Mohon tunggu...
Langit Muda
Langit Muda Mohon Tunggu... Freelancer - Daerah Istimewa Yogyakarta

Terimakasih Kompasiana, memberi kesempatan membaca dan menulis.

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Hikmah Pandemi di Bulan Puasa, Berkurangnya Perilaku Bakar Duit Sia-Sia

25 Mei 2020   10:01 Diperbarui: 25 Mei 2020   09:57 965
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik


Jalur ring road di bulan puasa bagaikan playground bagi para penggiat mercon. Sehabis Subuh perang mercon berkecamuk sampai kena razia polisi atau Satpol PP. Begitu pula seputaran stadion olahraga. Anak-anak dan remaja tanggung datang tentu saja bukan dengan niat untuk berolahraga pagi. Tempat favorit lainnya adalah lokasi-lokasi bekas sunmor (sunday morning), dimana pada bulan puasa aktivitas perdagangan ditiadakan.

Beberapa minggu sebelum bulan puasa biasanya ada yang mulai gatal untuk melakukan "pemanasan". Sekali dua kali suara mercon terdengar, kadang di siang hari, kadang di malam hari. Seminggu sebelum puasa mulai terdengar keberadaan kembang api, seiring dengan maraknya para penjualnya.

Screenshot capture tweet (dokpri)
Screenshot capture tweet (dokpri)


Dan "grand opening" bagi para penggiat mercon adalah bakda Subuh pada hari pertama bulan puasa. Kadang dibumbui juga dengan aksi balapan liar. Meski kadang-kadang antisipasi dari para petugas membuyarkan rencana tersebut.

Tetapi pada bulan puasa tahun ini banyak hal yang berbeda. Dampak dari pandemi Corona kadang serasa "blessing in disguise" bagi mereka yang sebal, muak, jengkel, parno, dengan bunyi mercon. Dari yang menganggap gangguan karena ledakan mercon setara bisul di pantat hingga yang menganggapnya sebagai teror yang menakutkan. Pada bulan puasa kali ini, intensitas bunyi mercon dan kembang api merosot.

Screenshot capture tweet (dokpri)
Screenshot capture tweet (dokpri)


Sepertinya banyak orang tua melarang anak-anak main keluar rumah. Terlebih masjid-masjid juga meniadakan acara sholat Subuh berjamaah, ceramah Subuh, sholat Tarawih berjamaah, ceramah Tarawih. Sehingga tidak ada alasan bagi anak-anak untuk kelayaban di luar rumah pada jam-jam tersebut. 

Tapi mungkin juga ada sebab lainnya, yaitu banyak keluarga yang mengalami penurunan penghasilan, sehingga pengeluaran hal-hal yang dianggap tak penting seperti mercon dan kembang api juga dipangkas. Entahlah, apakah orang tua lebih takut anaknya tertular Corona atau kejeblugan mercon.

Pengawasan aparat juga terasa lebih ketat. Selain mengawasi keberadaan kerumunan dan ketaatan pada ketentuan physical distancing. Anak-anak dan remaja yang kedapatan nongkrong, yang malam-malam masih kelayaban, akan ditegur. Efeknya, peluang bermain mercon makin tertutup.

Screenshot capture tweet (dokpri)
Screenshot capture tweet (dokpri)


Yang pasti terasa adalah malam-malam yang penuh ketenangan dan kedamaian, minim polusi suara mercon dan kembang api. Situasi yang sangat kondusif untuk kekhusukan beribadah meski beribadah di rumah saja.

Tidak ada ceritanya sujud menjadi lebih khusuk karena ledakan mercon. Tidak ada ceritanya hafalan ayat suci menjadi lebih tajam karena gangguan ledakan mercon. Membakar mercon hanyalah perbuatan sia-sia dan membuang uang, apalagi di masa pandemi yang entah berakhir kapan ini, kita mesti lebih bijak dalam menempatkan prioritas pengeluaran.

Screenshot capture tweet (dokpri)
Screenshot capture tweet (dokpri)


Banyak yang memperbanyak beribadah di malam-malam bulan puasa mengidamkan bertemu dengan Lailatul Qodar. Janganlah kerinduan mereka tersebut terganggu karena ribut suara mercon.

Membakar mercon lebih banyak dampak negatif ketimbang manfaatnya. Resiko kejeblugan mercon bagi penyulut, juga bagi yang terkena lemparan mercon. Mereka yang mengidap sakit jantung, bisa berpotensi kambuh karena terkaget ledakan mercon.

Screenshot capture tweet (dokpri)
Screenshot capture tweet (dokpri)

Satu ledakan saja bisa menimbulkan gangguan pada banyak manusia. Lansia yang rentan gangguan kesehatan. Bayi-bayi yang rewel tidurnya karena terusik suara mercon. Orang yang sakit dan perlu istirahat, bayangkan orang yang lagi sakit gigi bila terusik oleh suara mercon. 

Orang yang letih karena bekerja keras seharian dan butuh istirahat. Betapa banyak perbuatan zalim yang diakibatkan oleh satu ledakan mercon. Bahkan terhadap kaum rebahan yang lagi sibuk stalking dan update status.

Juga kezaliman terhadap para petugas kebersihan yang mesti membersihkan sobekan kertas berserakan. Bayangkan sulitnya membersihkan sobekan kertas di taman dan tanaman. Seandainya para pembakar mercon ini bisa ditangkap, mereka layak untuk dihukum memunguti sampah akibat ulah mereka, dengan memakai tangan kosong.

Screenshot capture tweet (dokpri)
Screenshot capture tweet (dokpri)

Jadi bagi yang masih menganggap membakar mercon adalah bagian dari memeriahkan bulan puasa, mungkin bisa dipertimbangkan untuk membakar mercon jauh dari keberadaan manusia. 

Kalau orang masih memiliki adab ber-mercon, membakar mercon jauh dari permukiman dan perlintasan orang. Sepertinya sekarang kok malah menyengaja menyulut mercon di depan rumah orang, atau melemparnya ke jalan.

Atau lakukanlah di dalam rumah sendiri, di dalam kamar yang tertutup rapat, sehingga keseluruhan suara mercon bisa dinikmati sepenuhnya tanpa ada yang terbuang sia-sia. Jangan paksa orang lain untuk mendengarkannya. Bukankah sebuah ketololan bila yang membakar mercon malah menutup telinganya sendiri?

Screenshot capture tweet (dokpri)
Screenshot capture tweet (dokpri)

Kalau ngebet banget bermain mercon, lakukanlah hanya saat malam lebaran dan hari lebaran. Tapi jangan sampai suara takbiran dari masjid dikalahkan oleh bunyi mercon. Bukankah esensi takbiran adalah mengagungkan asma Sang Maha Pencipta, bukan mengagungkan bunyi mercon dan kembang api? Janganlah nebeng rombongan takbiran keliling, tapi malah lebih sibuk melempar mercon di jalan ketimbang ikut bertakbir. Hal tersebut malah berpotensi menyulut keributan.

Screenshot capture tweet (dokpri)
Screenshot capture tweet (dokpri)

"Lho, kalau begitu bagaimana berkah bulan puasa bagi para penjual mercon?" Mau jualan yang berkah? Ganti dengan jualan masker. Jualan kuaci saja jauh lebih berkah ketimbang jualan mercon, bisa menghindarkan orang dari mati gaya.

Screenshot capture tweet (dokpri)
Screenshot capture tweet (dokpri)

Membakar mercon bukan hanya mengganggu kekhusukan beribadah, tetapi juga membuyarkan keheningan yang sangat diperlukan oleh mereka yang sedang "berkonsentrasi" di WC untuk menjaga kelancaran metabolisme tubuhnya. Kasihan kan, orang lagi fokus ngeden jadi gojag-gajeg. Mungkin pelakunya layak di-azab diubah menjadi sikat kloset.

Screenshot capture tweet (dokpri)
Screenshot capture tweet (dokpri)

Semoga situasi minim polusi mercon pada bulan puasa kali ini bisa berlanjut pada bulan puasa tahun-tahun berikutnya. Tanpa didampingi wabah penyakit tentunya.

Screenshot capture tweet (dokpri)
Screenshot capture tweet (dokpri)

Screenshot capture tweet (dokpri)
Screenshot capture tweet (dokpri)

Screenshot capture tweet (dokpri)
Screenshot capture tweet (dokpri)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun