Wah mungkin kalau bajindul buat misuhi orang gundul, kalau bajindut, buat misuhi orang gendut. Ada yang misuh dengan kata "bajinguk", mungkin maksudnya bajingan penguk (bau).
Ada yang ingin mengucapkan kata "anjing" tapi ndak sepenuhnya berani, jadinya yang keluar  "anjrit" dan "anjir". Maaf, jaman itu saya belum mengenal "anjay", mungkin karena "anjay" belum lahir. Mungkin ntar ada juga pisuhan "anjoy" alias "anjing asoy", "anjeb" alias "anjing ajeb-ajeb", "anjrut" alias "anjing ajrut-ajrutan" dan "anjeh" alias "anjing beibeh".
Ada yang belum lega kalau belum misuh "jiancuk", bagaikan menahan kentut, tapi demi menjaga ketertiban setempat, dia potong ucapannya, menjadi "cuk tenan ...." Jadi kalau mau misuh "diamput", cukup bilang "Mput ...."
EMQ - Emotional Misuh Quotient
Mungkin ada benarnya tingkat pendidikan sebanding dengan "kualitas" pisuhan. Waktu kuliah sangat jarang terdengar pisuhan "low level". Yang muncul adalah hasil modifikasi berupa kosa kata yang sudah "di-upgrade", dengan "extension" atau dikustomisasi. Pokoknya tidak lagi terdengar sebagai sesuatu yang kasar. Mungkin suatu saat perlu referensi semacam:
- The Art of Misuh
- Misuh for Dummies
- How to Mastering Misuh in 21 Days
- The Seven Ways of Highly Effective Misuh
Memang sepertinya suatu saat kata-kata yang digolongkan sebagai pisuhan bakal bertambah. Misal, ada teman yang misuh dengan kata "ganyong", lho, padahal ganyong kan tanaman ...Â
Tapi kalau suatu saat banyak yang misuh begitu, maka kata "ganyong" bisa jadi bakal disahkan menjadi pisuhan. Ada yang di daerah asalnya kata "bagong" merupakan pisuhan. Tapi oleh yang lainnya akan disahuti dengan, "Petruk ..."
Ada teman yang suka misuh dengan kata "telo" (ketela), oleh yang usil sering disahuti dengan "gedhang goreng" ..... Tapi susah juga ntar kalo nama-nama makanan banyak dijadikan pisuhan. Bagaimana coba kalau ada yang misuh begini, "Oooo dading .....". Nah, orang-orang bisa bingung ini misuh atau mau jualan.
Kata "dengkulmu mlicet" dan "gundulmu peang", mungkin sudah banyak yang mengenalnya. Bagaimana kalau "untumu lemes", drijimu tengeng", "cocote lancip"? Tergantung bagaimana "pabrik pisuhan" akan memasyarakatkannya. Memasyarakatkan pisuhan, dan me-misuhkan masyarakat.
Saya jadi ingat bukunya profesor Masaru Emoto. Menarik untuk membayangkan apa hasil eksperimen bila pada air dilakukan pisuhan dengan level tertentu. Tapi kayaknya orang yang gemar misuh ndak cocok jadi motivator.Â
Bagaimana coba kalau dia ngomong begini, "Sahabat-sahabatku yang jiancuk tenan, jadikanlah diri kalian menjadi pribadi-pribadi yang layak untuk dipisuhi. Ingatlah kata pepatah, becik ketitik, ala rupamu, njelehi dapurmu".