Mohon tunggu...
Lailatul Hadhar
Lailatul Hadhar Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

explore to know more

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Menguak Keistimewaan Pajak: Sejauh Mana Kita Bisa "Bebas"?

28 Januari 2024   11:44 Diperbarui: 28 Januari 2024   11:47 282
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Dalam hidup ini tidak ada yang pasti, kecuali kematian dan pajak."(Benjamin Franklin)

PAJAK adalah kontribusi wajib kepada negara oleh pribadi maupun badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang. Kewajiban membayar pajak tercantum dalam pasal 23 A UUD 1945 yang berbunyi "Pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dengan undang-undang". Sifat memaksa berdasarkan Undang-Undang inilah yang mendasari penarikan pajak oleh pemerintah. Namun, pajak juga memiliki sisi yang istimewa, yaitu walaupun pajak merupakan kewajiban, tetapi ada beberapa golongan yang bebas tidak membayar pajak. Siapa sajakah mereka? mengapa bisa begitu? Untuk memperoleh jawaban dan melihat sisi keistimewaan pajak artikel ini akan menjawab pertanyaan tersebut.

Apa itu pajak?

Sebelum membahas keistimewaan pajak, ketahui terlebih dahulu apa itu pajak. Definisi pajak menurut UU Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Berdasarkan definisi di atas dapat kita simpulkan bahwa pajak merupakan kewajiban yang harus dibayarkan oleh orang pribadi maupun badan sebagai wajib pajak (WP). Pelaksanaan perpajakan dilakukan berdasarkan undang-undang, sehingga bagi wajib pajak yang telah memenuhi ketentuan wajib untuk membayar pajak. Contoh orang pribadi dengan penghasilan lebih dari Rp4,5 juta per bulan atau Rp54 juta per tahun wajib untuk membayar Pajak penghasilan atau PPh 21. Imbalan dari pajak yang telah dibayarkan juga tidak bersifat langsung, melainkan manfaat dari pajak yang telah dibayarkan oleh WP dapat dinikmati dalam bentuk public service seperti jembatan, jalan raya, taman kota, gedung sekolah dan masih banyak lagi.

Siapa yang wajib membayar pajak?

Berdasarkan UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan Pasal 2 ayat (1), setiap wajib pajak yang telah memenuhi persyaratan subjektif dan objektif sesuai ketentuan undang-undang perpajakan wajib mendaftarkan diri ke kantor DJP sesuai wilayah tempat tinggal atau tempat kerja untuk memperoleh NPWP. Persyaratan subjektif adalah persyaratan yang sesuai dengan ketentuan mengenai subjek pajak dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan 1984 dan perubahannya. Yang menjadi subjek pajak yaitu orang pribadi, warisan belum terbagi, badan dan instansi pemerintah yang ditunjuk sebagai pemotong dan/atau pemungut pajak.

Sedangkan persyaratan objektif adalah persyaratan bagi subjek pajak yang menerima atau memperoleh penghasilan atau diwajibkan untuk melakukan pemotongan/pemungutan sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Pajak Penghasilan 1984 dan perubahannya. Salah satu contoh objek pajak yaitu imbalan (gaji, upah, tunjangan, honorarium), hadiah, laba usaha, dan keuntungan.

Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) merupakan nomor yang diberikan kepada Wajib Pajak yang digunakan sebagai sarana dalam melakukan administrasi perpajakan, maupun sebagai identitas diri Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya. Adanya UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan tepatnya Pasal 2 ayat (1a) yang menyatakan bahwa NPWP bagi wajib pajak orang pribadi yang merupakan penduduk Indonesia menggunakan nomor induk kependudukan (NIK) mengakibatkan fungsi NIK bertambah yaitu sebagai NPWP pribadi. Namun hal tersebut tidak menjadikan setiap orang wajib untuk membayar pajak karena terdapat persyaratan subjektif maupun objektif diatas yang harus dipenuhi sehingga sesorang dikenai kewajiban untuk membayar pajak. Selain itu terdapat juga peraturan yang mengatur terkait ketentuan bebas tidak bayar pajak. 

Golongan yang bebas bayar pajak

Penggunaan nomor induk kependudukan sebagai identitas Wajib Pajak orang pribadi dan pelaksanaan hak maupun pemenuhan kewajiban perpajakan tidak semata-mata menjadikan semua orang yang memiliki kewajiban untuk membayar pajak. Terdapat beberapa golongan yang bebas tidak membayar pajak, diantaranya yaitu:

  1. Penghasilan di bawah PTKP

Masyarakat sebagai wajib pajak pribadi yang memperoleh gaji di bawah Rp4,5 juta per bulan atau Rp54 juta per tahun bebas tidak bayar pajak. Hal ini selaras dengan dikeluarkannya PP 55 Tahun 2022 yang menyatakan bahwa PTKP bagi Wajib Pajak orang pribadi adalah Rp54 juta per tahun atau Rp4,5 juta setiap bulan. Sehingga masyarakat dengan gaji diatas Rp4,5 wajib membayar pajak sejumlah penghasilan dikurangi dengan PTKP, kemudian hasilnya yang merupakan penghasilan kena pajak dikalikan dengan tarif pajak yang sesuai.

Tabel 1.1 Tarif pajak atas penghasilan kena pajak/Dokpri
Tabel 1.1 Tarif pajak atas penghasilan kena pajak/Dokpri
Selain itu masyarakat dengan penghasilan kurang dari Rp4,5 juta atau dibawah PTKP tidak diwajibkan untuk lapor SPT tahunan. Hal tersebut sesuai dengan PMK-147/PMK.03/2017 dan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-04/PJ/2020 yang mengatur bahwa wajib pajak yang termasuk dalam kategori Non-Efektif (NE) akibat tidak terpenuhinya syarat subjektif maupun objektif tidak wajib lapor SPT. Berdasarkan PER-04/PJ/2020 Pasal 24 ayat (2), kriteria status pajak NOn-Efektif yaitu:
  1. Wajib pajak dengan penghasilan di bawah Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP)

  2. Wajib pajak OP tidak lagi melakukan kegiatan usahanya

  3. WP OP berada di luar negeri lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 bulan dan tidak bermaksud meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya

  4. Wajib Pajak yang mengajukan permohonan penghapusan NPWP dan belum diterbitkan keputusan

  5. Wajib Pajak selain yang telah disebutkan sebelumnya (dari a-d) yang tidak lagi memenuhi persyaratan subjektif dan/atau objektif tetapi belum dilakukan penghapusan NPWP.

Bagi wajib pajak yang memenuhi kategori Non-Efektif (NE) dapat mengajukan status Non Efektif ke KPP, sehingga tidak perlu lagi lapor SPT Tahunan. Walaupun begitu, apabila wajib pajak telah memenuhi syarat subjektif maupun objektif NPWP NE dapat diaktifkan kembali.

  1. UMKM dengan omzet maksimal Rp 500 juta per tahun

Adanya kebijakan yang diatur dalam UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan yang mulai berlaku pada tanggal 29 Oktober 2021 tepatnya pada pasal 7 ayat 2a, mengatakan bahwa wajib pajak badan dengan penghasilan bruto tidak lebih dari Rp500 juta dalam setahun tidak dikenai pajak. Sebelumnya pelaku UMKM dengan omzet bruto di bawah Rp4,8 miliar setahun sesuai PP Nomor 23 Tahun 2018 dikenakan tarif PPh final UMKM sebesar 0,5% dari penghasilan bruto. Sehingga UMKM dengan penghasilan kecil (berapapun itu di bawah Rp4,8 miliar per tahun) juga dikenakan pajak. Adanya UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan ini membantu meringankan UMKM karena jika omzet UMKM tersebut tidak lebih dari Rp500 juta maka bebas tidak membayar pajak. Walaupun tidak dikenakan pajak, DJP tetap menghimbau UMKM tersebut untuk tetap melaporkan SPT atas pajaknya.

Bagi UMKM dengan omzet lebih dari Rp500 juta tiap tahunnya maka wajib membayar pajak dengan tarif 5%. Penggunaan tarif PPh final sebesar 0,5% ini berlaku bagi WP OP UMKM dalam jangka waktu 7 (tujuh) tahun pajak, yaitu sejak WP terdaftar. Lalu untuk tahun pajak berikutnya akan dikenakan tarif PPh berdasarkan Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh.

Quotes yang mengatakan bahwa pajak merupakan kepastian adalah benar. Hal ini dilihat dari sisi bahwa pelaksanaan perpajakan yang merupakan kontribusi wajib kepada negara dilaksanakan berdasarkan undang-undang yang pasti atau legal. Faktanya tidak semua pihak wajib untuk membayar pajak. Ada beberapa pihak yang sesuai ketentuan undang-undang dan peraturan perpajakan bebas untuk tidak bayar pajak.

Mengingat pajak merupakan komponen penting dalam perekonomian suatu negara, yaitu penyumbang pendapatan negara terbesar di Indonesia, pajak memiliki andil yang besar dalam mewujudkan pembangunan. Imbalan atas pajak yang dibayarkan oleh wajib pajak memang tidak secara langsung namun, dapat dirasakan oleh seluruh masyarakat Indonesia baik yang membayar pajak maupun yang tidak dalam bentuk pembangunan seperti jembatan, jalan raya, dan masih banyak lagi. Oleh karena itu tingkat kepatuhan wajib pajak dalam melakukan kewajiban perpajakannya harus selalu dijaga dan ditingkatkan dengan memperbanyak literasi dan edukasi terkait perpajakan serta tanggung jawab dan integritas aparatur negara dibidang perpajakan. 

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun