya

Tutup

Politik

Fenomena Peringatan Darurat : Studi Psikologi Komunikasi Tentang Komunikasi Verbal dan Non Verbal

17 Desember 2024   11:03 Diperbarui: 17 Desember 2024   11:03 24
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

PENDAHULUAN

Komunikasi dalam ruang publik telah mengalami transformasi signifikan dengan munculnya platform media sosial, menciptakan ruang baru bagi ekspresi kolektif dan partisipasi politik masyarakat. Fenomena "Peringatan Darurat Garuda Biru" yang muncul pada penghujung 2024 menjadi representasi kompleks dari dinamika komunikasi digital dalam konteks perpolitikan Indonesia.

Latar belakang munculnya fenomena ini bermula dari polemik politik yang melibatkan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait revisi aturan ambang batas pencalonan kepala daerah. Badan Legislasi (Baleg) DPR sedang mempertimbangkan langkah yang dinilai inkonstitusional, yaitu:

  • Upaya mengembalikan aturan ambang batas pencalonan kepala daerah menjadi 20% kursi DPRD atau 25% perolehan suara sah dalam pemilu legislatif, yang sebelumnya telah dibatalkan MK.
  • Usulan penghitungan batas usia minimal calon kepala daerah yang berbeda dari putusan MK sebelumnya.

Kondisi ini memicu respons massif dari masyarakat, yang kemudian mengekspresikan ketidaksetujuan melalui media sosial dengan menggunakan simbol Garuda Pancasila berlatar belakang biru bertuliskan "Peringatan Darurat". Gambar tersebut berasal dari tangkapan layar tayangan analog horor buatan EAS Indonesia Concept, yang secara simbolis mengkomunikasikan kondisi darurat demokrasi.

Penelitian ini bermaksud mengeksplorasi kompleksitas komunikasi dalam fenomena tersebut, dengan fokus utama pada bagaimana strategi komunikasi verbal dan non-verbal dapat membentuk persepsi publik dan menciptakan gerakan sosial digital. Pertanyaan kunci yang akan dijawab meliputi:

  • Bagaimana kombinasi elemen verbal dan non-verbal mempengaruhi pemaknaan masyarakat?
  • Sejauh mana simbol-simbol visual dapat mentransformasi pesan politik?
  • Apa mekanisme psikologis yang terlibat dalam penyebaran pesan melalui media sosial?

Signifikansi penelitian terletak pada pemahaman mendalam tentang mekanisme komunikasi dalam ruang digital, khususnya dalam konteks mobilisasi opini publik dan ekspresi demokratis. Dengan menggunakan pendekatan psikologi komunikasi, penelitian ini tidak sekadar mendeskripsikan fenomena, melainkan menganalisis struktur dan dinamika komunikasi yang membentuk respons kolektif masyarakat.

Originalitas penelitian tercermin dari penggunaan Model Elaboration Likelihood (ELM) dan Teori Penilaian Sosial sebagai pisau analisis, yang memungkinkan pembedahan kompleks terhadap proses komunikasi di balik fenomena "Peringatan Darurat Garuda Biru". Dengan demikian, penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi teoritis dalam memahami evolusi komunikasi politik di era digital Indonesia.

KERANGKA TEORI

Kajian psikologi komunikasi membutuhkan landasan teoretis yang komprehensif untuk memahami kompleksitas proses persuasi dan respons sosial. Dalam konteks penelitian ini, dua teori utama menjadi fondasi analisis: Model Elaboration Likelihood (ELM) dan Teori Penilaian Sosial, yang secara bersinergi memberikan perspektif mendalam tentang mekanisme komunikasi dalam fenomena "Peringatan Darurat Garuda Biru".

Model Elaboration Likelihood (ELM), dikembangkan oleh Richard E. Petty dan John T. Cacioppo pada tahun 1980-an, merupakan kerangka teoritis yang revolusioner dalam memahami proses persuasi. Teori ini menjelaskan bahwa individu dapat memproses informasi melalui dua jalur berbeda: jalur sentral (central route) dan jalur perifer (peripheral route). Jalur sentral melibatkan pemrosesan informasi secara kognitif mendalam, di mana audiens menganalisis argumen dengan kritis, mempertimbangkan kualitas dan relevansi bukti yang disajikan. Dalam konteks "Peringatan Darurat", audiens yang berada di jalur sentral akan mendalam mempertimbangkan argumen konstitusional terkait putusan Mahkamah Konstitusi dan tindakan DPR.

Sebaliknya, jalur perifer berfokus pada aspek eksternal pesan yang kurang melibatkan proses kognitif mendalam. Pada jalur ini, individu lebih terpengaruh oleh isyarat peripheral seperti daya tarik visual, simbol, warna, atau kredibilitas sumber. Dalam fenomena "Peringatan Darurat", penggunaan simbol Garuda Pancasila dengan latar belakang biru merupakan contoh sempurna dari strategi komunikasi jalur perifer. Simbol nasional yang kuat secara emosional mampu menarik perhatian dan menciptakan kesan urgensi tanpa memerlukan pemahaman mendalam tentang kompleksitas isu politik yang mendasarinya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun