Mohon tunggu...
Lamhot Situmorang
Lamhot Situmorang Mohon Tunggu... Petani - Freelancer

Pegangguran yang suka menulis disaat Ultramen tidur

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Jika STY Out, Kemungkinan Besar Permainan Timnas Akan Kembali ke Setelan Pabrik

31 Januari 2024   10:11 Diperbarui: 31 Januari 2024   10:34 525
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pelatih timnas Indonesia Shin Tae yong (foto: kompas.com)

Rumor berakhirnya kontrak kepalatihan Shin Tae yong (STy) bersama timnas Indonesia membuat pro kontra diantara penggemar sepak bola tanah air, yang pastinya bagi penggangum STy pasti sangat tidak setuju jika PSSI tidak memperpanjang kontrak STy yang akan berakhir bulan Juni 2024 mendatang.

Disisi lain, para penggemar yang tidak menyukai kepelatihan STy mendesak PSSI agar segerah mencarikan pelatih baru yang lebih berkompeten agar bisa memajukan sepak bola Indonesia. Namun yang anehnya, nama pelatih yang disarankan kepada PSSI rekam jejaknya baru secuil keberhasilan yang di dapatkan itupun dikontes junior.

Tidak hanya menjadi polemik di masyarakat saja, para pengamat pun saling sikut ada yang mendukung ada yang ingin menjatuhkan. Kalau menurut saya sih ini wajar-wajar saja, karena tidak semua orang bisa satu rasa satu jiwa pastinya beda pandangan dan beda pendapat.

Pelatih Shin Tae yong ditunjuk PSSI menjadi pelatih timnas Indonesia pada tahun 2020, memang sejauh ini belum ada trofi yang dapat di persembahkan STy kepada timnas Indonesia. Dan itu saya akui, namun sejak timnas di tangani STy banyak wonderkid baru yang bermunculan karena basic utama STy adalah menempah bibit terlebih dahulu baru kemudian menjalankan taktiknya.

Apa sih kelebihan Shin Tae Yong Sebagai Pelatih Timnas?

Menurut pandangan saya, hanya di era Shin Tae yong yang bisa melahirkan banyak pemain muda berbakat dan bisa eksis sebagai stater utama di beberapa laga-laga krusial.

Secara pengamatan saya, pelatih-pelatih era sebelumnya memilih pemain timnas itu bukan berdasarkan kebutuhan strateginya melainkan berdasarkan kemampuanyan bermain diposisinya saat membela klubnya masing-masing.

Dalam artian, jika ia menjadi pemain kunci di klubnya maka dia akan menjadi kandidat terkuat yang masuk daftar pemain timnas. Dan ini sudah menjadi tradisi pelatih Indonesia sebelum, jadi tidak heran kalau hanya segilintir saja pemain muda yang ada di dalam skuat kita.

Kenapa bisa terjadi? karena pelatih-pelatih sebelumnya tidak pernah memberikan perhatian khusus kepada timnas U-19 dan U23, mereka hanya terfokus pada pemain senior yang memiliki karir yang cemerlang di klubnya. Bila ada pemain yang bagus di skuat U-19 maupun U-23 baru dilirik jika tidak ada maka akan terabaikan, bilapun ada pemain muda yang terpilih masuk kedalam skuat timnas dominan mereka hanya jadi penonton di bangku cadangan.

Para pelatih sebelum-belumnya sangat takut mengambil resiko menggunakan pemain muda saat berkompetisi dengan tim yang levelnya setara timnas, kurangnya kepercayaan itulah yang membuat pemain muda kita kurang jam terbang dan akhirnya keahlianya mati dengan sendirinya.

Inilah penyakit timnas kita sejak dulu, yang tidak berani berinvestasi dengan pemain muda di laga-laga krusial termasuklah itu saat menghadapi tim yang levelnya diatas kita.

Sejak timnas dilatih STy lah banyak pemain muda yang eksis di skuat utama timnas Garuda, para pemain muda lebih mendominasi line-up utama saat berhadapan dengan tim apapun. Kalah menang itu adalah hal biasa bagi STy asalkan para pemain muda bisa mengeskpos bakatnya masing-masing, disinilah ke spesialan STy dalam membangun mental para pemain muda agar bisa menjadi bibit-bibit unggul.

Dan itu terbukti, para pemain muda kita mulai diminati klub-klub luar negeri. Inilah yang diharapkan STy pada pemain muda agar mereka di lirik klub luar dan mereka bisa mengasah kemampuanya di level tertinggi, tentunya ini adalah keuntungan bagi STy juga memiliki banyak amunisi. 

Jika saja para pemain muda kita tidak ditampilkan di skuat timnas utama maka orang lain tidak akan tau potensi mereka dan ujung-ujungnya para pemain muda kita hanya bergelut di liga domestik saja sampai gantung sepatu.

Apa Gunanya Melahirkan Pemain Muda Kalau Tidak Bisa Juara?

Untuk menjadi yang terkuat itu butuh waktu yang sangat lama karena ini adalah prospek jangka panjang, perlu digarisbawahi, sepak bola Asia Tenggara itu levelnya masih jauh dibawah Asia Barat, Asia Timur Tengah. Dan belum ada tercatat negara Asia Tenggara yang menjadi juara piala asia apalagi lolos ke piala dunia.

Jadi saati ini kita tidak bisa menuntut banyak kepada pelatih Shin Tae yong harus mendapatkan trofi meskipun itu trofi piala AFF. Kalah melawan tim besar bukanlah suatu kegagalan, melain itu pelajaran bersama baik itu kepada pelatih maupun pemain. Karena penyebab utama kekalahan itu bukan hanya karena salah taktik saja, tapi ada pada kualitas para pemain kita yang tidak bisa memaksimalkan peluang dan kerap melakukan blunder.

Blunder-blunder itu bukanlah dari bagian taktik, tapi itu murni human error atau kesalahan pemain. Sekelas Irak saja juga mengalami hal demikian, dimana para pemainnya kehilangan mental usai striker kuncinya Aymen Hussein di kartu merah wasit dan kebetulan pemain Yordania bisa memanfaatkan celah tersebut.

Dari sinipun kita bisa ambil pelajaran, kekalahn 4-0 dari Australia di babak 16 besar bukanlah kesalahan pelatih tapi murni sudah kelalaian pemain kita. Gagalnya Indonesia melaju ke babak 8 besar piala asia adalah hal wajar, karena lawan kita merupakan langganan piala dunia yang jam terbang pemainya sudah go-internasional.

Meskipun sebagian besar pemain kita sudah bermain di luar negeri, untuk mengimbangi Australia itu adalah perkara yang sangat sulit butuh lebih banyak waktu lagi agar kita bisa mengasah kemampuan para pemain kita.

Para pemain muda kita kelak akan bisa mewujudkan itu jika pola kepelatihan tetap seperti yang dilakukan STy, lain cerita kelak beda pelatih beda konsep. Jadi kita tidak bisa pastikan, namun yang jelas masa depan timnas kita ada pada para pemain muda. Hanya butuh jam terbang lebih saja yang harus diberikan kepada mereka, jangan masuk kedalam daftar skuat tapi hanya jadi penonton.

Melihat permain kita di piala asia 2023 ini, saya rasa trofi piala AFF 2024 ini milik kita. Mungkin ini pernyataan sombong, tapi jika melihat pola permainan kita tidak menutup kemungkinan kita yang akan mendominasi permainan.

Gonta-Ganti Pelatih Bukanlah Solusi Saat Ini

Penyakit kita dari zaman ke zaman ya seperti inilah, jika tidak bisa membawa juara maka kontrak kepelatihan tidak diperpanjang atau kalah berturut-turut langsung di pecat. Semestinya kita harus sadar dengan kemampuan para pemain kita, siapapun pelatih kita termasuk itu Jorgen Klopp maupun Carlo Ancelotti hasilnya akan tetap sama saja.

Permasalahan kita saat ini bukanlah dipelatih saja, masalah terbesarnya adalah ada pada pemain kita. Pelatih itu sebenarnya tinggal menyusun strategi bukan membina apalagi melatih. Meskipun gelar mereka pelatih bukan berarti mendidik dari nol lagi tugas pelatih itu menseleksi pemain yang sesuai dengan strateginya.

Jika ingin menempah pemain dari nol tentunya memakan waktu yang sangat lama pula, padahal rekam jejak durasi kepelatihan timnas kita paling lama dua tahun selebihnya dibawah satu tahun. 

Perlu digarisbawahi, menjadi pelatih timnas itu 5 kali sulitnya dibandingkan melatih sebuah klub. Kenapa demikian, melatih klub kita bisa evaluasi pemain setiap pertandingan dan bisa membaca strategi lawan di hari yang sama pula. Disamping itu, pelatih klub jauh lebih banyak memiliki waktu membina timnya.

Sedangkan untuk melatih timnas tidak sama dengan melatih seperti klub yang memiliki banyak waktu kepada tim asuhanya, pelatih timnas hanya bisa mengumpulkan pemainya saat kompetisi maupun FIFA Match Day saja. Untuk menyatukan ritme permainan saja cukup sulit dan butuh beberap pertandingan khusu agar sesama pemain bisa saling memahami satu sama lainya.

Saat ini ritme permainan timnas kita sudah bertaraf eropa malahan saat di tangani pelatih Shin Tae yong, dan ini juga diakui para pemain dan media luar juga. Lantas kenapa kita masih harus memaksa STy harus dinganti dengan pelatih yang baru, secara otomatis cara bermain kita pun pastinya akan berubah pula dan yang lebih parahnya pola permainan kita kembali ke setelan pabrik lagi.

Ketua PSSI Erick Tohir harus bijak dalam mengambil keputusan, era sepak bola kita saat ini sudah sangat-sangat baik dibandingkan dengan pola permainan kita sebelumnya. 

Untuk menjadi terbaik dari yang terbaik itu tidak bisa dalam waktu instan, harus memenuhi hukum alam juga yaitu harus memiliki kualitas bibit, bebet dan bobot. Mempertahankan pelatih STy adalah kunci kesuksesan sepak bola kita dimasa depan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun