Mohon tunggu...
Langit Muda
Langit Muda Mohon Tunggu... Freelancer - Daerah Istimewa Yogyakarta

Terimakasih Kompasiana, memberi kesempatan membaca dan menulis.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Whataboutism, Cara Ngasal untuk Ngeles dan Debat Kusir

26 Oktober 2021   10:51 Diperbarui: 26 Oktober 2021   10:57 1489
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Belum lama di social media, ramai perdebatan yang di antaranya bermula dari postingan seorang seleb mengenai pembunuhan anjing peliharaan di suatu daerah.

Bunyi postingannya seperti ini:
"Masih stres kebayang hewan peliharaan tersayang, dirawat dari kecil, ramah dan percaya sama manusia, eh diburu, disiksa dan tewas oleh tangan-tangan aparat berseragam, utk alasan apakah? Wisata halal? Kalau sampai iya demi itu, apakah halal = menghalalkan segala cara? Sakit."

Banyak respon atas postingan tersebut, di antaranya memiliki tipikal jawaban seperti berikut ini:

"Saya sepakat dengan *****, hal itu tak dapat dibenarkan. Mungkin akan lebih baik lg, jika ***** juga ikut bersuara sekeras mungkin utk ribuan anjing lain yg dipukul dan dibakar SETIAP HARI di Tomohon, Medan, Solo, dan kota-kota lain di Indonesia. Terima kasih."

Memang di Indonesia, postingan yang menyenggol daerah akan menjadi cukup sensitif, sehingga respon "terbakar" sering kali akan mendominasi. Saya sengaja sudah pilihkan jawaban yang cukup "aman" supaya tidak mengundang resiko baru.

Tipikal jawaban seperti itu saat ini dikenal juga dengan istilah whataboutism. Sebenarnya ada juga aspek lainnya yaitu ad hominem (menyerang pribadi), tetapi kita di sini akan berfokus pada whataboutism.

Whataboutism adalah teknik propaganda yang pernah digunakan oleh Uni Soviet saat berinteraksi dengan dunia Barat, kemudian menjadi bentuk propaganda di Rusia pasca-Soviet.

Saat itu, whataboutism dijadikan propaganda Rusia dengan tujuan mengaburkan kritik terhadap negara Rusia dan menurunkan kualitas percakapan dari kritik yang masuk akal terhadap Rusia menjadi perselisihan sepele. Gampangannya segala perdebatan didegradasi menjadi debat kusir.

Sejumlah pemimpin Rusia mengadopsi praktik whataboutism Soviet untuk menghindari refleksi internal terhadap kritik eksternal dan menyoroti kesalahan negara-negara lain. Gampangannya adalah cara penguasa untuk ngeles.

Whataboutism adalah kesesatan berpikir (logical fallacy) di mana satu pihak membelokkan kritik/tudingan dari pihak lain dengan mengangkat isu lainnya yang dianggap setara. Di sini digunakan retorika guna membelokkan tudingan atau fakta yang disampaikan oleh orang lain.

Respon yang diberikan sering kali bermuatan "kamu juga begitu", "mereka juga begitu", "orang lain juga melakukannya".

Taktik tersebut juga dilakukan untuk mengaburkan fakta-fakta yang tengah dipertanyakan. Pembelokan tudingan tersebut seringkali dengan mengangkat isu yang tidak setara, atau istilahnya tidak "apple to apple". Gampangannya tadinya ngomongin apel, dipelintir biar menjadi ngomongin duren.

Contoh lain lagi yang cukup populer adalah perdebatan abadi mengenai bahaya rokok bagi kesehatan. Mereka yang mendukung rokok berpendapat semua masalah kesehatan itu akan kembali kepada diri sendiri.

Lalu perdebatan dibelokkan ke arah bahaya gula bagi kesehatan. Menurut logika pendukung rokok, gula juga seharusnya dilarang karena menimbulkan bahaya kesehatan. Jadi fokus ingin dirubah dari rokok ke gula. Dibentuk mindset "gula juga bahaya lho mari ngomongin gula".

Ada contoh sederhana lagi. Misal ada yang posting bahwa kampung A adalah sarang para maling motor. Penduduk kampung A yang tidak terima dengan postingan tersebut akan menjawab, bahwa kampung B dan kampung C juga banyak penduduknya yang maling motor.

Kalau sudah sampai pada tahap whataboutism maka nantinya perdebatan akan bertele-tele berubah menjadi debat kusir, bahkan menjadi tidak sehat lagi dengan menyerang pribadi. Kualitas perdebatan seperti ini tidak membawa pencerahan intelektual.

Sebuah ungkapan menyatakan, "Orang bijak akan menerima kebenaran meski dia salah, sementara orang bodoh akan mendebat dan mencari pembenaran atas kesalahannya".

WYATB GBU ASAP.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun