Jika Jeko tersentak, Daren pun tercengang.
"Loh, kalian saling ke..."
"Daren yang waktu itu terkenal gara-gara mengerjakan kalkulus kurang dari 30 detik!" Seru gadis itu antusias. "Kau ingat tidak? Konyol benar tingkahmu saat pertama kali menyaksikan musim gugur di halaman belakang sekolah."
Daren nanap, membuatnya tak bisa berkata apapun. Ia tidak menyangka akan bertemu teman lama disini.
Teman lama! batinnya menegaskan.
Satu dua detik berlalu. Jeko gemas melihat anak buahnya tak bereaksi apa-apa selagi cucu pak bos berbuih-buih menceritakan memori lama. Alih-alih berjabat tangan atau menyapa, Daren malah mematung.
"Ahaha, reuni kecil-kecilan ya Ren? Udah kenal ini siapa kan?" Jeko menepuk bahu Daren, mencoba mencairkan suasana.
"Ilyus..."
"Hei bodoh! Dia ini cucunya Kakek Bewok tahu. Setidaknya sapa dong! Jangan diam saja!" bisik Jeko lalu kabur dari hawa aneh Daren dan Ilyusa.
"Yus, kok bisa?"
Pintar dalam teori dan hitungan, bukan berarti pandai dalam menghadapi situasi canggung, itulah Daren. Putra desa biasa dengan keunggulan luar biasa. Sederhana tetapi istimewa.