Mohon tunggu...
Teacher Adjat
Teacher Adjat Mohon Tunggu... Guru - Menyukai hal-hal yang baru

Iam a teacher, designer and researcher

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Toxic Parent: Dilema Gadget di Tangan Sang Buah Hati

27 April 2022   13:28 Diperbarui: 27 April 2022   13:35 320
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sementara itu Susan Forward dalam bukunya, "Toxic Parent; Overcoming Their Hurtful Legacy and Reclaiming Your Self" menjelaskan bahwa toxic parent ialah orangtua yang tidak menghormati dan memperlakukan anaknya dengan baik secara pribadi, sehingga hubungan antara keduanya menjadi racun bagi salah satu pihak yaitu sang anak.

Masih dalam buku tersebut, diantara ciri-ciri toxic parent yaitu orang tua yang selalu mementingkan diri sendiri tanpa memperhatikan kebutuhan dan keinginan anak. 

Termasuk dalam hal ini adalah orangtua yang terlalu over memberikan kebebasan kepada anak dalam menikmati fasilitas gadget. Dan yang menjadi catatan, hal itu dilakukan oleh orangtua bukan semata-mata karna ia menyayangi anaknya namun lebih karena orangtua tidak ingin diganggu aktivitasnya oleh sang anak. 

Fenomena tersebut banyak penulis jumpai di banyak tempat seperti mall, restoran, kantor dan lain-lain. Biasanya orangtua yang tidak ingin diganggu makannya oleh sang anak, menyerahkan pengasuhan anaknya kepada gadget agar kedua orangtua bisa dengan santai menyantap makanan.

Begitu juga dengan kasus yang terjadi dengan orangtua murid yang saya ceritakan di atas. Karna keduanya bekerja, sang anak yang berada di rumah bersama pembantu difasilitasi secara bebas dengan perangkat laptop dan juga smartphone. 

Awalnya hal tersebut dimaksudkan untuk memudahkan sang anak mengikuti pembelajaran online. Namun, karna lemahnya pengawasan serta kurangnya peran orangtua sehingga fasilitas yang dinikmati oleh sang anak justru membawa mudharat bagi dirinya.

"Banyak orangtua yang secara khusus membelikan anak-anaknya gadget. Nah lucu memang orangtua yang membelikan gadget tetapi orangtua sendiri pusing jika anaknya gemar bermain gadget." tulis Angga Setiawan dalam bukunya "Parenting Detox". 

Banyak sekali orangtua yang kehilangan kendali atas gadget yang ia miliki sehingga dikuasai oleh sang anak. Namun, yang sering terjadi adalah gadget dijadikan "alat suap" oleh orangtua. Misalnya jika anaknya ribut maka dikasih gadget agar diam. (Parenting Detox).

_Bahaya Gadget bagi Buah Hati._

Lalu apakah anak tidak boleh memiliki gadget?

Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) dalam risetnya merekomendasikan usia ideal seorang anak bisa diberikan gadget yaitu saat ia berusia minimal 13 tahun. 

Oleh sebab, pada usia tersebut seorang anak sudah bisa bertanggungjawab terhadap apa yang dimilikinya. Hal lain diungkapkan oleh UNICEF melalui hasil investigasinya di tahun 2021 bertajuk "Investigating Risks and Opportunities for Children in a Digital World" yaitu bahwa tingginya intensitas anak bermain gadget selama masa pandemi mempengaruhi kesehatan mental mereka secara simultan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun