Teori klasik membuat perbedaan sosial pada setiap genre, seperti epik dan tragedi menyangkut kelas tinggi (raja, dan bangsawan), komedi menyangkut kelas menengah, satire dan farce kelas bawah atau rakyat. Perbedaan ini berkaitan dengan doktrin "moral kelas", perbedaan gaya dan diksi tinggi, sedang,rendah. Aliran klasik secara tidak sadar bersikap tidak toleran terhadap sistem, jenis, dan bentuk estetis lain. Demikian pula sikapnya terhadap genre.
Teori genre modern bersifat deskriptif dan tidak membatasi jumlah jenis sastra dan tidak menentukan aturan untuk pengarang dan lebih tertarik mencari persamaan umum dari setiap jenis sastra serta kesamaan teknik dan tujuan sastra.
Soneta dan fugue adalah bentuk yang mudah dikenali dalam seni musik. Pola yang sudah umun dan berulang mungkin akan membosankan, tetapi pola yang baru mungkin akan sulit dipahami. Genre memberikan teknik yang dapat digunakan oleh penulis dan sudah dipahami para pembaca.
Henry Wells mengatakan, pendekatan genre yang memperhatikan perkembangan internal sastra adalah genetika sastra.
Beberapa topik mengenai teori genre, yang pertama adalah genre sastra yang telah berkembang berasal dari genre-genre primitif yang akan dan terus berkembang. Selanjutnya adalah kesinambungan genre antara sejarah sastra prancis, dan khotbah abad ke-17 yang menjadi puisi lirik abad ke-19, dan kesinambungan ini didasarkan pada kecenderungan para pengarang dan pembacanya.
Sejarah tragedi sendiri harus ditulis menggunakan metode ganda, yang pertama tragedi harus dijabarkan secara umum, lalu melihat kesinambungan antara aliran tragedi satu periode dan satu negara dan aliran setelahnya, serta pembagian urutan secara kritis.
Masalah genre merupakan masalah yang berkiatan dengan sifat dari bentuk-bentuk sastra yang universal.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H