Pada tahun 1923 dr. Sutomo merintis pendirian RS PKU Muhammdiyah di Yogya dan tahun 1924 di Surabaya. Sejak tahun 1925 hingga akhir hayatnya dr. Soetomo menjabat sebagai Medisch Adviseur H.B. PKO Muhammadiyah.Â
Berdirinya rumah obat, klinik dan poliklinik serta adanya dokter- dokter Muhammadiyah, semuanya itu adalah buah advis Dr Soetomo.Â
Saat Pembukaan Poliklinik Muhammadiyah Surabaya pada 14 September 1924 dr Soetomo memberi sambutan sekaligus memperkenalkan gerakan Muhammadiyah. Acara tersebut dihadiri ole Haji Soedja' dan Ki Bagus Hadikoesoemo.
Sutomo juga turut berkontribusi dalam proses pendirian Nahdlatul Ulama (NU). Sutomo memiliki kedekatan pula dengan sejumlah tokoh Nahdlatul Ulama.Â
Ia berkawan karib dengan KH. Abdul Wahab Chasbullah sejak aktif di Indonesia Studio Club (ISC). Ia juga dekat dengan Kiai Nawawi Amin Surabaya yang tak lain adalah konseptor AD/ART NU. Dalam beberapa kali Muktamar NU.
Soetomo bahkan menjadikan gagasan dan pemikiran NU dan dunia pesantren untuk turut mewarnai perjalanan berdirinya Boedi Oetomo pada 1908.Â
Inspirasi pesantren sebagai National Onderwijs yang kemudian diadaptasi oleh Ki Hadjar Dewantara pada tahun 1922 sebagai pondasi pendidikan Taman Siswa.
Akan tetapi, gagasan tersebut langsung direspon oleh Sutan Takdir. Sutan Takdir beranggapan, justru pesantren yang menjadikan bangsa Indonesia anti-intelektualitas dan mengalami kemunduran. Sutan Takdir beranggapan bahwa kebudayaan Indonesia perlu mengacu ke dunia Barat agak tidak tertinggal.
***
Jika mengamati lika dan liku perjuangan dr. Sutomo, harusnya dokter dan pemuda saat ini harus malu, di tengah sulitnya dan terbatasnya informasi saat itu tidak menjadikan mereka putus asa dan terpecah belah dalam mengawal perjuangan agar sampai pada apa yang dicita-citakan.
Perjuangan mereka mengingatkan saya tentang falsafah kuno orang muna yang menjadikan salah satu landasan saya untuk bergerak dan menentukan pilihan.