Mohon tunggu...
Lalacitra Fitri Suwari
Lalacitra Fitri Suwari Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi

Mahasiswi Ekonomi Syariah IPB

Selanjutnya

Tutup

Money

Potensi Industri Makanan Halal di Indonesia

14 Maret 2022   20:10 Diperbarui: 14 Maret 2022   20:18 1720
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Berkaitan dengan berlakunya Undang-Undang Jaminan Produk Halal JPH (UU No. 33/2014) yang mengharuskan produk yang masuk, beredar dan di perdagangkan di wilayah Indonesia wajib bersertifikat halal, maka pengetahuan tentang daftar bahan yang halal harus diketahui oleh pelaku industri dalam membuat suatu produk. Hal ini mau tidak mau akan memaksa industri untuk mencantumkan secara jelas logo halal pada produknya, kecuali untuk produk yang dimaksudkan sebagai bahan haram. Tentunya untuk dapat memperoleh sertifikat halal bagi industri atau pelaku usaha, mereka harus memiliki pengetahuan terkait bahan (bahan baku atau bahan pendukung) yang digunakan selama proses produksi. 

Pengembangan potensi industri makanan halal di Indonesia menghadapi sejumlah tantangan baik internal maupun eksternal. Tantangan internal bersumber dari kurangnya pengetahuan masyarakat dan pelaku usaha tentang standarisasi halal/sertifikasi halal, rendahnya kesadaran untuk berkompetisi, edukasi konsumen, pembiayaan bisnis, dan problematika pemahaman UU No. 33/2014 yang masih kurang. Sementara tantangan eksternal yang dihadapi Indonesia adalah banyaknya Negara pesaing dan belum adanya sertifikasi halal yang berlaku secara global. 

Sejak ditetapkan tahun 2014, Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 Tentang Jaminan Produk Halal (UU JPH), penerapannya dirasa belum efektif dan masih membutuhkan waktu karena kewajiban sertifikasi halal dilakukan secara bertahap. Problematika lain yang ditemukan adalah UU JPH sangat berpotensi untuk menyusahkan pelaku usaha dan menghambat laju pertumbuhan ekonomi. Dalam Pasal 21 ayat (1) dijelaskan bahwa harus ada pemisahan pada lokasi, tempat dan alat proses produk halal (PPH). Pemisahan ini akan memberatkan para pelaku usaha, terutama pelaku UMKM karena menimbulkan biaya yang tidak perlu. 

Masuknya berbagai produk halal dari luar negeri membuat produk lokal Indonesia harus bersaing agar tetap eksis. Namun sayangnya, kesadaran masyarakat Indonesia untuk berkompetisi masyarakat Indonesia masih rendah. Maka tidak mengherankan jika saat ini Indonesia lebih cenderung menjadi konsumen industri halal. Malaysia, Brunei Darussalam, Turki, Pakistan, Qatar, dan Uni Emirat Arab merupakan Negara muslim yang menjadi pesaing Indonesia, sementara negara pesaing yang termasuk ke dalam negara non-muslim antara lain Jepang, Australia, Thailand, Selandia Baru, Singapura, United Kingdom, dan Italia. Bahkan Jepang sangat berambisi menjadi role model produk halal dunia dengan membangun berbagai fasilitas untuk mengembangkan bisnis produk halal. 

  Dalam banyak kasus, standar dan akreditasi halal merupakan persoalan yang terjadi di tingkat global. Tantangan ini terutama semakin nyata di bidang pangan. Tidak adanya standar halal menjadikan kondisi pasar menjadi bias, baik yang terjadi di tingkat produsen maupun konsumen. Sampai saat ini dipandang masih belum terdapat skema internasional untuk mengakreditasi Badan Sertifikasi Halal di masing-masing Negara. Terlalu banyak badan pengembangan standar. Hal ini disebabkan belum adanya konsensus yang dilakukan oleh negara-negara di dunia mengenai standarisasi sertifikat halal intenasional. Setiap negara memiliki kriteria tersendiri dalam penetapan sertifikasi halal. Kriteria ini belum tentu diterima oleh negara lain. Maka, tercipta ketidakteraturan dalam sertifikasi halal. 

Pemahaman masyarakat Indonesia terhadap konsep halal masih dirasa kurang. Ada banyak masyarakat Indonesia yang menganggap bahwa semua produk di pasar adalah produk halal. Halal awareness memiliki keterkaitan dengan religiusitas dan pengetahuan mengenai konsep halal. Halal awareness dipengaruhi oleh tingkat keyakinan agama, alasan kesehatan, label/logo halal, identitas diri dan tingkat eksposur yang baik. 

Dengan demikian, untuk meningkatkan halal awareness di Indonesia, kuncinya adalah dengan melakukan sosialisasi. Dalam kondisi di era Revolusi Industri 4.0 seperti sekarang ini, membedakan makanan halal atau haram bukanlah hal yang mudah. Hal ini terkait dengan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang pangan, dimana pangan tidak lagi terdiri dari bahan baku saja, tetapi terdapat bahan tambahan yang kemungkinan besar berasal dari pangan yang dilarang dan turunannya. 

Konsep literasi halal merupakan bentuk pemahaman masyarakat, regulator, investor, dan pelaku industri halal dalam mengetahui dan memahami kemampuan untuk mengetahui, mengonsumsi, mengelola, dan menganalisis produk halal. Minimnya literasi halal memerlukan langkah strategis untuk penguatan ekosistem halal guna meningkatkan kuantitas dan kualitas produsen maupun konsumen halal. 

Rantai pasok halal merupakan keharusan untuk mengimplementasikan penciptaan nilai halal ke dalam logistik dan rantai pasok. Rantai pasokan makanan halal dimulai dengan menemukan berbagai bahan baku yang diizinkan dan menyiapkannya sesuai kebutuhan serta sesuai dengan prinsip-prinsip hukum syariah. 

Jika dikaitkan dengan rantai pasok halal, para pelaku usaha di Indonesia yang memperdagangkan produk pangan harus memberikan informasi yang jelas dan jujur tentang komposisi, sifat kehalalan produk pangan yang diperdagangkan untuk melindungi hak konsumen muslim terhadap produk pangan non halal. 

Namun masih banyak produk makanan yang beredar di masyarakat yang belum mencantumkan logo halal atau masih diragukan logo halalnya. Pemberlakuan syariat Islam dalam manajemen rantai pasok berperan sebagai syarat dasar bagi proses manajemen halal berbasis syariah dalam arti semua harus halal (diizinkan) dan juga thoyyib sepanjang seluruh rantai. Keberhasilan industri halal juga bergantung pada kemampuan manajemen layanan logistik untuk memastikan integritas produk halal. Semua produk halal harus sesuai dengan hukum syariah yang menyatakan bahwa produk harus aman, tidak berbahaya dan sehat dari awal sampai akhir. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun