Mohon tunggu...
Teacher Adjat
Teacher Adjat Mohon Tunggu... Guru - Menyukai hal-hal yang baru

Iam a teacher, designer and researcher

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Fintech Pendidikan, Solusi atau Njerumusi!?

13 Juni 2022   12:25 Diperbarui: 13 Juni 2022   12:38 285
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sebagian besar pinjaman atau sekitar Rp25,9 miliar disalurkan kepada peminjam perseorangan, sisanya disalurkan ke peminjam berbadan usaha (lembaga). 

Tingkat keberhasilan pembayaran 90 hari (TKB90) juga memburuk di lima bulan terakhir, yaitu mentok di angka 97,48%. Itu artinya setiap tahun pelaku peminjaman online semakin banyak, namun tingkat keberhasilan pembayaran semakin menurun.

Pendidikan dan Kewajiban Pemerintah

Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 mengamanahkan bahwa "mencerdaskan kehidupan bangsa dan kesejahteraan umum" merupakan tugas negara. Hal tersebut telah disepakati oleh para founding fathers sebagai salah satu cita-cita negara kita tercinta. 

Pendidikan yang memadai seyogyanya menjadi tanggung jawab pemerintah, karna kondisi sebuah bangsa tergantung pada bagaimana pendidikan di negara tersebut dikelola. Namun sayangnya, alih-alih mengoptimalkan penggunaan APBN untuk pendidikan agar lebih efektif dan efisien, para petinggi negara malah fokus memperkaya diri sehingga prakter korupsi tak jua habis.

Akibatnya kualitas pendidikan di Indonesia belum terlihat membaik, posisinya di berbagai survey dan jajak pendapat masih berada di bawah negara tetangga Singapura bahkan Malaysia. Ketidakmampuan pemerintah dalam memperbaiki kualitas pendidikan justru membuat pemerintah menyerahkan persoalan pendidikan ke mekanisme pasar, akibatnya warna pendidikan di Indonesia menjadi semakin kapitalis. Sudah menjadi rahasia umum bahwa semakin berkualitas sebuah sekolah maka akan semakin mahal biaya yang dikeluarkan, sehingga si miskin pun semakin sulit menggapai cita-cita yang ia impikan.

Semakin kapitalistiknya pendidikan kita kembali dibuktikan dengan memberi angin segar kepada para pemilik aplikasi Fintech untuk masuk ke sektor pembiayaan pendidikan. Padahal tanpa memperbaiki kondisi ekonomi masyarakat, hadirnya flatform-flatform Fintech tersebut hanya akan menambah masalah sosial baru. Akan ada murni-murni lain yang akan mengalami gagal bayar sekaligus kehilangan pekerjaannya.

Pada awalnya Fintech P2P Landing di bidang Pendidikan hadir untuk membantu orang-orang yang memiliki aspirasi untuk melanjutkan pendidikan di jenjang selanjutnya. Bahkan diantara mereka ada yang mempunyai misi mentransformasi pendidikan dan berkomitmen terhadap perbaikan ekosistem pendidikan di Indonesia. 

Karenanya produk yang ditawarkan bukan hanya memberikan pinjaman kepada peserta didik tetapi juga kepada lembaga pendidikan mulai dari TK hingga perguruan tinggi, formal maupun informal seperti lembaga-lembaga kursus dan pelatihan. Tidak hanya untuk kebutuhan pembayaran sekolah/kuliah, pinjaman juga boleh digunakan untuk pembelian gadget, laptop bahkan kendaraan peserta didik.

Bagaimana Islam memandang Fintech?

Islam sebagai agama yang sempurna dan menyeluruh memandang transaksi muamalah (pinjam meminjam) sebagai hal yang diperbuat selama tidak ada pihak yang dirugikan dan dilakukan secara transparan. Namun sejauh ini, menjamurnya flatform-flatform PinJol justru menyuburkan praktek riba di masyarakat. Karna hampir sebagian besar PinJol yang ada membebankan bunga kepada peminjamnya bahkan bunga riba pinjol lebih besar dari pada perbankan. Padahal Islam secara tegas dan jelas melarang praktek riba apapun bentuknya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun