Masyarakat yang hanya dengan berdiam diri di rumah sudah bisa melakukan dan mendapatkan banyak hal termasuk diantaranya adalah pinjaman dana/uang. Hal tersebut terjadi karna sistem keuangan konvensional seperti bank tidak dapat menjangkau seluruh lapisan masyarakat oleh sebab keterbatasan waktu dan jarakÂ
Fintech menurut Peraturan Bank Indonesia Nomor 19/12/PBI/2017 tentang Penyelenggaraan Teknologi Finansial definisikan sebagai penggunaan teknologi dalam sistem keuangan yang menghasilkan produk, layanan, teknologi, dan/atau model bisnis baru serta dapat berdampak pada stabilitas moneter, stabilitas sistem keuangan, dan/atau efisiensi, kelancaran, keamanan, dan keandalan sistem pembayaran.
Financial Technology (Fintech) memiliki beberapa jenis produk diantaranya adalah Thirdy party payment, peer to peer landing (P2P Landing) dan crowdfounding.Â
Dari ketiga jenis tersebut yang akan penulis bahas disini adalah Fintech P2P Landing yaitu sistem yang mempertemukan orang dengan kebutuhan pendanaan (borrower) dan orang yang bersedia meminjamkan dananya (lender).Â
Sistem tersebut sebagai platform untuk melakukan transaksi pinjam meminjam online tanpa harus bertemu secara tatap muka dan tidak perlu adanya agunan.Â
Sejak terjadinya pandemi Covid-19, keberadaan fintech semakin dibutuhkan oleh masyarakat karena segala transaksi harus dilakukan secara online dan harus meminimalisir transaksi langsung.Â
Berdasarkan data dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK), hingga tanggal 22 Januari 2021 terdapat 148 perusahaan yang bergerak di dunia fintech, serta telah terdaftar dan memiliki izin beroperasi resmi dari OJK (Otoritas Jasa Keuangan, 2021). Itu baru yang terdaftar di OJK, tentunya Fintech P2P Landing yang ilegal jauh lebih banyak.
Sementara itu Fintech P2P Landing juga tak hanya melayani pendanaan kebutuhan harian para borrower namun juga pendanaan di bidang pendidikan.Â
Beberapa hari lalu bahkan tagar #StopPinjolPendidikan menjadi trending topik Twitter. Kita ketahui bersama bahwa kasus-kasus masyarakat korban Fintech P2P Landing atau lebih singkatnya PinJol sudah sangat banyak. Seorang pegawai bank di Surabaya bahkan ditemukan gantung diri di kantornya lantaran tidak bisa melunani hutang PinJolnya. Fenomena kredit macet atau gagal bayarpun terus meningkat setiap tahunnya.
Menurut data OJK selama periode Januari 2021 hingga Januari 2022, jumlah pinjaman yang masih berjalan (outstanding loan) meningkat secara konsisten.Â
Pada Januari 2022, outstanding loan mencapai Rp31,14 miliar. Angka itu melesat dari Januari 2021 yang nilainya sebesar Rp16,07 miliar.Â