Mohon tunggu...
Laksmi Haryanto
Laksmi Haryanto Mohon Tunggu... Freelancer - A creator of joy, a blissful traveler who stands by the universal love, consciousness, and humanity.

As a former journalist at Harian Kompas, a former banker at Standard Chartered Bank and HSBC, and a seasoned world traveler - I have enjoyed a broad range of interesting experience and magnificent journey. However, I have just realized that the journey within my true SELF is the greatest journey of all. I currently enjoy facilitating Access Bars and Access Energetic Facelift sessions of Access Consciousness - some extraordinary energetic tools of cultivating the power within us as an infinite being.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Anak-anak Sampan Pun Pewaris Sah Negeri Ini

3 April 2020   19:31 Diperbarui: 6 April 2020   06:00 665
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Anak-anak Orang Suku Laut di Linau.

Bingo. Pertanyaan itu ternyata membuka jalan lebar. Akhirnya pada tahun 2015, setahun setelah ia memulai perjuangannya, dilakukanlah pernikahan masal bagi pasangan-pasangan Suku Laut. Ada 14 pasang 'pengantin' yang saat itu diresmikan sebagai suami-isteri di KUA Senayang. Namun yang tak kalah penting adalah anak-anak mereka akhirnya mendapatkan akte kelahiran dari negara, tercatat sebagai warganegara dan pewaris sah negeri ini.

Tetap belajar. Sumber: Yayasan Kajang.
Tetap belajar. Sumber: Yayasan Kajang.
Berhasil menyelesaikan pekerjaan rumah ini, ada pertanyaan lain yang melintas di benaknya: Ini baru kasus di satu titik saja. Padahal pemukiman Orang Suku Laut meliputi 30 titik di Kabupaten Lingga yang wilayahnya terdiri dari 603 pulau. Jangan-jangan kasus seperti ini pun terjadi di dusun-dusun lain? Jangan-jangan mereka juga perlu bantuan untuk menyuarakan hak-hak mereka di hadapan negara? Jangan-jangan...

Berjuta 'jangan-jangan' inilah yang menyebabkan Bunda Densy tak pernah bisa melepaskan wajah-wajah polos Orang Suku Laut ke luar dari benaknya. Sejak saat itu, bersama dengan teman-temannya, para mahasiswa, dan siapa pun yang bersedia -- ia mendirikan Komunitas Peduli Orang Suku Laut, yang kemudian menjadi cikal bakal Yayasan Kajang saat ini. Nama Kajang sendiri diambil dari atap berbentuk segitiga yang menaungi sampan Orang Suku Laut. Dulu, hidup mereka sepenuhnya ada di dalam sampan kajang itu.

Dengan sumber daya terbatas, Yayasan Kajang kemudian berusaha mendampingi, mendukung, dan mengatasi berbagai persoalan masyarakat Orang Suku Laut di Kabupaten Lingga. Masalah yang diyakini paling esensial adalah dikeluarkannya data Orang Suku Laut dari Kelompok Adat Terpencil (KAT), sehingga saat ini Orang Suku Laut sering tak diikutkan dalam program-program Pemerintah, baik di tingkat provinsi atau di tingkat desa. Padahal, kenyataan kehidupan mereka saat ini masih sangat memprihatinkan.

Bunda Densy selalu optimis.
Bunda Densy selalu optimis.
Saat ditanya dari mana dana yang digunakannya untuk melakukan semua aktivitas sosial ini, Bunda Densy hanya tertawa. "Tergantung dari donasi orang-orang baik saja. Kalau ada dana ya jalan, kalau gak ada, ya gadaikan ponsel. Hahaha!"

Kupandangi anak-anak kecil yang berkerumun gembira di sampingnya. "Jangan putus sekolah ya, Nak," bisikku perlahan. "Kalian harus bangga sebagai anak-anak sampan. Nenek moyang kalian adalah pelaut-pelaut ulung penjaga negeri ini. Anak-anak sampan pun adalah pewaris sah negeri ini."

***

Sumber dari Yayasan Kajang dan dari berbagai sumber lainnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun