Setelah itu KAT dinyatakan graduated atau lulus, lalu exit atau keluar dari program Pemerintah Pusat. Pengembangan selanjutnya diserahkan pada Pemerintah Daerah, sampai pada akhirnya diharapkan KAT tidak terpencil lagi, tetapi berkembang menjadi komunitas mandiri yang setara dengan masyarakat lainnya.
Lalu, bagaimana dengan Orang Suku Laut?
Ah. Ternyata Provinsi Kepulauan Riau telah dinyatakan graduated dan exit dari program Pemberdayaan KAT ini pada tahun 2014.
“Data KAT Kabupaten Lingga sudah tidak dimasukkan ke list prioritas karena dianggap sudah pernah menerima bantuan berupa rumah. Karena itu eksekusi proyek dikembalikan ke Pemerintah Kabupaten dan Provinsi. Program Pemberdayaan KAT tidak melakukan intervensi sampai tingkat desa,” jelas Wengky Ariando, Doctoral Candidate dari Chulalongkorn University, Thailand, yang di akhir 2018 selama tiga bulan hidup bersama Orang Suku Laut dalam sampan-sampan kajangnya untuk melakukan penelitian. Hasil penelitiannya, ‘Kearifan Ekologi Lokal dari Masyarakat Adat terhadap Adaptasi Perubahan Iklim: Studi Kasus Orang Suku Laut, Kabupaten Lingga, Provinsi Kepulauan Riau, Indonesia’ menyumbangkan data dan pemahaman penting tentang Orang Suku Laut serta menjadi rujukan signifikan bagi pengembangan Orang Suku Laut di Kabupaten Lingga.
Peranan Penting Dana Desa
Pertanyaan kemudian adalah, jika bantuan masif sudah tidak bisa diajukan lagi pada Pemerintah Pusat dan kelanjutannya harus dikelola Pemerintah Daerah, dari mana sumber yang terbaik?
“Dana Desa,” jawab Wengky. “Kalau mau di-adjust, Dana Desa bisa digunakan untuk pembuatan rumah Orang Suku Laut. Sesuai UU Desa, untuk ini ada pos dananya. Saya pernah menanyakan ini kepada beberapa kepala desa di Lingga yang mempunyai masyarakat Suku Laut. Contohnya di desa Kelumu yang aparat desanya cukup progresif. Mereka pernah memberi bantuan rumah untuk Suku Laut dari Dana Desa. Namun untuk desa yang tidak mempunyai inisiatif, mereka beralasan bahwa Orang Suku Laut sudah diurusi oleh PKAT Dinas Sosial, maka tidak boleh lagi dapat bantuan dari Dana Desa.”
- Agar Desa mampu menjalankan kewenangannya, termasuk mampu menswakelola pembangunan Desa maka Desa berhak memiliki sumber-sumber pendapatan. Dana Desa yang bersumber dari APBN merupakan salah satu bagian dari pendapatan Desa. Tujuan Pemerintah menyalurkan Dana Desa secara langsung kepada Desa adalah agar Desa berdaya dalam menjalankan dan mengelola untuk mengatur dan mengurus prioritas bidang pembangunan dan pemberdayaan masyarakat Desa.
- Penggunaan Dana Desa dikelola melalui mekanisme pembangunan partisipatif dengan menempatkan masyarakat Desa sebagai subyek pembangunan. Karenanya, rencana penggunaan Dana Desa wajib dibahas dan disepakati dalam musyawarah Desa.
“Pelibatan suara Orang Suku Laut dalam pembuatan program desa ini adalah salah satu kunci perubahan yang bisa kita kuatkan saat ini,” ungkap Wengky kemudian. “Di sini, kita bisa menggunakan skema FPIC (Free, Prior and Informed Consent).”
Apakah itu skema Free, Prior and Informed Consent? Dari situs forclime.org: “Sederhananya, FPIC adalah hak masyarakat adat untuk mengatakan "ya, dan bagaimana" atau "tidak" untuk pembangunan yang mempengaruhi sumber daya dan wilayah mereka. Hal ini berbasis pada hukum internasional dan hukum nasional di beberapa negara. Status hukumnya telah diperkuat melalui adopsi dari Deklarasi PBB tentang Hak Masyarakat Adat (UNDRIP) pada tahun 2008. Berasal dari hak masyarakat adat untuk menentukan nasib sendiri, kemudian semakin diperluas ke semua masyarakat lokal dengan hubungan historis atau adat atas tanah dan sumber daya yang mereka gunakan.”