Mohon tunggu...
lamochtarunu
lamochtarunu Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Stop Miras, Belajar dari Skouw Sae

8 Februari 2016   18:24 Diperbarui: 8 Februari 2016   18:46 152
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

22.  Sitti Nur Dayantikaaba (21) Maluku

23.  Novrillah Gamawati (23) Maluku

Dari ke 23 korban diatas terdapat 8 Mahasiswa Papua yang meninggal ini  sangat ironis, kita refleksi kembali sudah beberapa tahun ini pada saat memasuki tahun baru misalnya tahun baru 2015 yang lalu Pada perayaan malam tahun baru 2015, tidak sedikit yang konsumsi minuman keras (miras). Pagi harinya, ada yang tergelatak di tepi jalan, ada yang didalam parit, ada yang jalan miring-miring, sambil pegang botol, sebagian putar musik keras-keras, ada juga yang tidak bernapas alias meninggal, dua minggu mamasuki tahun baru tiada hari tampah orang mabuk,  tampaknya  miras menjadi gaya hidup “orang akan menjadi bangga kalau di minum miras” ada kepercayaan diri dalam dirinya, ada beberapa remaja dan pemuda di Abepantai Kampung Fakfak  mengatakan hidup tanpa minum alkohol rasanya kurang. Ucapan itu sepertinya sudah membenarkan alkohol (Miras) sebagai candu. Beberapa teman mengakui bahwa, dengan minum alkohol (mabuk) membuat mereka percaya diri, berani tampil di depan umum untuk mengekspresikan diri tentang bakatnya yang terpendam. (Sumber : Hasil Penyeuluhan Berantas Miras dan Napza, 2013),  Pada hal sebaliknya miras merusak kehidupan manusia. Orang mabuk makin banyak, Indikatornya sederhana saja, kita bisa lihat orang mabuk di sudut-sudut kota, di taman-taman, di tepi jalan, bahkan pada malam hari, ada yang duduk bersila di depan emperan toko sambil konsumsi miras. Kota Jayapura merupakan salah satu surga  toko  berjejaring. Sebagian besar toko-toko  itu menjual minuman beralkohol. Dengan tidak ada larangan oleh pihak yang berwajib beberapa toko-toko yang ada di Jayapura Papua terlihat eksis selama 24 jam. Pada hal beberapa kota besar yang di Indonesia Pada Umumnya telah melarang keras peredaran minuman keras dari golongan A sampai seterusnya.

Di Kota Jayapura, toko-toko miras tumbuh seperti jamur di musim hujan. Mencari toko miras tidak susah, bahkan diruko-ruko sudah dijual minuman keras, ruko-rukopun tidak jauh dari kediaman masyarakat bahkan ada yang dekat dengan tempat ibadah, tempat pendidikan, Padahal seharusnya minuman memabukkan ini hanya bisa ditemui di tempat-tempat khusus yang mengantongi izin tertentu  Harganya pun terjangkau untuk ukuran di Papua. Akibatnya, konsumsi miras sulit dikendalikan. Lihat saja, tatkala malam tiba, tidak sedikit yang bergegas ke toko miras, mencari hiburan dengan konsumsi miras. Miras seperti istri dalam hidup, tanpa miras hidup terasa hampa.

Realitasnya alkohol memang membunuh. Tetapi, pemerintah bilang Miras itu untuk Pendapatan Asli Daerah, pada hal dampak sosial yang ditimbulkan kerena Miras terjadi kejadian kriminal seperti pembunuhan, pemerkosaan, penganiayaan, pencurian, penipuan, pemerasan, teror dan seterusnya berawal dari miras. Miras ini membuat orang menjadi pemalas, bermental santai tetapi ingin mendapat untung besar, dan semangat belajar para siswa sekolah pun menurun. Hal itu terjadi karena seorang alkoholik nalar sudah tidak akan berfungsi sebagai manusia normal barangkali seperti orang kelainan jiwa alias gila.

Tradisi Miras Kalau sedikit kita buka lembaran sejarah Papua, kebiasaan minum alkohol muncul di kalangan orang Papua melalui kontak orang-orang kulit putih dari Eropa, Melayu dan orang Timor dari Tidore Ternate. Masalah alkoholisme juga ditemukan di antara masyarakat luar Papua. Bedanya masalah alkoholisme di kalangan orang bukan asli Papua tidak begitu terlihat. Kalangan orang pegunungan Papua mereka tidak sama sekali mengenal minuman beralkohol. Tidak ada tradisi pesta minuman keras, karena tidak ada bahan baku untuk produksi alkohol. Daerah pesisir pantai Papua lebih dahulu sudah melakukan kontak dengan orang luar Papua dan telah mengenal minuman beralkhohol dari pohon kelapa ataupun aren yang disebut sagero (saguer/bobo). Namun, minuman keras tradisional itu tidak membunuh Seorang aktivis Aborigin, Charles Perkin menuliskan, bahwa orang Aborigin sering minum dalam pertemuan-pertemuan tradisional, tidak sebagai minuman-minuman yang sengaja melanggar tata cara minum sebagimana mestinya.

Seharusnya ada proteksi, mengeluarkan peraturan daerah, ada peraturan tentang penjualan Miras, namun nampaknya proteksi terhadap Miras tidak berjalan baik, bahkan tidak dilakukan dengan sungguh-sungguh. Alasanya barangkali karena Miras memiliki pasokan devisa cukup besar, di kota Jayapura sudah dan Provinsi Papua Kota Jayapura punya Perda Nomor 20 Tahun 2014 tentang Pengawasan dan Pengendalian Minuman Keras di Kota Jayapura dengan adanya peraturan Mendag Nomor 6/M-Dag/PER/1/2015 ini memperkuat peraturan daerah yang sudah dibuat oleh Pemerintah kota, namun dalam realisasi di lapangan implementasi belum begitu optimal

Walaupun ada banyak aturan, larangan, anjuran, nasihat dan lain sebagainya, tetapi kalau perilaku konsumsi miras tidak dihentikan, maka maut tetap ada di pelupuk mata orang Papua. Kematian sia-sia akibat miras tidak dapat dihindari. Saya sering bercerita kepada kawan-kawan bahwa terlepas dari adanya banyak toko miras, yang menentukan adalah orang Papua. Biar ada seribu toko miras, tetapi kalau orang Papua tidak beli dan konsumsi, maka orang Papua tidak akan pernah mati karena miras. Sebaliknya, walau hanya ada satu dua toko miras, tetapi kalau orang Papua suka konsumsi miras, maka rantai kematian orang Papua akibat miras tidak akan pernah berhenti. Orang Papua harus sadar, bahwa populasi orang Papua semakin sedikit. Kematian demi kematian telah menyebabkan orang Papua menjadi minoritas. Ke depan orang Papua harus kembali ke budaya asalnya. Menghidupkan nilai-nilai kearifan yang diwariskan leluhur dan berhenti konsumsi miras, yang hanya merusak hidup dan masa depan orang Papua.

Berbicara tentang kearifan lokal terkait dengan miras Secara umum orang Papua dalam kajian saya perkaitan dengan tingkah laku kontrol sosial untuk tata aturan yang 1). ditaati adalah Hukum Informal  Adat , 2).Baru Hukum Formal. Untuk itu pendekatan adat perlu dilakukan pada Pranata-pranata lembaga adat yang ada di Papua harus dibangkitkan,  Masyarakat  lebih takut dengan sumpah adat ketimbang hukum formal.

Saya mempunyai pengalaman penelitian disalah satu wilayah perbatasan kota jayapura tepatnya dikampung Skouw Sae, dibahwa hasil penelitian bersama dengan Prof.Dr.Dirk Veplun, MS.

Perda Lokal Tentang Minuman Beralkohol

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun