Mohon tunggu...
Laksmi Haryanto
Laksmi Haryanto Mohon Tunggu... Freelancer - A creator of joy, a blissful traveler who stands by the universal love, consciousness, and humanity.

As a former journalist at Harian Kompas, a former banker at Standard Chartered Bank and HSBC, and a seasoned world traveler - I have enjoyed a broad range of interesting experience and magnificent journey. However, I have just realized that the journey within my true SELF is the greatest journey of all. I currently enjoy facilitating Access Bars and Access Energetic Facelift sessions of Access Consciousness - some extraordinary energetic tools of cultivating the power within us as an infinite being.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Kelana Laut yang Gamang, Akankah Kalian Bertahan?

26 Maret 2020   16:41 Diperbarui: 28 Maret 2020   14:52 989
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Rumah-rumah Orang Suku Laut. | Sumber gambar: Dokumentasi pribadi.

Pelatar atau jalan kayu yang menghubungkan rumah Orang Suku Laut. | Sumber gambar: Dokumentasi pribadi.
Pelatar atau jalan kayu yang menghubungkan rumah Orang Suku Laut. | Sumber gambar: Dokumentasi pribadi.
Aku termangu. Kubayangkan betapa tak mudahnya proses relokasi itu. Simak juga tulisan 'Suku Laut, Janji Leluhur, dan Pewaris yang Hampir Punah'. Setelah ratusan tahun Orang Suku Laut jadi pelaut-pelaut perkasa, jadi garda terdepan penjaga laut di Kesultanan Riau-Lingga-Johor-Pahang semenjak abad 16 -- akhirnya kini mereka harus menepi.

Tetapi Mengapa Mereka Mau Menepi?

Penelusuranku selama dua pekan di Kabupaten Lingga yang merupakan pusat masyarakat Orang Suku Laut, telah membuka mataku pada sebuah dilema kultural yang kompleks. 

Singkatnya, suku asli yang juga merupakan pewaris sah negeri ini, yang sesungguhnya memiliki kekayaan budaya khas dan kearifan lokal tersendiri -- perlahan namun pasti sedang kehilangan sejarahnya, kehilangan identitasnya, dan kehilangan jati dirinya.

"Dalam lima tahun ke depan, tak akan ada lagi yang namanya Orang Suku Laut. Mereka akan musnah," ujar seorang rekan relawan yang tinggal di Batam. Jleb. 

Pernyataannya memang terlalu ekstrem, namun sempat menghujam hatiku. Ia tinggal di sekitar masyarakat Suku Laut dan ikut menjadi saksi bagaimana masyarakat asli yang tadinya memiliki bahasa tersendiri, kearifan lokal tersendiri, dan adat istiadat tersendiri itu mulai meninggalkan jati diri mereka, sirna perlahan-lahan.

Orang Suku Laut di antara Laut dan Darat. | Sumber gambar: Dokumentasi pribadi.
Orang Suku Laut di antara Laut dan Darat. | Sumber gambar: Dokumentasi pribadi.
Land Reform, Asimilasi Budaya, dan Konversi Agama
Sejarah mereka kabur, atau bahkan malah tak ada. Sampai saat ini tak pernah ditemukan dokumen yang komprehensif mengenai eksistensi dan sejarah Orang Suku Laut. Mereka seperti ada tapi tiada, seperti tiada tapi ada. 

Baru pada tahun 2009, Cynthia Chou, seorang peneliti antropologi, berhasil mengumpulkan data dan menyatakan bahwa Orang Suku Laut sudah hidup berpindah-pindah mengarungi lautan sejak abad ke-16. Mereka adalah masyarakat asli rumpun Melayu yang memiliki kebudayaan dan bahasa tersendiri.

Ariando dan Limjirakan dari Chulalongkorn University, Thailand, yang melakukan penelitian pada tahun 2019, menemukan bahwa di Kabupaten Lingga, Kepulauan Riau, Orang Suku Laut terdiri dari 30 kelompok. 

Kelompok-kelompok ini pun terdiri dari mereka yang masih hidup seperti leluhurnya dulu -- yakni yang masih hidup berpindah-pindah di laut, kemudian ada yang semi menetap, dan ada pula yang sudah menetap semenjak pemerintah mulai melakukan program relokasi di akhir 1990-an. 

Ariando dan Limjirakan mencatat bahwa akibat program pembangunan yang kurang terintegrasi dan salah sasaran, menyebabkan Orang Suku Laut mulai tersingkir, dan tak hanya itu, kearifan lokal dan kebudayaan mereka yang unik pun mulai menghilang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun