Mohon tunggu...
Komunitas Lagi Nulis
Komunitas Lagi Nulis Mohon Tunggu... Penulis - Komunitas menulis

Komunitas Penulis Muda Tanah Air dari Seluruh Dunia. Memiliki Visi Untuk Menyebarkan Virus Semangat Menulis Kepada Seluruh Pemuda Indonesia. Semua Tulisan Ini Ditulis Oleh Anggota Komunitas LagiNulis.id

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Datar (2)

23 September 2021   17:04 Diperbarui: 23 September 2021   17:10 115
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Oleh : Fatinah

Bagian 2

"Chanel nomer empat?"

"Maaf, kami tidak menjual Chanel."

"Le Labo Citron 28?"

"Tidak, Miss."

"Joe Malone ba..."

"Maaf. toko kami tidak menjual Parfum bermerk," jawab Daren sesopan mungkin.

Agak dongkol, kesannya seperti merendahkan. Seharusnya wanita ini tahu jika toko parfum sederhana dekat kubangan lumpur tidak menjual produk-produk harga fantastis. Target marketing toko parfum Kakek Bewok adalah masyarakat dengan uang pas-pasan.

'Aku bercanda. Jangan dibawa serius,"

Wanita itu membuang muka, sebal. Kemudian menjentikan jari bak seorang bos memanggil anak buahnya. "Jek, anak baru ya?"

"Ah, kau." Jeko---yang sedang menyusun botol-botol kaca di atas---segera turun menghampiri gadis yang statusnya sebagai pelanggan Daren pertanyakan.

"Datang kapan?" Alih-alih menjawab, Jeko malah balik bertanya.

"Nggak peduli! Jek, siapa orang ini?"

"Oh iya, tahun ini kau selalu datang di hari Minggu makanya tidak pernah lihat dia,"  jelas Jeko berbisik. "Dia hampir setahun kerja di sini."

"Oh, kenalkan dong!"

Jeko mendengus pelan. Paham betul maksud gadis ini bahwa semua pegawai harus tahu dia adalah orang yang ramah lagi suka bercanda. Walaupun cucu pak bos, tidak apa untuk bersikap kasual pada gadis itu.

Oke. Daren, kenalin. Ini..." Belum selesai bicara, gadis itu buru-buru menurunkan kacamata.

"Daren?"

"I, iya. kau kenal?" tanya Jeko memastikan.

"Satu-satunya anak beasiswa di kelas 1 yang lulus ujian akselerasi tiga tahun yang lalu."

Jika Jeko tersentak, Daren pun tercengang.

"Loh, kalian saling ke..."

"Daren yang waktu itu terkenal gara-gara mengerjakan kalkulus kurang dari 30 detik!" Seru gadis itu antusias. "Kau ingat tidak? Konyol benar tingkahmu saat pertama kali menyaksikan musim gugur di halaman belakang sekolah."

Daren nanap, membuatnya tak bisa berkata apapun. Ia tidak menyangka akan bertemu teman lama disini.

Teman lama! batinnya menegaskan.

Satu dua detik berlalu. Jeko gemas melihat anak buahnya tak bereaksi apa-apa selagi cucu pak bos berbuih-buih menceritakan memori lama. Alih-alih berjabat tangan atau menyapa, Daren malah mematung.

"Ahaha, reuni kecil-kecilan ya Ren? Udah kenal ini siapa kan?" Jeko menepuk bahu Daren, mencoba mencairkan suasana.

"Ilyus..."

"Hei bodoh! Dia ini cucunya Kakek Bewok tahu. Setidaknya sapa dong! Jangan diam saja!" bisik Jeko lalu kabur dari hawa aneh Daren dan Ilyusa.

"Yus, kok bisa?"

Pintar dalam teori dan hitungan, bukan berarti pandai dalam menghadapi situasi canggung, itulah Daren. Putra desa biasa dengan keunggulan luar biasa. Sederhana tetapi istimewa.

"Kaget?" tanya Yusa memasang wajah meledek. "Gak usah Speechless gitu dong!"

"Gimana nggak? Hampir setahun aku kerja di sini, tapi nggak pernah tahu menahu kalau kamu cucu pak bos." Daren menyenderkan bahu ke tembok, kemudian menyisir rambut denhan jemari. "Sebuah kejutan," lanjutnya.

Yusa terkekeh sembari melambaikan tangan.

"Lebay," imbuhnya.

Daren pun menyadari sesuatu. Suara Yusa terkesan sendu, tak lagi bergairah seperti 3 tahun yang lalu. Jika dahulu Yusa gemar sekali mengikat atau mengepang rambutnya, kini ia biarkan menjuntai begitu saja. Dulu Yusa juga tidak betah memakai riasan wajah. Sekarang, matanya terlihat indah lantaran warna pastel dan garis mata yang di lukis tajam. Secara keseluruhan, Yusa berubah.

"Kamu seharusnya nggak usah sekaget itu." Gadis itu meraih bahu Daren. "Kenapa ayo?"

SLAP

Akhirnya Daren bisa bernapas lega tatkala Yusa menusuk pelan dagu Daren dengan jari telunjuk. Itu adalah sebuah cara lama untuk membuat Daren mendongak seketika.

"Kenapa Ren?" Gadis itu mendesak.

"Ya, gak apa." Buru-buru Daren memalingkan wajah agar Yusa tak menyadari kedua pipi teman lamanya bersemu merah.

"Ehem..."

Sontak, mereka berdua menoleh mendapati Kakek Bewok berdiri di ujung ruangan. Kedua tangannya terlipat menandakan bahwa beliau sedang serius.

"Yusa, kamu membuat anak orang kehilangan seperempat gajinya, loh!"

Toko sedang ramai. Pegawai Kakek Bewok semuanya sibuk, tak terkecuali Daren. Bisa jadi sibuk reuni, atau sibuk perasaan lama bersemi kembali.

"Ren, bantuin sini!" teriak Jeko kewalahan menjaga kasir.

Bersambung ke bagian 3

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun