Mohon tunggu...
LM Yakdatamare Yakub
LM Yakdatamare Yakub Mohon Tunggu... Dokter - Studure in sempiternum

Hiduplah dengan strategimu sendiri dan jadilah mahluk yang bermanfaat !

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Abortus Provokatus dalam Perspektif Hukum Positif dan Hukum Islam di Indonesia

30 Juli 2024   22:42 Diperbarui: 30 Juli 2024   22:58 142
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber : Galeri Pribadi

dr. L.M. Yakdatamare Yakub, S.Ked

"Dan sungguh, Kami telah menciptakan manusia dari saripati (berasal) dari tanah. Kemudian Kami menjadikannya air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim). Kemudian, air mani itu Kami jadikan sesuatu yang melekat, lalu sesuatu yang melekat itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging. Kemudian, Kami menjadikannya makhluk yang (berbentuk) lain. Mahasuci Allah, Pencipta yang paling baik". ( QS Al-Mu'minun : 12-14)

Kehamilan adalah kemauan Tuhan yang tidak dapat diminta oleh manusia. Kalau Tuhan tidak menghendaki seorang wanita hamil, walaupun dengan berbagai usaha telah dilakukan, wanita tersebut tetap tidak bisa hamil. Perbuatan aborsi adalah perbuatan yang merampas nyawa suatu insan yang tidak berdosa, kebebasan  untuk  memilih  bukan  hak  mutlak  manusia,  terlebih  lagi  kebebasan  untuk membunuh.

Fenomena  Aborsi  bukanlah  menjadi  suatu  pristiwa  hukum  baru  di  Indonesia, dimana  aborsi dijadikan  suatu  alternatif  bagi  beberapa orang  khususnya  untuk mencegah  terjadinya  pertumbuhan  janin. Menurut WHO, abortus didefinisikan sebagai keluarnya produk konsepsi sebelum janin dapat hidup di luar kandungan, yakni pada usia kehamilan 22 minggu atau jika berat janin kurang dari 500 gram.

 Abortus secara umum terdiri atas dua jenis yakni abortus spontaneous dan abortus provokatus, abortus spontaneus adalah aborsi yang terjadi dengan tidak didahului faktor-faktor mekanis ataupun medicinalis semata-mata disebabkan oleh faktor alamiah atau ketidaksengajaan dan terdiri dari beberapa jenis, sedangkan abortus provokatus terdiri atas dua jenis yang pertama karena memang diperbolehkan karena adanya indikasi medis atau nama lainnya biasa disebut dengan abortus provokatus medicinalis, dimana dalam praktek di dunia kedokteran, abortus provocatus medicinalis juga dapat dilakukan jika anak yang akan lahir diperkirakan mengalami cacat berat dan harapan hidupnya tipis, misalnya janin menderita kelainan ectopia kordis (janin akan dilahirkan tanpa  dinding  dada,  sehingga  terlihat  jantungnya),  rakiskikis  (janin  akan  dilahirkan dengan tulang punggung terbuka tanpa ditutupi kulit) maupun anensefallus (janin akan dilahirkan tanpa otak besar). 

Kemudian yang kedua adalah aborsi yang disengaja dengan sadar ataupun tidak, baik secara sukarela maupun tidak dengan memakai obat-obatan, maupun alat-alat serta tidak sesuai dengan hukum yang berlaku, atau nama lainnya abortus provokatus kriminalis

Pelaksanaan  abortus provokatus  tidak  selalu  bertentangan dengan  hukum  karena  ada  perbuatan  aborsi  legal  apabila  memenuhi  kriteria tertentu  sebagaimana  yang  diatur  di  dalam  Undang-Undang  Nomor  17  Tahun 2023  tentang  Kesehatan  dan  di  dalam  Peraturan  Pemerintah  Nomor  61  Tahun 2014 Tentang Kesehatan Reproduksi. 

Abortus provokatus bukanlah semata masalah medis atau kesehatan masyarakat, melainkan juga problem sosial yang terkait dengan paham kebebasan (freedom/liberalism) yang dianut suatu masyarakat. Abortus provokatus juga muncul sebagai fenomena baik dari kalangan agamawan maupun penegak hukum. Agamawan memandang sebagai tindak pelanggaran moral karena merenggut hak hidup manusia. 

Sementara menurut hukum di Indonesia abortus provokatus di anggap sebagai tindakan pidana, karena abortus provokatus merupakan fenomena nyata meskipun kasus ini di Indonesia sering ditutupi daripada di laporkan.

Islam menyatakan bahwa kehidupan janin adalah kehidupan yang harus dihormati. Oleh sebab itu menjadi sebuah pelanggaran jika melakukan pengguguran terhadap janin yang sedang dikandung, dalam hal ini adalah melakukan aborsi, apalagi aborsi tersebut tanpa alasan yang sah atau dikuatkan oleh tim medis.

Abortus dalam hukum positif

Ketentuan tentang hukum aborsi di dalam hukum pidana positif Indonesia diatur di dalam  Kitab  Undang-Undang  Hukum Pidana  (Lex  Generalis)  dan Undang-Undang Kesehatan  (Lex  Spesialis). Apabila  ditinjau  dari  KUHP  dan  sejarah  perundang undangan, perbuataan  abortus  yang  dilarang  ditujukan  kepada  buah  kandungan  yang  hidup, bahwasanya pembuat  undang-undang  menganggap  bahwa  hidup  itu  dimulai  sejak  saat  pembuahan. 

Hukum  tidak  mempermasalahkan  apakah  dengan  bertemunya  sel  (konsepsi)  telah  ada kehamilan  atau  tidak,  dan  hukum  hanya  menjelaskan  bahwa  kandungan  terseut  telah mempunyai arti yuridis, sehingga mematikan atau membunuh buah kandungan dimasukkan dalam kejahatan terhadap nyawa calon manusia. Oleh sebab itu, abortus provokatus dalam bentuk apapun dilarang dalam bidang hukum. KUHP tidak membolehkan aborsi dengan alasan apa pun juga dan oleh siapapun juga. Berikut ini adalah uraian tentang pengaturan abortus provocatus yang terdapat dalam KUHP tersebut:

Bab XIV KUHP mengenai Kejahatan Terhadap Kesusilaan

Pasal 299 KUHP : (1) Barang  siapa  dengan  sengaja  mengobati  seorang  wanita  atau  menyuruhnya  supaya diobati, dengan diberitahukan atau ditimbulkan harapan, bahwa karena pengobatan itu hamilnya dapat digugurkan, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau denda paling banyak tiga ribu rupiah. (2) Jika  yang  bersalah,  berbuat  demikian  untuk  mencari  keuntungan,  atau  menjadikan perbuatan tersebut sebagai pencarian atau kebiasaan, atau jika dia seorang dokter, bidan atau juru obat, pidananya dapat ditambah sepertiga. (3) Jika yang bersalah, melakukan kejadian tersebut, dalam menjalankan pencarian, maka dapat dicabut haknya untuk melakukan pencarian itu.

Bab XIX KUHP mengenai Kejahatan Terhadap Jiwa Orang

Pasal 346 KUHP: Seorang  wanita  yang  sengaja  menggugurkan  atau  mematikan  kandungannya  atau menyuruh orang lain untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun.

Pasal 347 KUHP: (1) Barang  siapa  dengan  sengaja  menggugurkan  atau  mematikan  kandungan seorang wanita tanpa persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun. (2) Jika  perbuatan  itu  mengakibatkan  matinya  wanita  tersebut,  diancam  dengan  pidana penjara paling lama lima belas tahun.

Pasal 348 KUHP: (1) Barang siapa dengan sengaja menggunakan atau mematikan kandungan seorang wanita dengan persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun enam bulan. (2) Jika perbuatan itu menngakibatkan matinya wanita tersebut, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.

Pasal 349 KUHP: Jika seorang dokter, bidan atau juru obat membantu melakukan kejahatan berdasarkan pasal 346, ataupun membantu melakukan salah satu kejahatan dalam pasal 347 dan 348, maka pidana yang ditentukan dalam pasal itu dapat ditambah dengan sepertiga dan dapat dicabut hak untuk menjalankan pencaharian dalam mana kejahatan dilakukan.

Dengan disahkannya Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan yang menggantikan Undang-Undang Kesehatan sebelumnya yaitu Undang-Undang  Nomor 36 Tahun 2009 tentag  Kesehatan,  maka  permasalahan  aborsi  memperoleh  legitimasi  dan penegasan. 

Secara eksplisit, dalam undang-undang ini terdapat pasal-pasal yang mengatur mengenai  aborsi,  meskipun  dalam  praktek  medis  mengandung  berbagai  reaksi  dan menimbulkan  kontroversi  diberbagai  lapisan  masyarakat. Meskipun,  undang-undang melarang  praktek  aborsi,  tetapi  dalam  keadaan  tertentu  terdapat  kebolehan. Ketentuan pengaturan aborsi dalam UU Kesehatan ialah sebagai berikut :

Pasal 60 : (1) Setiap Orang dilarang melakukan aborsi, kecuali dengan kriteria yang diperbolehkan sesuai dengan ketentuan dalam kitab undang-undang hukum pidana. (2) Pelaksanaan aborsi dengan kriteria yang diperbotehkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dilakukan: a) oleh Tenaga Medis dan dibantu Tenaga Kesehatan yang memiliki kompetensi dan kewenangan; b) pada Fasilitas Pelayanan Kesehatan yang memenuhi syarat yang ditetapkan oleh Menteri; dan c) dengan persetujuan perempuan hamil yang bersangkutan dan dengan persetujan suami, kecuali korban perkosaan.

Pasal 61 : Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, dan masyarakat bertanggung jawab melindungi dan mencegah perempuan dari tindakan aborsi yang tidak aman serta bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 62 : Ketentuan  lebih  lanjut  mengenai  aborsi  dimaksud  dalam  Pasal  60  dan  Pasal  61 Peraturan Pemerintah. sebagaimana diatur dengan ketentuan pemerintah.

Berdasarkan bunyi Pasal 60 UU Kesehatan di atas, dapat disimpulkan bahwa korban perkosaan merupakan pengecualian dari larangan aborsi. Lalu, menurut Pasal 427 UU Kesehatan, setiap perempuan yang melakukan aborsi tidak sesuai dengan kriteria yang dikecualikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 UU Kesehatan, dipidana penjara maksimal 4 tahun.

Adapun menurut Pasal 428 UU Kesehatan, setiap orang yang melakukan aborsi tidak sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 UU Kesehatan terhadap seorang perempuan: (a) Dengan persetujuan perempuan tersebut dipidana penjara paling lama 5 tahun; atau (b) tanpa persetujuan perempuan tersebut dipidana penjara paling lama 12 tahun.

Selanjutnya, sebagaimana dijelaskan dalam Ketentuan Aborsi bagi Korban Pemerkosaan, UU Kesehatan adalah sebuah aturan khusus yang mengatur tentang perbuatan atau tindakan aborsi berdasarkan asas lex specialis derogat legi generalis sebagaimana diatur dalam Pasal 63 ayat (2) KUHP atau Pasal 125 ayat (2) UU 1/2023. Selain itu, berlaku juga asas lex posterior derogat legi priori dimana UU Kesehatan adalah peraturan baru, sehingga mengesampingkan KUHP sebagai peraturan yang lama. 

Oleh karena itu, ketentuan Pasal 346 KUHP yang mengatur tentang tindakan aborsi sudah semestinya dikesampingkan karena telah ada aturan khusus dan terbaru yaitu UU Kesehatan yang mengatur hal tersebut.

Abortus dalam hukum Islam

Dalam konteks Islam menyatakan bahwa kehidupan janin (anak dalam kandungan) adalah kehidupan yang harus dihormati. Oleh sebab itu, adalah suatu pelanggaran jika melakukan pengguguran terhadap janin yang sedang dikandung (aborsi), apalagi aborsi tersebut tanpa alasan yang sah atau dikuatkan oleh tim medis.

Perbedaan pendapat dikalangan ulama didasarkan dari sejarah pada masa Rasulullah, telah terjadi suatu pertengkaran atau perkelahian antara dua orang wanita dari suku Huzail. Salah satunya yang tengah hamil dilempar batu dan mengenai perut nya. Akibatnya, janin atau bayi dalam kandungannya itu meninggal. Ketika persoalan tersebut diadukan kepada Rasulullah, pembuat yang melempar tersebut dikenakan sanksi hukum ghurrah, yaitu seperduapuluh diyat.

Ketetapan inilah yang kemudian diadopsi oleh para ahli fiqih untuk menetapkan sanksi hukum terhadap orang yang melakukan aborsi tanpa alasan yang sah atau tindak pidana terhadap pengguguran kehamilan. Kemudian mengenai abortus provokatus pada usia janin sebelum 120 hari, pendapat para ulama terbagi dalam tiga aliran, yaitu boleh, makruh dan haram.  

Menurut sebagian besar ahli fiqih ulama Hanafiyyah dan sebagian kecil ulama Syafi'iyyah melakukan aborsi bagi janin yang telah berusia 120 hari hukumnya haram. Sedangkan usia sebelum 120 hari terjadi perbedaan pendapat. Ada yang berpendapat boleh, makrh, dan haram. Alasan yang mengharamkan usia 120 hari dan membolehkan sebelum 120 hari adalah hadis yang diriwayatkan oleh Muslim dan Ibn Mas'ud yang menyatakan tentang penciptaan janin, dari nuthfah/ air mani 40 hari, ke 'alaqah/ segumpal darah 40 hari ke mudghah/ segumpal daging 40 hari dan sampai ditiupkannya ruh.

Artinya bahwa, dalam hukum positif di Indonesia, abortus dalam hal ini abortus provokatus atau aborsi yang di lakukan dengan sangaja boleh saja dilakukan tetapi atas dasar asas pertanggungjawaban medis atau karena korban perkosaan, dimana hal tersebut disebut sebagai abortus provokatus medicinalis, sedangkan yang dilarang dalam hukum positif di indonesia ialah abortus provokatus kriminalis atau aborsi yang dilakukan tanpa asas pertanggung jawaban medis atau bukan karena korban perkosaan. 

Pembenaran  aborsi  bagi  korban pemerkosaan  didasarkan  pada  Pasal 60, Pasal 61, Pasal 62 Undang-Undang  Nomor 17 Tahun  2023 tentang Kesehatan dan Pasal 31 Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2014, tindakan aborsi atas akibat dari pemerkosaan dan indikasi darurat medis harus dilakukan secara aman, bermutu, dan bertanggung jawab. 

Aborsi harus memenuhi persyaratan dan hanya diperbolehkan setelah wanita yang bersangkutan melakukan konseling pra tindakan dan pasca tindakan oleh konselor yang memiliki kompetensi dan wewenang sebagaimana diatur dalam Pasal 75 ayat 3 Undang-undang Nomor 17 tahun 2023 tentang Kesehatan.

Dengan adanya ketentuan diatas telah memberi perlindungan hukum bagi korban tindak pidana pemerkosaan untuk menggugurkan kandungan yang tidak dikehendaki tersebut. Sedangkan berdasarkan  beberapa  norma  di  masyarakat  terhadap  legalisasi  aborsi akibat pemerkosaan  terdapat  beberapa  pendapat  antara  lain: Norma Agama  yang  menyebutkan bahwa  aborsi  itu  dilarang  oleh agama  sepanjang  pengguguran  kandungan  tersebut  tidak memiliki  alasan  yang  dapat  diterima  dalam  keyakinan  masing-masing.  

Akan  tetapi pengguguran  kandungan  ini  dibolehkan  apabila  kandungan  belum  bernyawa  dan/atau kandungan memiliki indikasi yang dapat membahayakan wanita yang mengandung atau janin itu sendiri. Sedangkan menurut sebagian besar ahli fiqih ulama Hanafiyyah dan sebagian kecil ulama Syafi'iyyah membolehkan dilakukannya aborsi dengan syarat bahwa aborsi yang dilakukan itu kurang dari 120hari. 

Wallahu A'lam Bishawab

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun