Mohon tunggu...
Komunitas Lagi Nulis
Komunitas Lagi Nulis Mohon Tunggu... Penulis - Komunitas menulis

Komunitas Penulis Muda Tanah Air dari Seluruh Dunia. Memiliki Visi Untuk Menyebarkan Virus Semangat Menulis Kepada Seluruh Pemuda Indonesia. Semua Tulisan Ini Ditulis Oleh Anggota Komunitas LagiNulis.id

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Suara di Bawah Rintikan Hujan

2 April 2021   15:51 Diperbarui: 2 April 2021   16:05 443
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Ilustrasi: Freepik.com

Oleh: Arsy Aziza

Alarm yang kupasang masih menyediakan waktu tiga puluh menit lagi menuju pukul tiga. Aku terduduk sebentar sambil mengucek-ngucek kedua mataku.

Dinginnya udara tidak mengurungkan niatku untuk mengambil wudu dan melakukan salat tahajud seperti hari-hari biasanya.

Selepas salat subuh sekitar pukul enam aku turun ke lantai bawah. Aku melihat banyak makanan di atas meja, ada roti isi berbagai selai dengan empat gelas susu, punyaku berwarna coklat.

Pagi ini aku tak ikut untuk sarapan pagi. Pagi ini aku harus sampai paling awal di kampus untuk menemui dosen yang telah acc kemarin sore.

"Salwa berangkat," pamitku sambil mencium tangan Ummi dan Abi.

"Ngak sarapan dulu sayang?" suguh Ummi.

"Ngak keburu, Mi. Assalamualaikum."

Setelah berjalan ke luar kompleks, aku segera menuju halte terdekat. Aku berdiri dengan seorang pria berbaju kemeja yang setengah lengannya dilipat sampai siku, aku tidak mengenalinya. Beberapa bus yang lewat selalu penuh penumpang. Tentu saja, sekarang hari jumat dan jam berangkat kerja. Saat bus sekian datang aku malah tidak kebagian tempat duduk, terpaksa berdiri? Iya, tentu saja. Aku harus sampai kampus tepat pukul delapan pagi. Jaraknya cukup jauh karena harus melewati perbatasan kota.

***

"Bismillah."

Tanganku gemeteran saat aku hendak memasuki ruang dosen. Kenapa dia tidak ada, bukannya janjinya hari ini jam delapan, gumamku dalam hati. Aku hendak bertanya tapi entahlah perasaanku bingung.

"Salwa?"

Aku menyari sumber suara yang terdengar memanggil namaku. Ah dia, ya dia namanya Nada Tazkiyah Ufaidah, perempuan yang minimalis, berhidung mancung dan berbobot gitar Spanyol.

"Eh.. Udah nemu dosennya?" tanya Nada.

"Nah itu dia, janjinya hari ini jam segini, tahu-tahunya belum muncul."

"Nah pas bangat, ke kantin yuk! Yang lain udah pada nungguin," ajak Nada.

"Ah, ngak ndah, keburu muncul ntar hilang lagi," elakku.

Beberapa detik setelahnya Nada meninggalkanku tanpa jejak.

Setelah sekian menit aku menunggu di depan ruang dosen tapi tak kunjung muncul. Aku berinisiatif untuk mengirim pesan lewat WhatsApp. Beberapa menit setelahnya aku mendapat balasan.

Arrrrrg..

Menyebalkan sekali dosen itu, kenapa tidak dari kemarin dia bilang akan ditangani oleh dosen pengganti. Ingin sekali aku protes tapi aku sadar diri.

"Huhh.. sabar Salwa, ini cobaan kalau skripsimu akan di acc." Aku menghibur hatiku sendiri yang sedang panas memuncak.

Aku memasuki ruang dosen mencari dosen Muazzam Fatih Abdillah, pernah dengar? Ya tentu saja tidak. Sebelumnya aku tidak pernah mendengar nama dosen itu.

"Kamu? Salwa Mufidatul Hikmah?" tanya seseorang yang mengenakan kemeja dengan lengannya diikat sampai siku.

Ah, siapa dia? gumamku dalam hati. Apa dia dosen pengganti yang dibilang Pak Ridwan?

"Iya, Pak."

"Saya pengganti Bapak Ridwan pembimbing skripsi kamu, jadi silakan kamu letakkan filenya, kamu boleh pergi setelah itu."

Ah.. ganteng-ganteng tapi kayak kaktus kering. Ganteng? Tidak. Apa yang kupikirkan.

Aku langsung bergegas meletakkan file skripsi dan langsung pergi ke luar jauh dari ruang dosen.

Aku berniat ingin menyusul Nada ke kantin semoga aja masih stand by di sana.

"Kenapa sih tuh muka kayak benang kusut?" ledek Nada.

"Tahu ah.. nyebelin bangat tuh dosen, buat mood aku memanas saja."

Nada yang sedari tadi menertawakanku lalu   menyodorkan sebuah minuman fanta merah dengan varian botol yang klasik.

Drrrg.. Drrrg..

Hand phoneku nyaring berdering yang menandakan pesan masuk via WhatsApp.

Dosen Galak,

Silahkan temui saya, kalau ingin skripsi kamu di acc,"

Arrgg.. kalau tidak karena skripsi, aku tak ingin mutar balik ke ruangan dosen. Tapi apa yang bisa ku perbuat, aku hanya bisa menjawab dengan kata, "Baik, Pak."

Tanpa mikir panjang aku berlari secepatnya menuju arah ruang dosen tanpa memperdulikan Nada.

"Salwa, mau kemana?" tanya Nada.

"Ketemu dosen galak."

Hah..? Dosen galak? Sejak kapan nama itu lengket di lidahku.. huhh entahlah.

Sesampainya di ruang dosen. Aku mengatur nafas dan sembari mengucap salam.

"Ok, silakan duduk," perintahnya. Tanpa kujawab, aku langsung duduk di depannya.

"Skripsi kamu masih banyak yang harus diperbaiki, lagian sistem penilaian saya dengan Pak Ridwan tidak sama, jadi itu risiko kamu."

Ah.. tidak lagian itu bukan kemauanku untuk mengganti pembimbing. Tidak, dia mencoret dengan pena tinta merah, Ya Tuhan.

"Silahkan kamu perbaiki lagi." Dia menyodorkanku file skripsiku lalu tersenyum.

Ah tidak, senyum itu, aku tak membutuhkan senyum itu, aku cuma membutuhkan kata acc. Tanpa mikir panjang aku langsung berpamitan untuk keluar.

Di depan pintu dosen aku melirik jam tangan. Ah, sudahlah, lebih baik aku bermunajat kepada Sang Maha Pencipta untuk ketengan hatiku. Aku berjalan ke arah masjid kompleks kampus untuk melangsungkan salat dhuha.

Setelah dua puluh lima menit aku bermunajat, aku berniat untuk langsung pulang, tapi ketika aku hendak turun ke jenjang lantai masjid keburu hujan turun, mau tidak mau aku harus menunggu hujan reda.

Aku berinisiatif untuk menunggu hujan reda di dalam masjid, hendak aku melangkah masuk ke pintu masjid, langkahku terhenti saat telingaku mencerna ayat demi ayat yang dilantunkan dari dalam masjid.

Masyaa Allah,.. aku tak mengerti dengan suasana hatiku kali ini, tenang dan damai rasanya dengan suara lantunan Surah Ar-Rahman itu. Ah, begitu lancangnya aku, suara itu mengendap di telinga dan pikiranku, ayat demi ayat. Kalau di tanya itu suara siapa? Entahlah aku juga tak tahu.

Dua jam. Hujan baru reda, aku berniat untuk langsung pulang, lagi pula ke kampus hari ini aku tak memiliki jadwal kecuali masalah skripsi.

Sebelum aku pulang, aku berniat ke perpustakaan kampus mencari sumber referensi skripsiku. Ya beginilah, aku harus kocar-kacir lagi jadi anak perpustakaan yang kayak kehilangan sumber pengetahuan.

Arrrg.. siapa lagi yang membuatku seperti ini kalau bukan karena dosen galak Muazzam Fatih Abdillah.

Ya begitulah dosen galak itu sudah benar-benar lengket di lidahku bahkan mulutku lancar mengeluarkan kata itu. Ah, sudahlah.

Aku memutar balikkan pandanganku ke arah lapangan kampus, spontan aku melihat dosen galak dengan ciri khas mengenakan kemeja yang lengannya di ikat sampai siku. Ah, tidak, apakah dia yang berada satu halte denganku? Oh Tuhan, apa aku satu kompleks dengannya? Jangan..

Aku menuju halte di depan kampus untuk hendak pulang ke rumah untuk cepat-cepat bergelut dengan benda berbentuk persegi panjang itu, mengetik ulang skripsiku, kesel? Iya, tapi aku harus apa? Arrgg..

***

"Assalamualaikum. Salwa pulang," sapaku seisi rumah.

"Kenapa sayang, lemes gitu mukanya?" tanya Ummi.

"Skripsi Salwa dirombak ulang Mi."

"Mau Mas bantuin?" tawar Mas Jiyad.

"Salwa ke kamar dulu ya," tanpa kujawab pertanyaan Mas Jiyad, aku langsung menuju ke kamarku di lantai atas. Malam ini rintikan hujan turun menyapa bumi, ta.pi tidak dengan suasana hatiku, aku lebih memilih bergelut di balik selimut.

Drrg.. Drrg..

Lagi-lagi hand phone-ku berdering,

Dosen Galak,

Temui saya besok di perpustakaan kampus setelah salat dhuha.

Aku membacanya tanpa membalas pesan dari dosen galak itu. Aku memilih untuk ke lantai bawah mengambil cemilan untukku ulek malam ini di mulutku.

Tanpa menyapa siapapun aku langsung naik untuk bergegas berkutip dengan benda persegi panjang. Malam ini biarkanlah menjadi malam yang tak bisa membuatku berkutip dengan bantal guling, semoga saja dengan tugas ini malam tahajudku tak terlewatkan.

***

Dua menit lagi pukul sepuluh.

Aku berniat untuk melaksanakan salat dhuha dan setelah itu aku bergegas untuk ke perpustakaan menemui dosen galak itu.

Aku berjalan ke lorong perpustakaan kampus sambil mengecek ponsel via WhattsApp.

Alhamdulillah, aku sampai di perpustakaan. Dengan rintikan hujan yang masih terdengar, aku mendengarkan murotal Surah Ar-Rahman sambil menunggu kedatangan dosen Azzam itu, ya dosen galak itu.

Aku mendengar ada seseorang yang berdeham yang menandakan sesuatu kepadaku. Ya dosen galak itu ada di depanku sekarang.

"Mana filenya?"

Aku menyerahkan file print skripsiku dan langsung dicek olehnya. Cukup sampai di sini saja pengulangan kata lewat kertas skripsi. Aku berharap skripsiku di acc.

Kalian tahu gimana rasanya ingin mendengar kata acc cuma dari dosen, ya. Seperti menunggu pengumuman kelulusan, lulus enggknya, bahkan hatiku seperti menanti kata yang ingin aku dengar dari mulut seseorang.

"Oke, nanti saya kabarin via WhatsApp."

Tidak.. kenapa tidak sekarang saja. Arrg.. aku ingin cepat berakhir.

"Kenapa tidak sekarang saja pak?" tanyaku.

"Saya bilang nanti saya kabarin via WhatsApp," tegasnya.

Ya Tuhan... aku hanya mengangguk bertanda menuruti semuanya.

"Salwa."

Huh.. Nada, Zulfa dan Hanum menghampiriku dari meja sebelah.

"Kenapa sih muka ditekuk gitu?" tanya Hanum.

Tak ada jawaban.

"Salwa?" Nada teriak tepat di telingaku.

"Apa sih Nad, telingaku masih normal kali, ga perlu teriak juga."

"Dari tadi aku manggil, ngak nyaut tuh," balas Hanum

Aku menghiraukan mereka lagi, sampai pada Zulfa yang hendak membunuhku dengan perlakuan konyolnya. Haha.. Ya mereka semua sahabatku walaupun jurusan dan fakultas kami berbeda.

Hari ini aku niatkan untuk bersama mereka, sambil menghilangkan rasa suntuk dan kejenuhanku mengenai skripsiku. Ah, entahlah, aku jenuh bukan pada skripsinya tapi sama dosen galak itu.

"Ar-Rahmann....."

Suara itu, di kala rintikan hujan aku ditemani dengan suara itu. Di kala kesendirian aku di temani dengan lantunan surah itu. Siapa pemilik suara itu? Ya Tuhan, siapakah dia.

"Salwa? Kenapa sih?" tanya Zulfa dengan rada-rada penasaran.

"Hm. Pasti lagi menghayati Surah Ar-Rahman atau.. lagi menghayati suara Pak Azzam? " ledek Nada.

Deg..

"Suara siapa?" Tanyaku dengan memastikan

Semuanya menertawakanku. Ah, sudahlah bagiku itu angin lalu, mungkin namanya sama bukan dia.

Tidak.. kenapa dengan diriku ini. Ya Tuhan, bertanda apa ini?

Beberapa hari yang lalu aku sering mendengar lantunan suara itu di kala hujan menyapa bumi dan juga di kala hatiku mendung. Dan ketika suatu hari aku tak mendengar lantunan dan suara itu, tetapi Allah masih mengizinkanku mendengarnya di Masjid Ar-Rahman di perbatasan kota di kala aku dan teman-teman terjebak hujan lebat.

***

"Salwa?" Ummi memangilku dari lantai bawah untuk bergegas turun ke lantai bawah. Entahlah aku mendengar suara itu, tapi duniaku masih gelap. Ya, aku masih bergelut dengan bantal guling di balik selimut.

Aku mendengar knop pintu kamarku bergerak.

"Salwa?" Ya, itu suara Mas Jiyad.

"Iya, Mas." Aku menjawab tanpa sedikit pun berniat untuk bangun.

"Dosen skripsimu di lantai bawah, turun ya Dek."

Deg..

Tidak, ada apa ini? Dia belum mengutarakan kata acc tentang skripsiku, kenapa dia ke rumahku untuk itu. Tidak, apa dia gila?

Aku turun ke lantai bawah, di sana ada Ummi, Abi, Mas Jiyad, ada sebagian yang tidak aku kenal dan juga ada dosen galak itu.

"Salwa, duduk di sini sayang." Ummi menyadari keberadaanku dan menyuruhku untuk bergabung.

"Pak Azzam, ada masalah lagi ya sama skripsi Salwa? Nanti Salwa kerjain lagi Pak, ngak usah di depan keluarga Salwa juga Pak," komentarku.

Yang sedari tadi suasanya tegang, sekarang lenyap dengan ulahku kali ini. Bingung? Pasti.

Abi yang sedari tadi tak berkutip apa-apa, sekarang Abi angkat bicara.

"Nak Azzam ini kemari bukan masalah skripsi Salwa, tapi beliau telah meminangmu kepada Abi," terus terang Abi.

Deg..

Tidak, dia benar-benar sudah gila.

"Saya Muazzam Fatih Abdillah ingin mempersunting kamu Salwa Mufidatul Hikmah menjadi istri saya, apa kamu bersedia?"

Tidak.. aku tidak akan mengeluarkan kata acc untuknya sebelum aku mendapatkan acc skripsiku. Tidak, lebih tepatnya dia ngerasain aku seperti apa mendapatkan acc darinya.

"Salwa? Mas Jiyad menyadarkanku dari lamunanku, "Gimana? Dosen kamu ini Azzam, teman sekuliahan Mas dulu, jadi Mas yakin akan kepemimpinan beliau, gimana menurut kamu, Dek?" tanya Mas Jiyad lagi.

Sumpah ini seperti mimpi, aku mencoba mencubit tanganku sendiri, oh sakit.

"Kamu tidak bermimpi, Dek," sahut Mas Jiyad.

Lagi-lagi Abi angkat bicara, Ummi duduk di sebelahku memberikan solusi ini.

"Maaf Nak Azzam, sepertinya Salwa butuh waktu dulu."

Setelah Abi angkat bicara, suasana tak menegangkan lagi, Ummi menyuruh tamu mencicipi hidangan, tapi tidak denganku. Aku masih di luar kendali ragaku. Masih sama seperti mimpi untuk hal ini.

***

Hari ini aku ke kampus. Tidak, aku ke kampus tidak dengan skripsiku tapi aku ke kampus menyebarkan undangan pernikahan. Ya, aku Salwa Mufidatul Hikmah menerima dosen galak itu Muazzam Fatih Abdillah menjadi imam dalam memimpin keluarga kecilku.

"What?? Muazzam Fatih Abdillah?" Mereka saling melihat satu sama lainnya.

"Kenapa? Right, Muazzam Fatih Abdillah," jawabku lantang.

Mereka saling tak percaya. Ya, siapa yang percaya seorang mahasiswa calon sarjana satu akan menjadi istri dari seorang dosen yang telah menyelesaikan pendidikan sampai gelar doktor, lebih tepatnya sarjana muda.

***

Hari ini Jumat di Bulan Mei.

Semuanya telah hadir termasuk sahabatku Nada, Zulfa dan Hanum, mereka tersenyum seraya berkata, "Happy Wedding my sist"

Oh tidak, Ya Allah. Kurasa kuasa alam memberontak untuk keluar. Tangisanku tak diragukan lagi, sebentar lagi status ku berganti dengan seorang istri dari dosenku sendiri. Oh Tuhan..

Aku menunggu waktunya tiba di kamarku dengan di temani oleh tiga sahabatku.

__Ar-Rahman..__

Suara itu, suara itu menyerang sampai ke ubun-ubunku. Benar suara itu milik calon imamku Muazzam Fatih Abdillah, dosenku, ternyata benar kata mereka suara itu milik dosen galak itu.

Entahlah, perasaanku berkecamuk, dia sangat lantang mengutarakannya.

"Saya terima nikah dan kawinnya putri Bapak Salwa Mufidatul Hikmah dengan mahar seperangkat alat sholat dan lantunan Surah Ar-Rahman dibayar tunai."

Sahhh...

Sahhhh... semua orang mengucapkan Hamdallah. Tidak denganku. Aku masih belum berada di alam sadarku masih berada di lamunanku tentang dia. Dia yang telah menjadi imamku saat ini, Muazzam Fatih Abdillah.

Zulfa menyadarkanku dari lamunanku, menunjuk ke arah pintu. Oh tidak, dosen galak itu telah berada di ambang pintu masuk kamarku. Ralat, lebih tepatnya imamku.

"Assalamu'alaikum, bidadariku."

Tidak, jangan dulu, please jangan memerah saat ini.

"Salwa, parasaan tadi blass on kamu natural ndah, kok jadi pink merah jambu gitu ya?" ledek Nada.

Ah, tidak, dia senyum-senyum sendiri.

Rintikan hujan kali ini menjadi saksi. Ya, hujan turun di bulan Mei. Di mana suara itu aku kenal di awal rintikan hujan. Rindu itu muncul di bawah rintikan hujan, sekarang air yang turun dari langit menyapa bumi menjadi saksi bahwa aku telah menjadi seorang istri dari dosenku sendiri. Suara merdu yang aku rindukan itu, Muazzam Fatih Abdillah.

Apakah jodoh seunik itu? Banyak takdir Allah yang tak bisa kumengerti, mulai dari Dia yang membuatmu menjadi dosen pengganti skripsiku, menjadi seorang yang teramat menyebalkan, namun mampu mengetuk hatiku secara perlahan, sempurna bukan? Bahkan itu indah bagiku dari Sang Maha Pemberi Cinta.

Dan sekarang akan kubiarkan benih-benih cinta itu tumbuh dan memberikan seluruh hidup dan ragaku mengabdi padamu, Imamku Muazzam Fatih Abdillah

"Wa'alaikumussalam imamku," sahutku.

"Aku sadar Allah membuatku rindu dengan suaramu dan menjadikanmu ke kasih halalku, mulai mencintaimu lewat getaran-getaran cinta dengan sahut-sahut Sang Kalam bersamamu. Dan sekarang pemilik suara itu telah menjadi milikku seutuhnya. Maafkanlah aku yang pernah lancang untuk mendengar suaramu diam-diam."

Suara di Bawah Rintikan Hujan

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun