Mohon tunggu...
lalu salappudin
lalu salappudin Mohon Tunggu... Guru - lahir di Mataram

descargar musica gratis online descargar musica gratis de youtube Menyukai musik slow

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

TEMAN DI PERJALANAN

26 Februari 2015   04:14 Diperbarui: 17 Juni 2015   10:29 37
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

TEMAN DI PERJALANAN

(Satria Reza Lazuardi: Siswa SMAN 3 Mataram)

Hai, perkenalkan namaku Meta Alifatik, biasanya dipanggil Alif. Pasti kalian pernah mendengar namaku disuatu tempat kan? Yap, namaku memang diambil dari pelajaran kimia, karena orang tuaku adalah seorang ilmuwan kimia di kota ku. Orang tua ku memberikan ku nama ini berharap hidupku akan lurus, seperti bentuk ikatan Alifatik dalam kimia yang pasti lurus. Namun, sepertinya orang tua ku terlalu berharap, karena hidup manusia itu tak selurus harapan yang dibayangkan atau semulus jalan tol di kota ku yang baru di buat. Hidup seseorang manusia pasti banyak masalah, rintangan, lika-liku hidup, tantangan, dan macam lainnya yang membuat hidup itu makin ‘berwarna’.

Yah, seperti hidupku sekarang ini. Masa senang-senang sudah selesai, dan mulainya hidup remaja yang menantang dan penuh petualangan menuju ke kedewasaan. Dimana seorang remaja menemukan teman-teman sejati dan mungkin arti cinta.

Bermula ketika aku baru menginjak masa SMA, setelah menempa mental dan menahan kesabaran saat MOS di calon sekolahku. Hari pertama sekolah, paginya kupersiapkan segala suatu keperluan sekolah seperti : buku, pulpen, pensil, penghapus, dan segala teman-temannya. Segera setelah semua terasa sudah beres, seragam sekolah sudah terpakai dan perut sudah terisi, ku lirik jam tangan Adidas ditangan kiriku, jam 06.15. Waktunya berangkat sekolah, dengan sepeda Polygon Redcoilku yang setia menemaniku sejak SMP, aku pun keluar rumah dan berangkat menuju sekolah.

“Ma, Pak, Alif berangkat! Assalamualaikum,..” pamitku sedikit berteriak.  Aku pun melaju ke sekolah dengan kecepatan sedang.

Rumah ku dengan sekolah tidak terlalu jauh, hanya berjarak 1,5 km dan dapat ditempuh dengan sepeda selama 20 menit. Kalian mungkin bertanya, kenapa aku cepat sekali berangkat sekolah? Padahal waktu bel masuk masih lama. Yah, simpel saja, kesan pertama itu sangat perlu. Aku ingin menjadi seorang yang terkesan rajin di sekolah, cukuplah di SMP ku dinilai ‘urakan dan nakal’. Hmmm, setiap manusia itu pasti perlu namanya perubahan kan?.

Sesampainya di sekolah baru ku, ‘SMAN 3 MATARAM’ begitulah tulisan yang terpampang di depan sekolah tersebut. Dengan tersenyum hangat ku gayuh sepedaku masuk ke dalam sekolah, kesan pertama ku pada sekolah ini, ‘keren dan luas’ karena bangunanannya yang tersusun rapi dan lapangan yang luas, bahkan ada masjid di halaman depan sekolah. Ku melewati banyak siswa maupun siswi yang ternyata datang sama paginya dengan ku, ku berikan sedikit senyum hangat khas mentari pagi yang menyinari hari ini, berharap ada siswi yang terpesona dengan senyumku. Sedikit narsis tidak apa-apa kan?.

“Haaaah,...” hela ku pelan saat sampai di parkiran sepeda sambil tersenyum, “semoga aku menemukan teman-teman yang baik di sekolah ini,..” kataku berharap pelan ‘dan normal’ sambungku dalam hati.

Setelah beberapa hari telah berlalu, aku mendapatkan kelas unggulan dan teman-teman yang baik nan ramah. Aku tersenyum  ‘sepertinya harapan ku terkabul,..’ batin ku senang.

Namun, sepertinya takdir mengejutkan ku. Kenapa? Karena baru beberapa bulan aku di kelas ini, dan kelas ini telah menunjukan jati dirinya. ‘dasar takdir!’ batin ku heran sambil melihat teman-teman kelasku yang mirip kelakuannya dengan teman-teman SMP ku dulu. Bagaimana tidak , kelasku ini ‘ramai dan ceria’, terlihat ada yang sedang curhat kesah hatinya, ada yang maen laptop, bernyanyi, menonton film, bermain game, diskusi tentang berita bola semalam sampai  yang menonton ‘k-pop’ disertai dengan teriakan tidak jelas. Sang Ketua Kelas hanya diam kalem namun sekali-kali ikut nimbrung dalam pembicaraan berita bola. Haah, beginilah kelas ku sekarang, aku hanya bisa tersenyum dan ikut bergabung dalam pembicaraan berita bola bersama teman-teman ku. Perlu diingat, aku ini penggila sepak bola seperti halnya kaum adam pada umunya. Saat kami bercerita tentang tim favorit kami, suara kami tidak kalah dengan suara teriakan cewek-cewek kelas kami yang menonton k-pop. Yah, bahasa kerennya ‘menghidupkan suasana’, namun yang terjadi malah makin ribut.

Hahaha, suasana kelas ini memang sangat hangat sampai mungkin pendingin diruangan ini tidak terasa, itulah yang ku sukai dari kelas ini. Rasa kekeluargaan bagai saudara yang sudah sangat akrab, rasa persatuan, tolong menolong antar sesama yang membutuhkan, dan persahabatan yang kental bagai yougurt manis yang jika dirasa membawa kedamaian hati. Hahaha maaf, lupakan bahasa metafora yang aku tambahkan, pokoknya kelas ini berbeda dengan kelas lainnya.

Namun suatu hari, saat itu hari selasa, Aku, Ari, dan Rifa pergi ke kantin, saat melewati kelas XI IPA. Hatiku berdetak cepat dengan mata memandang kaget, karena melihat seorang bidadari cantik dengan buku ditangannya lewat di depanku, dia tersenyum hangat, sontak mukaku memerah. Muka cowok mana yang tidak memerah jika diberikan senyuman hangat oleh seorang cewek cantik, dengan aura anggun, kulit manis, dengan tambahan jilbab putih sebagai pelengkap keindahannya. Oh, jangan lupa dengan tubuh yang tidak terlalu tinggi dan bentuk yang bisa dibilang ‘WOW!’. Hey, aku masih normal jadi wajar saja jika aku bilang begitu, lagi pula aku sedang dalam masa puber, jadi maklumi saja.

Sungguh, aku bersyukur kepada Allah SWT. Karena telah menciptakannya sosok secantik dia. ‘Hmhmm, aku senang hidup hingga sekarang’ batinku sambil tersenyum.

“...Lif,..Lif..,.WOY ALIF!” panggil Ari setengah teriak menyadarkanku dari lamunan indah, “hm?” jawab ku bodoh,

“Dasar pesek, dari tadi dipanggil malah bengong” kata Ari jengkel,

“Dia suka sama Rahma tu, hahahaaha!” sambung Rifa tertawa lebar,

“Rahma? Siapa?” kata ku bingung,

“Yaelah, ini anak. Cewek cantik yang lewat itu kan Rahma, teman sekelas kita.” Jawab Ari heran, sedangkan Rifa masih tertawa, ‘astaga, kok aku bisa lupa’ batin ku heran juga. Yah, beginilah kalau siswa banyak pikiran, lupa teman sendiri.

Hari itu pun ku habiskan seperti biasa. Namun, hal luar biasa terjadi. Hal ini membuatku senyum-senyum tidak jelas sepanjang. Yah, aku dapat nomer hpnya Rahma. Menurut kalian pasti itu hal sepele, tapi bagi seorang yang lagi kasmaran seperti ku ini, itu seperti mendapat dompet dengan isi seratus ribuan. Mungkin ada yang bertanya, dari mana aku dapat nomer hpnya? Hn, ya dari orang yang punya. Ku bulatkan tekad dan menempa keberanian, sepatah demi patah kata ku susun sebelum eksekusi di lakukan, setelah menemukan kalimat yang tepat, ku berjalan ke arahnya yang sedang terduduk dibangku membaca buku, dengan tekad setebal baja ku berkata “Assalamualaikum, Rahma!”, dia melihat dan tersenyum

“Waalaikumsalam, Lif!” jawab Rahma,

“hm,..h,..anu,..ma,,e,..Rahma?” mulutku tiba-tiba gagap,

“eh? Kenapa Lif?” tanya Rahma lembut,

‘Ya Allah, tatapannya!’ batin ku gugup melihat tatapan Rahma, ‘baiklah, kini waktunya menjadi cowok sejati, jangan jadi cowok labil tidak jelas, Alif!’ batin ku lagi menyemangati diri, Setelah mengambil nafas, ku berkata “Rah, boleh minta nomer hp mu?” akhirnya kata itu meloncat dari mulutku,

“oowh, boleh kok Lif!” jawab Rahma. Wooooo, itu kata-kata yang selalu ku kenang sampai sekarang. Okey, aku memang sedikit alay, tapi demi cinta. Dibilang gila dan sedeng pun, diriku ikhlas. Yah, itulah cowok sejati! (menurutku).

Dan hari-hari ku bertambah berwarna, hampir setiap hari ku mencoba dekati Rahma. Dengan segala cara dan sedikit bumbu gombalan ku lepaskan. Dari yang berhasil sampai yang gagal. Dari yang logis sampai yang kurang logis. Sampai pernah aku jatuh sakit di kelas, dan di bawa ke ruang UKS, suhu badan ku cukup tinggi dan badan ku lemas semua. Namun, aku tak peduli dengan semua rasa sakit ku, karena ternyata yang menjaga ku di UKS adalah Rahma. Aku ikhlas sakit tiap hari, asal Rahma yang merawat. Dia mengompres kening ku dengan sapu tangan, dan memberi obat pereda panas. Yah, hari yang sangat menyenangkan, dan aku mendapat dua kesimpulan. Satu, Rahma adalah anggota PMR sekolah dan kedua, cinta adalah obat pereda sakit.

Jam berganti hari, hari berganti minggu, dan minggu berganti bulan. Tak terasa sudah 2 bulan sebelum ujian semester genap. Semakin hari hubunganku dengan Rahma makin dekat. Dilihat dari jauh, kami seperti orang pacaran. Hmm, memang banyak yang mengatakan kami itu cocok, bukannya percaya diri, tapi memang benar, Rahma cantik dan aku ganteng. Yahahaha, sebuah kenyataan yang tepat. Seperti hari ini, kami berdua sedang makan di kelas, makan berhadap-hadapan. ‘hidup itu,.. indah,..’ batin ku tersenyum terharu.

Sebulan sebelum ujian semester genap, hatiku hancur berkeping-keping. Rahma menerima seorang cowok sebagai pacarnya. ‘hidup itu,... kejam,..’ batin ku menangis ala anime dalam hati, melihat Ari yang baru saja menembak Rahma di depan kelas dengan setangkai mawar merah ditangannya. ‘Uuooohhh aku sudah tidak tahan lagi,...!’ batin ku meraung keras, aku pun bangun dari kursi paling belakang, dengan nafas terburu-buru kuhentakan cukup keras kursi yang menghadang langkahku.

Tiba-tiba Rifa, Putra, dan Jaya memegang tangan dan punggungku, “Kampret lepaskan! Aku sudah tak tahan!” kata ku keras sambil berontak,

Alghi maju ke depan ku dan berkata “tenang Lif, jangan emosian begitu dong!”,

“Tenang? Tenang apaan, hah? Aku sudah tak tahan ini, cepat lepaskan!” emosi ku makin membara, Andra bangun dari kursinya menghampiri ku,

“Lif, tenang! Tenangkan emosi mu!” katanya menenangkan,

“jangan emosian, kita bisa berbicara dengan tenang” sambung Alghi lagi,

“Dasar ketua kelas botak, kamu ngomong apa, hah? Saya sudah tidak tahan ini!” bentak ku ke Alghi teman-teman kelas lainnya pun melihat kami dengan heran, Rahma dan Ari melihatku dengan khawatir. Aku pun terdiam. Rifa, Putra, dan Jaya yang merasa aku sudah tenang melepasku, seakan tak peduli dengan tatapan teman-temanku, aku berlari ke depan kelas menuju Ari dan Rahma yang melihatku khawatir,

“Jangan Alif!” teriak Jaya yang mencoba menghentikanku,

“Kenapa? Aku sudah tak tahan, sudah diujung ini” kata ku sewot sambil melihat ke arah Jaya, “aku mau ke kamar mandi, kampret” sambungku makin sewot, semuanya terdiam, aku pun berbelok ke pintu kelas.

Saat sudah diluar kelas, aku mendengar suara tawa teman-teman kelas ku, “dasar anak sedeng semua!” kata ku jengkel, aku pun berlari ke kamar mandi, untuk menunaikan kewajiban ku.

Keesokan harinya, saat masuk sampai keluar main pertama aku tidak berbicara sepatah kata pun. Aku pun tidak tahu alasannya, tiba-tiba aku malas basa basi dengan teman-teman kelas. Yah, mungkin ini pengaruh ‘penembakan’ Ari kemarin.

“Lif! Lif!” Putra memaggil ku,

Dengan malas ku menoleh, “Hm?” gumam ku malas,

“Sini sebentar!” katanya memanggil, dengan malas aku bangun memenuhi panggilan sahabat ku yang satu ini,

“Ada apa?” kata ku langsung ke intinya,

“Yah, duduk saja dulu! Jangan lecek gitu mukanya, heheheheee” candanya yang disambut cekikikan teman-teman cowok kelas ku, kami memang sedang duduk-duduk di kelas.

Aku pun terpaksa duduk, “jadi, ada apa?” tanya ku kembali,

“Lif? Kamu marah sama aku dan Rahma?” kata Ari tiba-tiba,

“tidak kok” kata ku cuek sambil memandang datar,

“beneran?” kata Ari ragu,

“Yo” kata ku lagi. Setelah mengatakan itu, aku bangun dari kursiku dan tersenyum, sambil berjalan ke bangkunya Rahma, teman-temanku hanya memandang penasaran.

“Rahma” sapa ku dan duduk di kursi depan Rahma,

“ya ada apa?” tanya Rahma,

“ekhem, begini. Sebelum pacaran sama Ari, kamu anggep saya itu apa?” kata ku langsung ke intinya, sekarang bukan waktunya bertele-tele.

“hm, apa ya? Hmm” kata Rahma,

“haah, katakan saja Rahma, santai saja” kata ku sambil tersenyum,

“hmmhmm, kayaknya cuma teman Lif!” jawab Rahma akhirnya,

“Hahaha terima kasih Rahma” kata ku dan sedikit tertawa namun terdengar hambar.

Aku pun melangkahkan kaki kembali ke teman-teman ku yang sedang berkumpul dibelakang, “Aku kalah dari mu, Ri!” kata ku sambil tersenyum pahit,

“maksud mu?” kata Ari bingung,

“Yaaah, kau mendapatkan Rahma” kata ku lagi,

“haah, aku minta maaf kawan” kata Ari dengan nada pelan,

“tak apa, aku saja yang bodoh, terlambat mengungkapkan perasaan ku, hahahaa” tawa ku yang cukup terdengar dipaksakan,

“tak apa-apa kah?” tanya Ari lagi,

“Yah, tak apa-apa. Aku juga masih punya banyak teman-teman yang sering menemaniku” kata ku akhirnya dengan nada senang,

“hahahaa, ya dong Lif! Kau masih punya kami, kan kita sama-sama Jomblo Bahagia” kata Jaya,

“hhahaaha ya ya” balas ku sambil tersenyum lucu, hari itu pun kami kembali tertawa bersama.

Setelah hari itu, hari-hari kami kembali seperti semula. Yah, walau aku harus terus menerus menahan cemburu, melihat Ari berpacaran dengan Rahma. Haah, apa mau di kata takdir memang seperti itu, tidak terduga. Namun, aku masih punya teman-teman yang selalu berada di dekat ku, walau aku selalu Jomblo di masa SMA ini, yang penting tetap bersama dengan teman-teman ini. Yang ku takutkan di dunia ini selain kehilangan keluarga dan agama adalah kehilangan teman, walau satu namun berharga. Pacar hanya sementara namun teman harus selamanya. Walau pacar tak ada, yang penting teman ada. Karena teman lah kita tersenyum, karena temanlah kita menangis, dan karena temanlah tak ada yang namanya sepi. Aku menghargai setiap temanku, karena mereka akan menjadi teman ku di perjalanan ini.

~ TAMAT ~

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun