Mohon tunggu...
Laily Inaiyah
Laily Inaiyah Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Money

Larangan Jual Beli "Gharar"

6 Maret 2018   16:30 Diperbarui: 7 Maret 2018   12:09 938
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

LARANGAN JUAL BELI GHARAR

Pengertian gharar

Gharar dalam pengertian bahasa adalah al-khida' (penipuan), yaitu suatu tindakan yang di dalamnya diperkirakan tidak ada unsur kerelaan. Wahab al-Zuhaili memberi pengertian tentang Gharar sebagai al-khatar dan al-taghrir, yang artinya penampilan yang menimbulkan kerusakan (harta) atau sesuatu yang tampaknya menyenangkan tetapi hakikatnya menimbulkan kebencian. Oleh karena itu dikatakan: al-dunya mat'ul ghurur artinya dunia itu adalah kesenangan yang menipu.

M. Anwar Ibrahim mengatakan bahwa ahli fiqih hampir dikatakan sepakat mengenai definisi gharar, yaitu untung-untungan yang sama kuat antara ada dan tidak ada, atau sesuatu yang mungkin terwujud dan tidak mungkin terwujud. Seperti jual beli burung yang masih terbang bebas di udara.  Menurut madzhab syafi'i, gharar adalah segala sesuatu yang akibatnya tersembunyi dari pandangan dan sesuatu yang dapat memberikan akibat yang tidak diharapkan/akibat yang menakutkan.

Menurut islam, gharar ini merusak akad. Demikian islam menjaga kepentingan manusia dalam aspek ini. Imam an-Nawawi menyatakan bahwa larangan gharar dalam bisnis islam mempunyai peranan yang begitu hebat dalam menjamin keadilan. Gharar adalah suatu kegiatan bisnis yang tidak jelas kuantitas,kualitas,harga dan waktu terjadinya transaksi tidak jelas.

Dari beberapa definisi di atas dapat di ambil pengertian yang dimaksud jual neli gharar adalah semua jual beli yang mengandung ketidakjelasan, seperti pertaruhan atau perjudian karena tidak dapat dipastikan jumlah dan ukurannya atau mungkin diserahterimakan.

Adapun larangan jual beli gharar di sandarkan kepada hadis Nabi yang diriwayatkan dari Abu Hurairah yang artinya : " diriwayatkan dari Abi Hurairah bahwa Rasulullah melarang transaksi al-Hashoh ( dengan melempar batu ) dan transaksi al-Gharar."

Dari hadis diatas dapat kita simpulkan bahwa dalam jual beli gharar terdapat empat resiko dan ketidakpastian yaitu :

Judi dan spekulasi ini terdapat dalam jual beli yang ditentukan oleh jatuhnya lemparan kerikil.

Hasil yang tidak menentu, ini bisa dilihat pada transaksi seperti jual beliikan di dalam laut.

Keuntungan yang mendatang tidak diketahui, dan

Ketidaktelitian dalam jual beli.

Dari sudut pandang bisnis, baik gharar maupun judi, tidak dapat memperlihatkan secara transparan mengenai proses dan keuntungan (laba) yang akan diperoleh. Proses dan hasil dari bisnis yang dilakukan tidak bergantung pada keahlian, kepiawaian dan kesadaran melainkan digantungkan pada sesuatu atau pihak luar yang tidak terukur. Pada konteks ini yang terjadi bukan upaya rasional pelaku bisnis, melainkan sekedar untung-untungan. Gharar bisa tampil sebagai cermin ketidakadilan. 

Gharar dikaitkan dengan perjudian sebab adanya unsur ketidakpastian yang berarti mirip dengan taruhan dalam perjudian, tentang akibat yang bakal terjadi yang cenderung sepihak; salah satu pihak tidak tahu apa yang tersimpan atau akan diperolehnya pada akhir suatu transaksi. Jadi meskipun dari segi konsep dan praktinya berbeda, keduanya, gharar dan judi memiliki akibat yang sama, yaitu sa;ah satu pihak mendapatkan keuntungan yag tidak adil (menjadikan salah satu pihak menarik pihak lain keposisi yang dirugikan), yang berarti ada unsur memakan harta sesama dengan cara bathil. Disamping itu akibatnya ada kekecewaan dan kebencian, karena di samping prinsip keadilan yag harus ditegakkan dalam bisnis yag harus memerhatikan prinsip kerelaan 'antaradzin antara pelaku bisnis.

Bentuk-bentuk Gharar

Ditinjau dari isi kandungannya, bentuk-bentuk transaksi ghara menurut Abdullah Muslih terbagi menjadi 3 bagian, yaitu :

Jual beli barang yang belum ada (ma'dum)

Tidak adanya kemampuan penjual untuk menyerahkan obyek akad pada waktu terjadi akad, baik obyek akad tersebut sudah ada ataupun belum ada (bai' al-ma'dum). Misalnya menjual janin yang masih dalam perut binatang ternak tanpa bermksud lahir dari induknya, atau menjual janin dari janin binatang yang belum lahir dari induknya (habal al-habalah).

Jual beli barang yang tidak jelas ( majhul ) antara lain :

Menjual sesuatu yang belum berada di bawah penguasaan.

Tidak adanya kepastian tentang sifat tertentu dari benda yang dijual. Rasulullah bersabda " janganlah kamu melakukan jual beli terhadap buah-buahan, sampai buah-buahan tersebut terlihat baik ( layak konsumsi ). (HR. Ahmad bin Hanbal, Muslim, an-Nasa'i dan ibnu Majah).

Tidak adanya kepastian tentang waktu penyerahan obyek akad. Jual beli yang dilakukan dengan tidak menyerahkan langsung barang sebagai obyek akad.

Tidak adanya kepastian obyek akad. Yaitu adanya dua obyek akad yang berbeda dalam satu transaksi.

Kondisi obyek akad tidak dapat dijamin kesesuaiannya dengan yang ditentukan dalam transaksi.

Jual beli barang yang tidak mampu diserahterimakan. Antara lain :

Tidak adanya kepastian tentang jenis pembayaran atau jenis benda yang di jual

Tidak adanya kepastian tentang jumlah harga yang harus dibayar.

Tidak adanya ketegasan bentuk transaksi.

Adanya keterpaksaan.

Contoh

Seperti jual beli sapi yang masih ada di dalam perut/kandungan induknya. Jual beli tersebut dilarang karena kita masih belum mengetahui apakah sapi tersebut masih hidup atau mati ketika sudah keluar dari perut/kandungan induknya. Dalam hal jual beli tersebut antara penjual dan pembeli terjadi unsur ketidaktahuan antara dua pihak pada barang yang dijual tersebut (anak sapi).

Dan juga seperti jual beli buah-buahan yang masih belum masuk waktu panen. Jual beli tersebut tentu sangat merugikan, karena kita masih belum tahu apakah buah tersebut nantinya akan sesuai dengan yang kita inginkan, bisa jadi buah tersebut setelah panen banyak yang busuk atau malah berbuah sedikit. Dan bisa jadi harga panen lebih tinggi dari penjualan atau malah menurun.

DAFTAR PUSTAKA
Ali Hasan MA.Asuransi dalam Perspektif Hukum Islam,Prenada Media.Jakarta.November 2004.
Journal.Hosen Nadratuzzaman.Analisis bentuk Gharar dalam Transaksi Ekonomi.fakultas Syari’ah dan Hukum Jakarta.
Ismanto Kuat,SHI.Asuransi Syari’ah.pustaka Pelajar.Yogyakarta.februari 2009.
Journal FAI.Suprihatin.Dimensi Kemaslahatan dalam Larangan Jual Beli Gharar.
Sula, Muhammad Syakir. 2004. Asuransi Syariah (Life and General) Konsep dan Sistem Operasional. Jakarta: Gema Insani Press.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun