Mohon tunggu...
Laksmi Haryanto
Laksmi Haryanto Mohon Tunggu... Freelancer - A creator of joy, a blissful traveler who stands by the universal love, consciousness, and humanity.

As a former journalist at Harian Kompas, a former banker at Standard Chartered Bank and HSBC, and a seasoned world traveler - I have enjoyed a broad range of interesting experience and magnificent journey. However, I have just realized that the journey within my true SELF is the greatest journey of all. I currently enjoy facilitating Access Bars and Access Energetic Facelift sessions of Access Consciousness - some extraordinary energetic tools of cultivating the power within us as an infinite being.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Kelana Laut yang Gamang, Akankah Kalian Bertahan?

26 Maret 2020   16:41 Diperbarui: 28 Maret 2020   14:52 989
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bunda Densy dari Yayasan Kajang dan anak-anak Suku Laut. | Sumber gambar: Dokumentasi pribadi.

Lho, jadi kambing hitamnya adalah program pembangunan pemerintah yang nota-bene ingin mengentaskan mereka?

Sebentar. Mari kita telusuri perkaranya. Land Reform -- Reformasi Agraria - adalah bagian tak terpisahkan dari program pembangunan Indonesia setelah merdeka di tahun 1945. 

Eksekusi dari program pembangunan - khususnya menyangkut hak wilayah atau teritori masyarakat adat atau suku asli - di sana-sini banyak menyulut perdebatan dan pertentangan sengit.

Namun seiring dengan berlalunya waktu, pemerintah pun mengakui dan menghormati adanya wilayah-wilayah tertentu yang secara turun temurun ternyata merupakan wilayah adat serta memiliki hukum dan hak adat yang dikelola oleh masyarakat adat yang diakui pemerintah. 

Masyarakat adat yang diakui pemerintah saat ini tersebar di seantero Nusantara. Contohnya adalah masyarakat adat Kanekes, masyarakat adat Dayak, Papua, Toraja, dan lain sebagainya.

Untuk mengentaskan masyarakat-masyarakat adat, terutama yang diakui sebagai Kelompok Adat Terpencil (KAT), pemerintah pun tak hanya menganggarkan dan menyalurkan dana tertentu, tetapi juga membuat program-program pengembangan lainnya.

Perahu kajang Orang Suku Laut. | Sumber gambar: Dokumentasi pribadi.
Perahu kajang Orang Suku Laut. | Sumber gambar: Dokumentasi pribadi.
Sekarang, apa yang terjadi pada Orang Suku Laut? Apakah mereka memiliki teritori adat yang diturunkan secara turun temurun? Ya. Ada. 

Pada tahun 1885, atas jasa-jasa mereka menjaga pesisir dan lautan, Kesultanan Riau Lingga -Johor-Pahang memberikan hak kuasa atas wilayah pada Orang Suku Laut yang tertuang dalam sebuah manuskrip kuno dan peta wilayah yang disebut 'Peta Wilayah Takluk Sultan Abdurrahman Muazzamsyah'. 

Dokumen tersebut konon sekarang masih ada dan dipegang oleh Tengku Fahmi dari Lembaga Adat Kesultanan Riau Lingga di Pulau Penyengat, Tanjung Pinang.

Hak Adat itulah yang digunakan oleh Orang Suku Laut untuk berjaya di wilayah lautan selama berpuluh tahun hingga runtuhnya Kesultanan yang diakibatkan oleh politik adu-domba Belanda. 

Pada tahun 1913 terjadilah eksodus keluarga Sultan ke Singapura dan kesultanan pun ditutup untuk selamanya. Setelah itu, secara perlahan-lahan Orang Suku Laut pun bercerai-berai seperti anak ayam kehilangan induknya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun