Mohon tunggu...
Laela Sofrotun Nida
Laela Sofrotun Nida Mohon Tunggu... Santri Nurul Furqon - Mahasiswa Universitas Brawijaya

Hanya sekedar berbagi. Semoga bermanfaat

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Fenomena Phubbing Perspektif Al-Qur'an dan Psikologi

19 Februari 2024   22:25 Diperbarui: 19 Februari 2024   22:43 1205
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://www.dreamstime.com

Kita ketahui pada zaman ini kita hidup pada era revolusi industri dan society 5.0 yang mana teknologi dan informasi sangat berkembang pesat. Perangkat teknologi semakin hari semakin canggih, segala kebutuhan dan informasi pun sangat mudah kita raih. Tawaran modernisasi tidak lagi dapat kita hindari. Tentunya hal ini dapat mengalami perubahan pada proses berkomunikasi antar individu. Hadirnya sebuah gawai ukuran kecil yang mudah dibawa kemana-mana, yang mencakup berbagai aplikasi penunjang kebutuhan dan keinginan yang selalu tersedia, membuat khalayak sangat bergantung kepadanya, bahkan penggunanya pun dari kalangan anak-anak  hingga orangtua. 

Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), 67,88% penduduk Indonesia yang berusia 5 tahun ke atas sudah memiliki handphone (2022). Persentase tersebut merupakan rekor tertinggi dalam sedekade terakhir. Hal ini tentu mengindikasikan bahwa pemakaian smartphone saat ini terbukti lebih diminati daripada perangkat teknologi lain seperti komputer. Hal ini juga didukung dengan tingginya penggunaan internet yang mana menurut survei Asosiasi Pengguna Jasa Internet Indonesia atau APJII (2023) menyebutkan sebanyak 212,9 juta penduduk indonesia adalah pengguna aktif internet dengan persentase sebesar 77%. Angka ini naik 3,85% dibandingkan dengan tahun sebelumnya sebesar 205 juta jiwa. 

Secara implisit hal ini menggambarkan bahwa di tengah-tengah masyarakat Indonesia sedang terjadi perubahan pola hidup, khususnya pola komunikasi yang sudah menjadi kebutuhan hidup kita sehari-hari. Ketika  seseorang berkutat dengan internet di smartphone dalam waktu yang lama, tentu akan membuat orang tersebut hanya memiliki waktu yang sedikit untuk berkomunikasi di dunia nyata. Bahkan jika seseorang sudah fokus dan sibuk dengan gadgetnya, kerapkali mengabaikan keadaan yang disekitarnya. Meskipun sebenarnya kita sadari banyak sekali dampak positif yang disajikan smartphone pada kehidupan keseharian kita. Bahkan seseorang merasa menggenggam dunia ketika gadget ada ditangannya. Namun, disisi lain gawai kecil itu juga menyajikan dampak negatif yang tidak kalah besar, salah satu dampaknya adalah fenomena Phubbing. 

Definisi Phubbing

Kata Phubbing merupakan sebuah kata singkatan dari phone dan snubbing, phone artinya telepon, dan snubbing yang bermakna menghina.  Terminologi ini pertama kali tercetus pada Mei 2012 lalu di Australia. Menurut Robert (2020), phubbing  didefinisikan sebagai komunikasi modern dimana seseorang  menjerat  yang  lain  dalam  interaksi  sosial  dengan  berkonsentrasi  pada  ponsel mereka,  bukan  pada  percakapan. Sederhananya, sikap phubbing adalah sikap pengabaian terhadap orang lain karena lebih fokus terhadap smartphone. Tak dapat dipungkiri, terkadang phubbing justru menjadi pilihan ketika seseorang tengah bosan dan enggan menyimak pembicaraan. 

Fenomena perilaku phubbing memiliki  2  aspek  yaitu phubber dan phubbe. Phubber adalah  individu yang melakukan  perilaku phubbing. Sedangkan phubbee adalah  individu  yang  menjadi korban  dalam phubbing. Sulit dibantah bahwa perilaku phubbing ini telah menjadi fenomena keseharian hampir semua generasi di Indonesia. Fenomena ini tentu menjadi masalah sosial yang mulai mengikis budaya ramah tamah di kalangan masyarakat. Seringkali kita jumpai orang tua mengabaikan anak karena sibuk berselancar di dunia maya, begitu pula sebaliknya. contoh lain juga terjadi pada mahasiswa yang asyik bermain gawainya ketika mendapati penjelasan dosen yang kurang menarik, atau bahkan dalam sebuah perkumpulan pun bisa tidak terjadi percakapan saat masing-masing mulai mengeluarkan gadgetnya.

Phubbing dalam Perspektif Al-Qur'an dan Hadits

Manusia sebagai makhluk sosial yang membutuhkan interaksi terhadap sesama manusia lainnya tentu perlu adanya komunikasi yang baik. Oleh sebab itu dalam islam kita diwajibkan memperbaiki hubungan dengan sesama manusia. Hadirnya fenomena perilaku phubbing tentu menjadi suatu hal yang bertentangan dengan salah satu tujuan dari komunikasi yaitu terciptanya rasa saling mengerti, memberikan simpati dan menumbuhkan rasa empati secara ukhuwah islamiyah. 

Fenomena ini juga dijelaskan sebagaimana yang dijelaskan dalam firman Allah swt. pada surah Az-Zumar ayat 18 :

                        -  

 "(yaitu) mereka yang mendengarkan perkataan lalu mengikuti apa yang paling baik di antaranya. Mereka itulah orang-orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah dan mereka itulah orang-orang yang mempunyai akal sehat." 

Quraish Shihab menafsiri Kata    yang dimaksud adalah segala macam ucapan, yang baik maupun yang tidak baik. Di dalam Tafsir Al-Mishbah dijelaskan bahwa jika kita mendengarkan perkataan dengan baik dan benar-benar bisa mengikuti dengan sungguh apa yang paling baik, maka demikianlah hamba Allah yang tinggi kedudukannya, yang telah diberi petunjuk kebenaran oleh Allah, berakal sehat, dan memiliki pikiran yang cemerlang. 

Hal yang sama juga dijelaskan didalam Tafsir Al Munir karangan Wahbah Azzuhaili yang menerangkan bahwa seseorang yang mendengarkan perkataan orang lain dengan baik, maka akan berperilaku baik juga. Tentu, hal ini bertolakbelakang dengan perilaku phubbing yang dinilai sebagai perilaku yang kurang baik karena mengabaikan orang sekitar, sehingga tidak memperhatikan perkataan lawan bicaranya.

Fenomena seperti phubbing juga dahulu pernah terjadi ketika zaman Rosulullah. Hadist tersebut berbunyi yang artinya "Telah menceritakan kepada kami Utsman bin Umar yang telah mengabarkan kepada kami Malik bin Mighwal dari Sulaiman asy-Syaibani dari Sa'id bin Jubair dari Ibnu Abbas bahwa Nabi Muhammad membuat cincin lalu memakainya kemudian beliau bersabda, "Rupanya aku disibukkan oleh cincin ini sehingga tidak perhatian terhadap kalian sejak hari ini, hingga aku selalu memperhatikannya dan kalian pun selalu melihatnya" (HR. Ahmad 2808)

Hadist tersebut menceritakan tentang Rasulullah yang suatu hari tengah disibukkan dengan cincin sehingga perhatiannya teralihkan dan kurang memperhatikan orang-orang di sekitarnya, setelah beberapa waktu Rasulullah yang menyadari hal itu tidak baik kemudian langsung membuang cincin itu, hingga pada akhirnya beliau bisa memberikan perhatian lebih kepada para sahabat yang hadir. 

Dalam kisah lain juga sama halnya demikian yang dilakukan oleh para sahabat terhadap Nabi Muhammad SAW, Usamah bin Sarik RA berkata "Kami duduk disamping nabi seolah-olah ada seekor burung yang hinggap diatas kepala kami. Tidak ada seorangpun dari kami yang berbicara." (HR. Ath-Tabrani no. 473, hadist shahih). 

Hal ini mengindikasikan bahwa seorang muslim seharusnya lebih memperhatikan keadaan sekitar daripada kesibukannya yang berlebihan pada diri sendiri sehingga menimbulkan sikap acuh dan membuat pola komunikasi terjalin tidak baik. Di masa kini fenomena 'kurang memperhatikan' dalam lingkungan sosial bukan hanya disebabkan karena cincin saja seperti kisahnya nabi, bahkan melampaui itu terutama pada generasi masa kini. 

Phubbing dalam Perspektif Psikologi

Namun apabila kita melihat dari sisi perspektif psikologi, berdasarkan penelitian yang diterbitkan dalam Journal of Applied Social Psychology menjelaskan bahwa individu yang menjadi korban phubbing pada akhirnya terjerumus dalam pola perilaku serupa. Korban berusaha mengisi kekosongan interaksi yang terjadi dengan menggunakan smartphone-nya, yang akhirnya menjadi perilaku phubbing pula. Hal ini akhirnya menjadi lingkaran setan yang memperburuk kondisi hubungan sosial maupun mental semua pihak. Dilihat dari realitas tersebut dapat dikatakan bahwa phubbing juga memiliki kemampuan menular kepada korbannya.

Penting untuk dipahami jika media sosial yang cenderung dinikmati ketika phubbing, hal tersebut juga dapat memperburuk masalah mental. Perilaku ini juga dapat menyebabkan depresi dan membuat korbannya merasa   diabaikan   dalam   interaksi   yang   sedang berlangsung. Menurut penelitian yang dipublikasikan di Computers and Human Behavior, studi tersebut menemukan bahwa media sosial dapat memperburuk perasaan depresi, dan semakin sering kita menggunakannya maka semakin besar kemungkinan kita merasakan depresi atau kecemasan sebab kita cenderung membanding-bandingkan pencapaian orang lain dengan diri kita sendiri.

Fenomena terjadinya phubbing tentu tidak terjadi begitu saja. Al-Saggaf dan O'Donnell (2019) mengemukakan beberapa faktor yang dapat  mempengaruhi phubbing yaitu  kecanduan  teknologi, fear  of  missing out, kontrol diri, dan kebosanan (boredom). Didukung pula dalam hasil sebuah studi penelitian terhadap generasi milenial di Indonesia (2020) dipaparkan bahwa penyebab generasi milenial melakukan phubbing adalah untuk mengalihkan perasaan bosan, menghindari topik pembicaraan yang tidak disukai, dan sebab teman di sekitarnya juga melakukan phubbing. 

Solusi Perilaku Phubbing

Dalam kacamata sosial hal ini tidak bisa dibiarkan dikarenakan rentan merusak sistem sosial yang sudah tertata baik. Degradasi adab akibat phubbing pun akan terus terjadi apabila masyarakat tak memiliki rasa simpati dan saling menghargai. Masyarakat sudah seharusnya bersikap bijak dalam menggunakan tawaran-tawaran yang ada di dunia maya dengan menumbuhkan kesadaran yang lebih tinggi lagi sehingga dapat meminimalisir perilaku phubbing. Kebiasaan ini dapat dikurangi mulai dari memupuk kesadaran diri. Kesadaran untuk meminimalisir penggunaan gawai dan akses media sosial, kesadaran untuk saling bersosialisasi, berempati, dan tentu saja kesadaran bahwa kita adalah manusia bukan budak teknologi. 

Dalam menyikapi fenomena ini, hal ini juga disinggung dalam kitab hadist 'Uyunul Akhbar 1/307, bahwasannya Abdullah bin Abbas juga menjelaskan dalam sebuah hadis nabi yang  mana nabi bersabda "Teman dudukku memiliki tiga hak yang wajib ditunaikan; aku arahkan pandanganku kepadanya ketika berbicara, aku luaskan tempat duduknya ketika hendak duduk, aku dengarkan dengan saksama ketika sedang berbicara". Tiga poin tersebut agaknya bisa meminimalisir perilaku maraknya phubbing yang begitu marak dalam keseharian kita. Tentunya dengan meningkatkan kesadaran dan saling mengingatkan antar individu maka akan tercipta komunikasi yang baik antar sesama.

Selain itu, menurut Wiguna (2022) dalam tulisannya yang berjudul Lakukan 3 Cara Ini untuk Mengurangi Kebiasaan Phubbing, beberapa tipsnya adalah sebagai berikut.

Tinggalkan ponsel. Hendaknya seseorang meninggalkan ponsel untuk sejenak ketika sedang benar-benar tidak membutuhkan, seperti meninggalkan ponsel di  rumah  atau  di  dalam  mobil.  Hal  ini  akan  mencegah  seseorang  untuk melakukan phubbing ketika berinteraksi dengan orang lain. 

Batasi Penggunaan Ponsel. Tidak bisa dipungkiri bahwa kita tidak bisa melawan teknologi pada era yang serba digital ini. Akan tetapi,  hal tersebut  bukan   berarti  bahwa  ponsel  tidak  bisa  dikurangi penggunaannya. Pergunakanlah ponsel sesuai kebutuhannya dan sebaik-baiknya.

Jangan memainkan ponsel ketika makan. Beberapa orang bahkan tidak mampu menghabiskan makanannya tanpa memainkan ponsel. Karena itu, mencoba untuk menjauhkan ponsel ketika makan menjadi salah satu solusi untuk mengatasi kebiasaan phubbing.

Referensi :

Chotpitayasunondh,  V.,  &  Douglas,  K.  M.  (2018a).  The  effects of "phubbing" on social interaction. Journal of Applied Social Psychology, 48(6), 304-316. 

Chotpitayasunondh, V., & Douglas, K. M. (2018b). Measuring phone snubbing behavior: Development and validation of the Generic  Scale of Phubbing (GSP) and the Generic Scale of Being Phubbed (GSBP). Computers in human behavior, 88, 5-17.

David,  M.  E.,  &  Roberts,  J.  A.  (2017).  Phubbed  and  alone:  Phone  snubbing,  social  exclusion,  and attachment to social media. Journal of the Association for Consumer Research, 2(2), 155-163.

Daya Tarik Interaksi Dunia Maya (Studi perilaku Phubbing Generasi Milenial) Reski P Pendidikan Sosiologi Antropologi, Universitas Lambung Mangkurat. 2020

https://dataindonesia.id/digital/detail/pengguna-internet-di-indonesia-sentuh-212-juta-pada-2023

https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2023/03/08/67-penduduk-indonesia-punya-handphone-pada-2022-ini-sebarannya

https://pustaka.unand.ac.id/makalah-pustakawan/item/295-phubing

Juwita, Lilis dkk. Stop Phubbing. Jakarta: Nulis Bareng, 2019.

Mumtaz, E. F. (2019). Pengaruh adiksi smartphone, empati, kontrol diri, dan norma terhadap perilaku phubbing pada mahasiswa di Jabodetabek. Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.  

Nur Saefudin, Mustolah A., Fikra H. 2022. Kritik Fenomena Perilaku Phubbing sebagai Perusak Hubungan Sosial: Studi Takhrij dan Syarah Hadis. UIN Sunan Gunung Djati Bandung

Quraish Shihab. 2021. Tafsir Al-Mishbah. Lentera Hati

Tafsir Al-Munir. Wahbah Az Zuhaili

FENOMENA PHUBBING PERSPEKTIF PSIKOLOGI DAN AL-QUR'AN

Kita ketahui pada zaman ini kita hidup pada era revolusi industri dan society 5.0 yang mana teknologi dan informasi sangat berkembang pesat. Perangkat teknologi semakin hari semakin canggih, segala kebutuhan dan informasi pun sangat mudah kita raih. Tawaran modernisasi tidak lagi dapat kita hindari. Tentunya hal ini dapat mengalami perubahan pada proses berkomunikasi antar individu. Hadirnya sebuah gawai ukuran kecil yang mudah dibawa kemana-mana, yang mencakup berbagai aplikasi penunjang kebutuhan dan keinginan yang selalu tersedia, membuat khalayak sangat bergantung kepadanya, bahkan penggunanya pun dari kalangan anak-anak  hingga orangtua. 

Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), 67,88% penduduk Indonesia yang berusia 5 tahun ke atas sudah memiliki handphone (2022). Persentase tersebut merupakan rekor tertinggi dalam sedekade terakhir. Hal ini tentu mengindikasikan bahwa pemakaian smartphone saat ini terbukti lebih diminati daripada perangkat teknologi lain seperti komputer. Hal ini juga didukung dengan tingginya penggunaan internet yang mana menurut survei Asosiasi Pengguna Jasa Internet Indonesia atau APJII (2023) menyebutkan sebanyak 212,9 juta penduduk indonesia adalah pengguna aktif internet dengan persentase sebesar 77%. Angka ini naik 3,85% dibandingkan dengan tahun sebelumnya sebesar 205 juta jiwa. 

Secara implisit hal ini menggambarkan bahwa di tengah-tengah masyarakat Indonesia sedang terjadi perubahan pola hidup, khususnya pola komunikasi yang sudah menjadi kebutuhan hidup kita sehari-hari. Ketika  seseorang berkutat dengan internet di smartphone dalam waktu yang lama, tentu akan membuat orang tersebut hanya memiliki waktu yang sedikit untuk berkomunikasi di dunia nyata. Bahkan jika seseorang sudah fokus dan sibuk dengan gadgetnya, kerapkali mengabaikan keadaan yang disekitarnya. Meskipun sebenarnya kita sadari banyak sekali dampak positif yang disajikan smartphone pada kehidupan keseharian kita. Bahkan seseorang merasa menggenggam dunia ketika gadget ada ditangannya. Namun, disisi lain gawai kecil itu juga menyajikan dampak negatif yang tidak kalah besar, salah satu dampaknya adalah fenomena Phubbing. 

Definisi Phubbing

Kata Phubbing merupakan sebuah kata singkatan dari phone dan snubbing, phone artinya telepon, dan snubbing yang bermakna menghina.  Terminologi ini pertama kali tercetus pada Mei 2012 lalu di Australia. Menurut Robert (2020), phubbing  didefinisikan sebagai komunikasi modern dimana seseorang  menjerat  yang  lain  dalam  interaksi  sosial  dengan  berkonsentrasi  pada  ponsel mereka,  bukan  pada  percakapan. Sederhananya, sikap phubbing adalah sikap pengabaian terhadap orang lain karena lebih fokus terhadap smartphone. Tak dapat dipungkiri, terkadang phubbing justru menjadi pilihan ketika seseorang tengah bosan dan enggan menyimak pembicaraan. 

Fenomena perilaku phubbing memiliki  2  aspek  yaitu phubber dan phubbe. Phubber adalah  individu yang melakukan  perilaku phubbing. Sedangkan phubbee adalah  individu  yang  menjadi korban  dalam phubbing. Sulit dibantah bahwa perilaku phubbing ini telah menjadi fenomena keseharian hampir semua generasi di Indonesia. Fenomena ini tentu menjadi masalah sosial yang mulai mengikis budaya ramah tamah di kalangan masyarakat. Seringkali kita jumpai orang tua mengabaikan anak karena sibuk berselancar di dunia maya, begitu pula sebaliknya. contoh lain juga terjadi pada mahasiswa yang asyik bermain gawainya ketika mendapati penjelasan dosen yang kurang menarik, atau bahkan dalam sebuah perkumpulan pun bisa tidak terjadi percakapan saat masing-masing mulai mengeluarkan gadgetnya.


Phubbing dalam Perspektif Al-Qur'an dan Hadits

Manusia sebagai makhluk sosial yang membutuhkan interaksi terhadap sesama manusia lainnya tentu perlu adanya komunikasi yang baik. Oleh sebab itu dalam islam kita diwajibkan memperbaiki hubungan dengan sesama manusia. Hadirnya fenomena perilaku phubbing tentu menjadi suatu hal yang bertentangan dengan salah satu tujuan dari komunikasi yaitu terciptanya rasa saling mengerti, memberikan simpati dan menumbuhkan rasa empati secara ukhuwah islamiyah. 

Fenomena ini juga dijelaskan sebagaimana yang dijelaskan dalam firman Allah swt. pada surah Az-Zumar ayat 18 :

                         -   

 "(yaitu) mereka yang mendengarkan perkataan lalu mengikuti apa yang paling baik di antaranya. Mereka itulah orang-orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah dan mereka itulah orang-orang yang mempunyai akal sehat." 

Quraish Shihab menafsiri Kata     yang dimaksud adalah segala macam ucapan, yang baik maupun yang tidak baik. Di dalam Tafsir Al-Mishbah dijelaskan bahwa jika kita mendengarkan perkataan dengan baik dan benar-benar bisa mengikuti dengan sungguh apa yang paling baik, maka demikianlah hamba Allah yang tinggi kedudukannya, yang telah diberi petunjuk kebenaran oleh Allah, berakal sehat, dan memiliki pikiran yang cemerlang. 

Hal yang sama juga dijelaskan didalam Tafsir Al Munir karangan Wahbah Azzuhaili yang menerangkan bahwa seseorang yang mendengarkan perkataan orang lain dengan baik, maka akan berperilaku baik juga. Tentu, hal ini bertolakbelakang dengan perilaku phubbing yang dinilai sebagai perilaku yang kurang baik karena mengabaikan orang sekitar, sehingga tidak memperhatikan perkataan lawan bicaranya.

Fenomena seperti phubbing juga dahulu pernah terjadi ketika zaman Rosulullah. Hadist tersebut berbunyi yang artinya "Telah menceritakan kepada kami Utsman bin Umar yang telah mengabarkan kepada kami Malik bin Mighwal dari Sulaiman asy-Syaibani dari Sa'id bin Jubair dari Ibnu Abbas bahwa Nabi Muhammad membuat cincin lalu memakainya kemudian beliau bersabda, "Rupanya aku disibukkan oleh cincin ini sehingga tidak perhatian terhadap kalian sejak hari ini, hingga aku selalu memperhatikannya dan kalian pun selalu melihatnya" (HR. Ahmad 2808)

Hadist tersebut menceritakan tentang Rasulullah yang suatu hari tengah disibukkan dengan cincin sehingga perhatiannya teralihkan dan kurang memperhatikan orang-orang di sekitarnya, setelah beberapa waktu Rasulullah yang menyadari hal itu tidak baik kemudian langsung membuang cincin itu, hingga pada akhirnya beliau bisa memberikan perhatian lebih kepada para sahabat yang hadir. 

Dalam kisah lain juga sama halnya demikian yang dilakukan oleh para sahabat terhadap Nabi Muhammad SAW, Usamah bin Sarik RA berkata "Kami duduk disamping nabi seolah-olah ada seekor burung yang hinggap diatas kepala kami. Tidak ada seorangpun dari kami yang berbicara." (HR. Ath-Tabrani no. 473, hadist shahih). 

Hal ini mengindikasikan bahwa seorang muslim seharusnya lebih memperhatikan keadaan sekitar daripada kesibukannya yang berlebihan pada diri sendiri sehingga menimbulkan sikap acuh dan membuat pola komunikasi terjalin tidak baik. Di masa kini fenomena 'kurang memperhatikan' dalam lingkungan sosial bukan hanya disebabkan karena cincin saja seperti kisahnya nabi, bahkan melampaui itu terutama pada generasi masa kini. 

Phubbing dalam Perspektif Psikologi

Namun apabila kita melihat dari sisi perspektif psikologi, berdasarkan penelitian yang diterbitkan dalam Journal of Applied Social Psychology menjelaskan bahwa individu yang menjadi korban phubbing pada akhirnya terjerumus dalam pola perilaku serupa. Korban berusaha mengisi kekosongan interaksi yang terjadi dengan menggunakan smartphone-nya, yang akhirnya menjadi perilaku phubbing pula. Hal ini akhirnya menjadi lingkaran setan yang memperburuk kondisi hubungan sosial maupun mental semua pihak. Dilihat dari realitas tersebut dapat dikatakan bahwa phubbing juga memiliki kemampuan menular kepada korbannya.

Penting untuk dipahami jika media sosial yang cenderung dinikmati ketika phubbing, hal tersebut juga dapat memperburuk masalah mental. Perilaku ini juga dapat menyebabkan depresi dan membuat korbannya merasa   diabaikan   dalam   interaksi   yang   sedang berlangsung. Menurut penelitian yang dipublikasikan di Computers and Human Behavior, studi tersebut menemukan bahwa media sosial dapat memperburuk perasaan depresi, dan semakin sering kita menggunakannya maka semakin besar kemungkinan kita merasakan depresi atau kecemasan sebab kita cenderung membanding-bandingkan pencapaian orang lain dengan diri kita sendiri.

Fenomena terjadinya phubbing tentu tidak terjadi begitu saja. Al-Saggaf dan O'Donnell (2019) mengemukakan beberapa faktor yang dapat  mempengaruhi phubbing yaitu  kecanduan  teknologi, fear  of  missing out, kontrol diri, dan kebosanan (boredom). Didukung pula dalam hasil sebuah studi penelitian terhadap generasi milenial di Indonesia (2020) dipaparkan bahwa penyebab generasi milenial melakukan phubbing adalah untuk mengalihkan perasaan bosan, menghindari topik pembicaraan yang tidak disukai, dan sebab teman di sekitarnya juga melakukan phubbing. 

Solusi Perilaku Phubbing

Dalam kacamata sosial hal ini tidak bisa dibiarkan dikarenakan rentan merusak sistem sosial yang sudah tertata baik. Degradasi adab akibat phubbing pun akan terus terjadi apabila masyarakat tak memiliki rasa simpati dan saling menghargai. Masyarakat sudah seharusnya bersikap bijak dalam menggunakan tawaran-tawaran yang ada di dunia maya dengan menumbuhkan kesadaran yang lebih tinggi lagi sehingga dapat meminimalisir perilaku phubbing. Kebiasaan ini dapat dikurangi mulai dari memupuk kesadaran diri. Kesadaran untuk meminimalisir penggunaan gawai dan akses media sosial, kesadaran untuk saling bersosialisasi, berempati, dan tentu saja kesadaran bahwa kita adalah manusia bukan budak teknologi. 

Dalam menyikapi fenomena ini, hal ini juga disinggung dalam kitab hadist 'Uyunul Akhbar 1/307, bahwasannya Abdullah bin Abbas juga menjelaskan dalam sebuah hadis nabi yang  mana nabi bersabda "Teman dudukku memiliki tiga hak yang wajib ditunaikan; aku arahkan pandanganku kepadanya ketika berbicara, aku luaskan tempat duduknya ketika hendak duduk, aku dengarkan dengan saksama ketika sedang berbicara". Tiga poin tersebut agaknya bisa meminimalisir perilaku maraknya phubbing yang begitu marak dalam keseharian kita. Tentunya dengan meningkatkan kesadaran dan saling mengingatkan antar individu maka akan tercipta komunikasi yang baik antar sesama.

Selain itu, menurut Wiguna (2022) dalam tulisannya yang berjudul Lakukan 3 Cara Ini untuk Mengurangi Kebiasaan Phubbing, beberapa tipsnya adalah sebagai berikut.

Tinggalkan ponsel. Hendaknya seseorang meninggalkan ponsel untuk sejenak ketika sedang benar-benar tidak membutuhkan, seperti meninggalkan ponsel di  rumah  atau  di  dalam  mobil.  Hal  ini  akan  mencegah  seseorang  untuk melakukan phubbing ketika berinteraksi dengan orang lain. 

Batasi Penggunaan Ponsel. Tidak bisa dipungkiri bahwa kita tidak bisa melawan teknologi pada era yang serba digital ini. Akan tetapi,  hal tersebut  bukan   berarti  bahwa  ponsel  tidak  bisa  dikurangi penggunaannya. Pergunakanlah ponsel sesuai kebutuhannya dan sebaik-baiknya.

Jangan memainkan ponsel ketika makan. Beberapa orang bahkan tidak mampu menghabiskan makanannya tanpa memainkan ponsel. Karena itu, mencoba untuk menjauhkan ponsel ketika makan menjadi salah satu solusi untuk mengatasi kebiasaan phubbing.

Referensi :

Chotpitayasunondh,  V.,  &  Douglas,  K.  M.  (2018a).  The  effects of "phubbing" on social interaction. Journal of Applied Social Psychology, 48(6), 304-316. 

Chotpitayasunondh, V., & Douglas, K. M. (2018b). Measuring phone snubbing behavior: Development and validation of the Generic  Scale of Phubbing (GSP) and the Generic Scale of Being Phubbed (GSBP). Computers in human behavior, 88, 5-17.

David,  M.  E.,  &  Roberts,  J.  A.  (2017).  Phubbed  and  alone:  Phone  snubbing,  social  exclusion,  and attachment to social media. Journal of the Association for Consumer Research, 2(2), 155-163.

Daya Tarik Interaksi Dunia Maya (Studi perilaku Phubbing Generasi Milenial) Reski P Pendidikan Sosiologi Antropologi, Universitas Lambung Mangkurat. 2020

https://dataindonesia.id/digital/detail/pengguna-internet-di-indonesia-sentuh-212-juta-pada-2023

https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2023/03/08/67-penduduk-indonesia-punya-handphone-pada-2022-ini-sebarannya

https://pustaka.unand.ac.id/makalah-pustakawan/item/295-phubing

Juwita, Lilis dkk. Stop Phubbing. Jakarta: Nulis Bareng, 2019.

Mumtaz, E. F. (2019). Pengaruh adiksi smartphone, empati, kontrol diri, dan norma terhadap perilaku phubbing pada mahasiswa di Jabodetabek. Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.  

Nur Saefudin, Mustolah A., Fikra H. 2022. Kritik Fenomena Perilaku Phubbing sebagai Perusak Hubungan Sosial: Studi Takhrij dan Syarah Hadis. UIN Sunan Gunung Djati Bandung

Quraish Shihab. 2021. Tafsir Al-Mishbah. Lentera Hati

Tafsir Al-Munir. Wahbah Az Zuhaili

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun