“Mengapa tak kamu ceritakan dulu-dulu, Fit?” sesal Rose serak.
“Benar, Fit. Andai kau ceritakan sejak dulu tidaklah kau menanggung masalah sendirian,” imbuh Aini.
“Paling tidak kita dapat mencarikan solusi,” sambung Rose.
“Aku minta maaf,” Fitri menatap kami satu persatu. “Sekali lagi aku minta maaf karena tak terbuka pada kalian padahal kita adalah sahabat!”
Bel pelajaran berdering.
Kembali kami ke tempat duduk semula. Tapi, tampak Fitri tak bergairah.
Bel pelajaran istirahat berbunyi. Kami tidak bernafsu ke kantin.
“Jadi, apa yang harus kita lakukan untuk membantu Fitri?” tanya Bina.
“Kalau menurutku, Fitri harus membicarakan masalahnya kepada mamanya,” kataku menengahi, “Itu masalah keluarga Fitri. Jadi kita cuma bisa mendukung dari luar garis saja.
Erva mengangguk-angguk. “Benar, Fit. Siapa tahu mamamu sadar hatinya.”
“Memang aku juga menginginkan demikian. Tapi…?”