Aku jelas mengenali tempat ini. Kebun singkong di dekat rumah pak lurah. Aku tidak tau rencana apa yang akan Sumi lancarkan.
"Tolong pegangin, mas"
Ia menyorongkan obor dan bungkusan plastik ke arahku. Aku menerimanya. Sementara ia sibuk membuka baju sat persatu dan disampirkan seenaknya ke pundakku. Aku terbengong. Kaget. Mataku mendelik. Tapi aku langsung sadar dan balik badan. Sumi tak peduli. Aku tidak tau isi otaknya saat ini.
Ia mengambil isi bungkusan yang ada di lenganku. Seperti minyak baunya. Secara jelas aku tidak tau apa yang dia lakukan. Sebab posisiku membelakanginya. Tapi dari suaranya dan menurut tebakanku, Sumi melumuri minyak tersebut ke sekujur badannya. Singkat saja. Ia kemudian mengambil baju yang tadi disampirkan ke pundakku dan mengenakannya kembali.
"Sudah selesai, mas".
Bisiknya.
Aku balik badan. Wangi sekali baunya.
"Mas, tolong menjauh. Aku duluan. Aku memenuhi undangan pak lurah. Mas lihat saja dari sana"
Bisiknya lagi.
Ia menunjukan tempat yang agak nyaman untuk ngintip. Aku menuju ke tempat itu. Sementara Sumi masuk ke rumah pak lurah dengan memawa obor
Aku memulai aksiku. Mengintip kegiatan apa yang ada di dalam. Ada sekitar tujuh laki-laki di sana. Satu di antaranya pak lurah. Musik ronggeng mengalun samar-samar yang dimainkan oleh sekelompok pria di ujung kanan. Mengiringi para laki-laki yang sedang mabuk tuak.
Sumi muncul dari dalam. Dengan senyum khasnya yang mengembang. Seluruh mata para lelaki melotot ke arahnya.
Sumi naik ke panggung kecil. Ia menggeliat. Irama musik semakin kencang. Sumi meraba inci per inci tubuhnya. Meremas bagian-bagian yang menggoda. Aku terpana. Pak lurah bangkit. Ia mendekati Sumi. Menciuminya. Kemudian menyeretnya ke belakang. Aku tak tau lagi apa yang mereka lakukan. Tapi hatiku berdebar kencang dengan dugaan yang semakin liar.