Mohon tunggu...
Laeli Fa
Laeli Fa Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Belajar dari Semangat Bapak

9 Januari 2018   17:40 Diperbarui: 9 Januari 2018   17:44 531
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
mercusuar sekitar pantai Menganti terlihat gagah -dokpri-

Bicara mengenai liburan, setiap orang memiliki caranya sendiri untuk menikmatinya. Seperti bos saya yang menghabiskan liburannya dengan pulang kampung, ada teman yang asyik mengadakan pesta barbeque di taman bareng keluarga, ada juga yang merayakannya dengan menyinggahi tempat-tempat seru untuk menyalurkan hobi. Artinya, setiap orang membutuhkan quality time, meski berbeda memanfaatkannya. Namun, tetap saja menjadi hal penting karena dapat sejenak mengalihkan dari aktivitas sehari-hari.

Traveling, salah satu cara untuk merefresh pikiran

Kesibukan akan urusan kantor dari minggu ke minggu biasanya menyita tenaga dan pikiran. Terlebih jika di tambah dengan lemburan. Belum lagi waktu yang terbatas untuk berkumpul bersama keluarga. Bahkan, ibu rumah tangga yang kesehariannya di rumah pun membutuhkan suasana yang baru. Setidaknya hal baru untuk merefresh pikiran. Maka, liburan ke suatu tempat atau mengunjungi tempat baru dapat menjadi momen yang tepat untuk menghilangkan penat.

Dikutip dari National Geographic, ahli syaraf dunia Profesor Jaak Pankepp menyatakan ketika keluarga melakukan liburan, dapat memicu well-being neurochemicals yang fungsinya mengurangi stress dan menghangatkan suasana keluarga. Hal ini biasanya dapat pula berpengaruh pada tingkat konsentrasi yang lebih baik.

Bulan desember lalu saya membuktikan ungkapan beliau. Saya dan keluarga pergi liburan ke Kebumen, berangkat pukul 7 pagi. Waktu yang dibutuhkan untuk sampai ke lokasi sekitar dua setengah jam. Selain jalanan yang cukup macet, juga karena kami memilih rute lain yang lebih enak dilalui. Tapi memang saat itu lumayan padat kendaraannya, bisa jadi karena hari minggu atau karena liburan sekolah, natal dan tahun baru.

Mendekati daerah pantai, kami melewati jalan berkelok-kelok, menanjak, terjal dan tajam. Selain kecakapan dalam mengemudi, kesabaran juga sepertinya menjadi hal wajib dalam menaklukkan medan tersebut. Pasalnya, saat itu beberapa kali kami "terhalang" oleh mobil yang mengerem mendadak. Dengan jalan yang sempit, menyalip pun susah karena bisa-bisa berpapasan dengan kendaraan dari arah sebaliknya. Sehingga, adegan berhenti tiba-tiba itu kurang lebih berlangsung selama 20 menit. Jika bosan, tengok saja ke luar dari sisi kanan kiri atas dan bawah. Ada tebing dan pantai yang sayang untuk dilewatkan.

Sesampainya di pintu masuk, kami membayar Rp 10.000 per orang. Kata petugas, pembayarannya sudah termasuk gratis parkir dan menikmati tour dengan mobil yang sudah disediakan.

Setelah kembali menyusuri jalan yang menikung, akhirnya kami sampai juga di pantai Menganti. Waaah, rasa lelah berada di mobil terbayar dengan melihat pemandangan yang terhampar: pasir, batu karang, bukit, pohon, dan aneka permainan di sekitar pantai.

Mobil yang sudah di sediakan itu merupakan mobil antar-jemput untuk menuju sisi lain dari pantai. Tapi mobil ini hanya mengantar sampai batas tempat parkir motor. Lalu dijemput di halte yang terletak di sebelah tempat parkir perahu. Jadi, jika kami hendak melihat mercusuar lebih dekat, pondok yang terbuat dari jerami, atau jembatan merah, kami harus berjalan kaki berpuluh-puluh meter.

Sebelum sampai ke pondok kecil berjerami, kami harus menaiki beberapa anak tangga, melewati mercusuar, dan menuruni undakan-undakan tanah. Harus berhati-hati, karena jarak antara satu pijakan dengan pijakan lain sedikit sempit. Tapi memang pemandangannya lebih indah, kami dapat melihat beberapa kapal melintas, sisi lain pantai, hingga mercusuar yang tampak gagah.

mercusuar sekitar pantai Menganti terlihat gagah -dokpri-
mercusuar sekitar pantai Menganti terlihat gagah -dokpri-
Setelah dirasa cukup, kami memutuskan untuk kembali. Tidak seperti sebelumnya, kami harus menuruni jalanan berkelok-kelok untuk menuju halte. Jika ditotal, bolak-balik bisa sampai 500 meter lebih dengan berjalan kaki. Belum puas, saya, adik, dan bapak melanjutkan perjalanan. Bapak sudah lebih dulu jalan melewati bawah tebing. Merasa jauh tertinggal, saya dan adik memutuskan menunggu di halte.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun