Syiana tersenyum,”Thanks, Har. Gue lihat, lo juga sudah enjoy sama profesi lo. Nggak nyangka lo bisa jadi desainer dan punya brand keren kayak sekarang.”
“Profesi ini nggak bakal jadi kenyataan kalau waktu itu lo nggak menyadarkan gue, Na. Sorry, kalau gue pernah marah karena lo diam-diam lihat gambar gue di sketch book. Thanks, karena lo sudah bikin gue berani bermimpi, Na.”
“And you got your dream, right?” tanya Syiana.
“Iya, tapi... ada satu hal yang mau gue tanyain ke lo.” Tiba-tiba laki-laki itu mengubah topik pembicaraan, bersamaan dengan raut wajahnya.
“Apa?”
“Lo punya pacar sekarang?”
Pertanyaan itu seolah membuat jantung Syiana mencelus. Ia menatap laki-laki itu––Harly––dengan tatapan kosong. Cerita lama itu tidak bisa lagi ditahannya, ia pun membiarkan cerita itu bermain dengan cepat dalam benaknya.
“Nggak.”
Harly mengerutkan dahinya, lalu perlahan tersenyum jahil, “Nggak punya pacar, tapi punya calon suami. Ya, kan?” ledeknya.
Syiana menggeleng, “Nggak, Har.”
“Why, Syiana?”