Mohon tunggu...
LM Yakdatamare Yakub
LM Yakdatamare Yakub Mohon Tunggu... Dokter - Studure in sempiternum

Hiduplah dengan strategimu sendiri dan jadilah mahluk yang bermanfaat !

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Abortus Provokatus dalam Perspektif Hukum Positif dan Hukum Islam di Indonesia

30 Juli 2024   22:42 Diperbarui: 30 Juli 2024   22:58 200
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber : Galeri Pribadi

Ketetapan inilah yang kemudian diadopsi oleh para ahli fiqih untuk menetapkan sanksi hukum terhadap orang yang melakukan aborsi tanpa alasan yang sah atau tindak pidana terhadap pengguguran kehamilan. Kemudian mengenai abortus provokatus pada usia janin sebelum 120 hari, pendapat para ulama terbagi dalam tiga aliran, yaitu boleh, makruh dan haram.  

Menurut sebagian besar ahli fiqih ulama Hanafiyyah dan sebagian kecil ulama Syafi'iyyah melakukan aborsi bagi janin yang telah berusia 120 hari hukumnya haram. Sedangkan usia sebelum 120 hari terjadi perbedaan pendapat. Ada yang berpendapat boleh, makrh, dan haram. Alasan yang mengharamkan usia 120 hari dan membolehkan sebelum 120 hari adalah hadis yang diriwayatkan oleh Muslim dan Ibn Mas'ud yang menyatakan tentang penciptaan janin, dari nuthfah/ air mani 40 hari, ke 'alaqah/ segumpal darah 40 hari ke mudghah/ segumpal daging 40 hari dan sampai ditiupkannya ruh.

Artinya bahwa, dalam hukum positif di Indonesia, abortus dalam hal ini abortus provokatus atau aborsi yang di lakukan dengan sangaja boleh saja dilakukan tetapi atas dasar asas pertanggungjawaban medis atau karena korban perkosaan, dimana hal tersebut disebut sebagai abortus provokatus medicinalis, sedangkan yang dilarang dalam hukum positif di indonesia ialah abortus provokatus kriminalis atau aborsi yang dilakukan tanpa asas pertanggung jawaban medis atau bukan karena korban perkosaan. 

Pembenaran  aborsi  bagi  korban pemerkosaan  didasarkan  pada  Pasal 60, Pasal 61, Pasal 62 Undang-Undang  Nomor 17 Tahun  2023 tentang Kesehatan dan Pasal 31 Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2014, tindakan aborsi atas akibat dari pemerkosaan dan indikasi darurat medis harus dilakukan secara aman, bermutu, dan bertanggung jawab. 

Aborsi harus memenuhi persyaratan dan hanya diperbolehkan setelah wanita yang bersangkutan melakukan konseling pra tindakan dan pasca tindakan oleh konselor yang memiliki kompetensi dan wewenang sebagaimana diatur dalam Pasal 75 ayat 3 Undang-undang Nomor 17 tahun 2023 tentang Kesehatan.

Dengan adanya ketentuan diatas telah memberi perlindungan hukum bagi korban tindak pidana pemerkosaan untuk menggugurkan kandungan yang tidak dikehendaki tersebut. Sedangkan berdasarkan  beberapa  norma  di  masyarakat  terhadap  legalisasi  aborsi akibat pemerkosaan  terdapat  beberapa  pendapat  antara  lain: Norma Agama  yang  menyebutkan bahwa  aborsi  itu  dilarang  oleh agama  sepanjang  pengguguran  kandungan  tersebut  tidak memiliki  alasan  yang  dapat  diterima  dalam  keyakinan  masing-masing.  

Akan  tetapi pengguguran  kandungan  ini  dibolehkan  apabila  kandungan  belum  bernyawa  dan/atau kandungan memiliki indikasi yang dapat membahayakan wanita yang mengandung atau janin itu sendiri. Sedangkan menurut sebagian besar ahli fiqih ulama Hanafiyyah dan sebagian kecil ulama Syafi'iyyah membolehkan dilakukannya aborsi dengan syarat bahwa aborsi yang dilakukan itu kurang dari 120hari. 

Wallahu A'lam Bishawab

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun