Mohon tunggu...
lalu salappudin
lalu salappudin Mohon Tunggu... Guru - lahir di Mataram

descargar musica gratis online descargar musica gratis de youtube Menyukai musik slow

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Amaq Stowek

8 November 2018   12:09 Diperbarui: 8 November 2018   12:09 266
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kokok ayam bersahut-sahutan menyambut kedatangan pagi. Sementara itu, Amak Stowek baru saja bagun pagi dan segera mandi pagi. Ia bergegas menuju hutan dan membawa ranting-rantig kayu untuk ditukarkan dengan makanan.

Hari-hari, terasa begitu berat bagi Amak Stowek. Ia harus menyiapkan segala kebutuhannya sendiri. Mencari ranting-ranting kayu untuk mempertahankan hidupnya. Tak ada yang membantunya. Tak ada yang merasa iba padanya. Ia hidup sendiri di hutan. Hingga suatu hari keajaiban terjadi, seusai mencari ranting-ranting pohon di hutan. Ia menyandarkan tubuhnya di sebuah batang pohon besar. Ia rebahkan tubuhnya. Saking capeknya, ia tertidur pulas. Di tengah tidurnya, datanglah seorang Papuk Toak berjenggot lebat menghampirinya. Pakaiannya putih-putih. Seluruh rambutnya dipenuhi oleh rambut putih. Dengan pandangan yang tajam ia memandangi Amak Stowek. "Amak Stowek!" serunya. "Jika kamu menginginkan tubuhnmu sempurna seperti semua orang, maka datanglah ke Bukit Tuhan. Di sana tubuhmu akan menjadi sempurna!" suruh Papuk itu. "Tapi, di mana Bukit Tuhan itu, Puk?" tanya Amak Stowek dengan perasaan takut. "Carilah sendiri dan ikuti ke mana mata kakimu melangkah," kata Papuk Toak itu. "Kini aku akan memberimu pil kekuatan agar kamu bisa sampai ke Bukit Tuhan," kata Papuk Toak sembari melempar sebuah pil ke mulut Amak Stowek. Seketika Amak Stowek terperanjat dari tidurnya. "Ah," ternyata aku bermimpi, kata Amak Stowek.

Mimpi di tengah hutan itu selalu hadir dalam pikirannya. Ia seakan-akan tidak bermimpi. Namun, merupakan kenyataan. Dalam tidurnya, ia berharap kembali mendapat mimpi itu. Tapi, tak kunjung datang. Hingga kembali, ia sengaja tidur di batang pohon yang pernah ditidurinya itu dengan maksud mendapatkan mimpi itu lagi. Tetapi, tak kunjung muncul. Hingga menjelang sore. Terpaksa ia pulang ke rumah karena khawatir akan binatang buas yang mencari mangsa di malam hari. Kebiasaan itu dilakukan Amak Stowek sampai satu bulan lamanya. Namun, mimpi itu tak pernah muncul lagi. Ia putus asa dan tidak lagi melakukan hal yang biasa dilakukan itu.

Dalam keputusasaan itu, hal yang ajaib terjadi pada Amak Stowek ketika berada di rumahnya. Kaki, tangan, dan seluruh tubuhnya yang stowek tidak lagi terasa lemas. Ia merasakan kekuatan yang luar biasa. Ia dapat berjalan dengan cepat dan menggerakkan seluruh anggota tubuhnya tanpa rasa lemas. Semula, tubuhnya cepat merasakan lemas dan lelah, namun kini tidak. Namun tiba-tiba, rasa kantuk muncul. Ia tak dapat menahannya. Matanya terasa dilem dan ia pun langsung tertidur pulas. Di tengah tidurnya, tiba-tiba mimpi yang ditunggunya muncul kembali. Papuk Toak dengan surban putih, berbaju putih dan berambut putih datang menghampirinya. "Amak Stowek, carilah Tuhan di Bukit Tuhan, ikuti arah dan langkah mata kakimu. Jangan kau cari aku lagi. Segera berangkat. Segera berangkat. Segera berangkat!" seru Papuk Toak itu berkali-kali dengan suara lantang dan keras. Amak Stowek kaget dan terbagun dari tidurnya.Ia merasa ketakutan. Seakan-akan Papuk Toak itu ada di hadapannya.

Tanpa pikir panjang, Amak Stowek segera mempersiapkan diri untuk melakukan perjalanan panjang. Ambon rebus, ambon katak, puntik, dan gedang serta beberapa kelambi dan kereng. Ia bungkus dengan kain besar yang telah ia siapkan. Segera, ia mengunci rumahnya dan bergegas berjalan mengikuti arah mata kakinya. Tongkat di tangannya selalu setia menemani perjalanannya mencari Tuhan.

Dataran tinggi, dataran rendah ia lalui. Masuk hutan, keluar hutan terus ia lakukan. Menyeberangi sungai, melewati semak tak gentar di hatinya. Ia ingin segera bertemu Tuhan dan meminta kesempurnaan tubuhnya. Sesekali bekal-bekal yang ia bawa, dibukanya sambil beristirahat di bawah pohon-pohon rindang. Nikmat sekali terasa dalam hidupnya. Semangat yang selalu membara tak pernah padam dalam dirinya. Kesabaran tak pernah hilang dalam hatinya. Ia bertekad keras bagai baja untuk menemukan Tuhan.

Tanpa terasa, perjalanan Amak Stowek telah berlangsung tiga bulan lamanya. Namun semangatnya tetap membara. Dalam perjalanannya, Amak Stowek banyak bertemu dengan binatang-binatang buas, seperti: macan, harimau, singa maupun binatang-binatang jinak, seperti: monyet, burung, ayam hutan, kadal hutan, biawak dan lain sebagainya. Anehnya, tidak pernah ada yang mengganggunya. Ia tidak merasa takut atau khawatir dimakan binatang buas walaupun ia sering masuk dan keluar hutan. Ia selalu tabah menempuh perjalanan. Hingga suatu hari ia bertemu dengan seorang Amak yang sedang sholat. Amak itu sholat di lempengan batu di pinggir sungai.

"Ah, baru kali ini aku bertemu dengan orang yang sedang sholat . Aku tidak mungkin lewat di depannya sebelum ia menyelesaikan sholatnya," kata Amak Stowek dalam hati. Akhirnya ia memutuskan untuk istirahat sambil menunggu amak itu menyelesaikan sholatnya. Lama sekali ia menunggu amak itu sholat. Hingga ia tak menyadari dirinya tertidur pulas karena capeknya. Saat terbangun sudah malam hari, ternyata amak itu masih mengerjakan sholat. "Luar biasa sholatnya orang ini," celetuk Amak Stowek dalam hati. Ia memang orang yang rajin beribadah. Jangan-jangan orang ini samaran kakek yang hadir dalam mimpiku itu?" tanya Amak Stowek dalam hati. "Kalau begitu. Aku akan menunggunya hingga selesai sholat," janjinya dalam hati.

Malam berganti siang, siang berganti malam, ternyata amak itu masih mengerjakan sholat. Namun, Amak Stowek tetap bersabar menunggu amak itu berhenti sholat. Diamat-amatinya lempengan batu tempat sholat Amak itu. Ternyata, lempengan batu itu, telah berbekas oleh keseringan sholat amak itu. Ada bekas dahi, telapak tangan, siku kaki, jari kaki dan telapak kaki orang itu. Amak Stowek kaget terkagum-kagum. "Luar biasa sholatnya amak ini," gumam Amak Stowek sambil terus mengamatinya. "Berarti, amak ini tidak akan berhenti sholat," pikirnya. Tapi, perasaan khawatir kalau ia adalah samaran kakek yang dalam mimpinya itu menghinggapi pikirannya. "Ah, kalau begitu aku harus menunggunya," kata Amak Stowek dalam hati. Akhirnya ia terus menunggu amak yang sedang sholat.

Tiga hari lamanya, ia menunggu amak yang sedang sholat itu. Tiba-tiba, amak itu berhenti sholat dan menoleh ke Amak Stowek. Dipandanginya wajah Amak Stowek dengan pandangan yang tajam. Dari raut wajahnya, tampaklah ia ahli ibadah. Dahinya hitam bekas sujud, telapak tangan, kaki, dan jari-jarinya hitam bekas sujud. Amak Stowek tersentak kaget dipandangi seperti itu.

"Mau ke mana engkau?" tanya amak itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun